Powered by Administrator

Translate

Selasa, 22 Oktober 2019

Inisiasi ke dalam Tubuh Dharma

Keyakinan yang Tak Tergoyahkan terhadap Śīla, sebagai salah satu faktor srotāpatti, didefinisikan dalam sūtra-sūtra sebagai keyakinan akan “Śīla yang dicintaï para suci” (ārya-kāntaiḥ śīlaiḥ 聖所愛戒). Śīla manakah yang dicintaï para suci? Yakni: Anāsrava Saṃvara. Anāsrava Saṃvara akan terbentuk pada ārya-pudgala, minimal pada seorang srotāpatti-pratipannaka. (Tentu saja terdapat perbedaan derajat Anāsrava Saṃvara di antara berbagai tingkat kesucian, di mana yang terunggul dimiliki oleh para aśaikṣa — lihat di sini.) Jadi, keyakinan seorang srotāpanna terhadap Śīla bukan hanya berarti keyakinan bahwa Śīla (Prātimokṣa Saṃvara) adalah pemotong nafsu, melainkan juga keyakinan diri bahwa Śīla (Anāsrava Saṃvara) mulaï direalisasi olehnya.

Seperti halnya Dharma sebagai ajaran dan Dharma sebagai Nirvāṇa adalah dua aspek dari Dharmaratna yang sama, begitu pula Prātimokṣa Saṃvara sebagai metode dan Anāsrava Saṃvara sebagai realisasi adalah dua aspek dari Śīla yang sama, yang merupakan agregat tubuh Dharma. Menerima Prātimokṣa Saṃvara (tipe apa pun) berarti menerima benih bagi sempurnanya tubuh Dharma. Sepatutnya kita merasa beruntung apabila Prātimokṣa Saṃvara telah terbentuk dalam diri kita, sebab kita menjadi calon ārya-pudgala di masa datang.

Vinayācārya Tao-hsüan mengatakan dalam  Hsing-shih ch’ao  bahwa Śīla sesungguhnya adalah Dharma-nya para suci, namun diberlakukan untuk makhluk biasa sebab dapat menata jalan menuju Kebebasan. Tepatlah bila dalam  Upāsaka Śīla Sūtra  Śīla-Śīla Buddhis hanya boleh disebut sebagai śīla adiduniawi. Maka kita mesti menghargaï setinggi-tingginya upaya Buddha mentransmisikan Dharma para suci tersebut kepada kita. Dengan berkenan memberikannya, Beliau telah menginisiasikan kita ke dalam tubuh Dharma.


Tatkala itu kelimaratus wanita Śākya, dengan mulut berlainan dalam satu suara, bersungguh hati merenungkan Buddha: “Namaḥ Śākyamunaye Tathāgatāyārhate Samyak-saṃbuddhaya.” Kembali lagi mereka berseru: “Alangkah menderitanya! Alangkah menderitanya! Alangkah sakitnya! Alangkah sakitnya! Aduhai Bhagavan, sang Sugata!” Pada saat mereka menyeru demikian, berkat kekuatan akar kebaikan cintakasih Tathāgata, di angkasa muncullah awan Mahākaruṇā, hujanlah hujan Mahākaruṇā, yang menghujani tubuh para wanita itu. Setelah menerima hujan tersebut, tangan dan kaki tumbuh pada tubuh mereka seperti sediakala. Para wanita itu amat bergembira dan bersama-sama berseru:“Tathāgata adalah bapa yang penyayang, Bhagavan yang tiada taranya, obat mujarab bagi dunia, biji mata dunia ini, mampu mencabut penderitaan di Triloka dan menganugerahkan kebahagiaan. Mengapa demikian? Karena kini kita beroleh kelepasan dari penderitaan dan kesukaran. Kini kita harus merenungkan budi Sang Buddha, harus merenungkan membalas budi.” Para wanita merenung: “Bagaimanakah cara kita membalas budi Buddha? Tubuh Tathāgata adalah tubuh vajra, tubuh yang senantiasa bersemayam, tubuh tanpa kelaparan dan dahaga, tubuh dengan fisik yang menakjubkan, yang diperlengkapi dengan ratusan ribu samadhi, indera, kekuatan, faktor Pencerahan, 32 ciri yang tak terbayangkan dan 80 tanda tambahan; Ia sempurna memiliki dua hiasan, bersemayam dalam Nirvāṇa Agung; Ia samarata memandang semua makhluk sebagai Rāhula, menganggap setara yang memusuhi maupun yang mengasihi-Nya, juga tidak pernah mengharapkan balasan ….”


Tiada cara untuk berterimakasih kepada Beliau selain mengikuti jejak 500 wanita Śākya dalam  Mahopāya-kauśalya Buddha Pratyupakāraka Sūtra 《大方便佛報恩經》 (T. vol. 3, № 156 hlm. 152b), yang dipulihkan-Nya setelah selamat dari pembantaian Raja Virūḍhaka, dan berkata:

「欲報佛恩,當持禁戒,護持正法。」
“Jikalau hendak membalas budi Buddha, haruslah kita memegang Śīla demi menjaga bertahannya Saddharma.”

夫能維持佛法,三乘道果相續不斷,盡以波羅提木叉為根本。
Kemampuan mempertahankan Buddhadharma, dan bersinambungnya Jalan & Buah ketiga Kendaraan tanpa terputus, sepenuhnya bergantung pada Prātimokṣa sebagai akar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar