Powered by Administrator

Translate

Kamis, 26 September 2019

Tubuh Dharma Beragregat Lima

Dalam Śālistamba Sūtra 《佛說稻芉經》 (T. vol. 16, № 709 hlm. 816c) …

世尊覩見稻芉,而作是說:「汝等比丘!見十二因緣,即是見法;見法,即是見佛。」
Sang Bhagavan melihat tangkai padi, lalu bersabda demikian: “Duhai para bhikṣu! Barangsiapa yang melihat dua belas sebab-musabab [yang muncul saling bergantungan], ia melihat Dharma; barangsiapa yang melihat Dharma, ia melihat Buddha.”

Petikan terkenal di atas — juga dapat dijumpaï dalam sūtra-sūtra lain — secara gamblang menyamakan Dharma dengan Buddha. Dharma yang manakah? Yakni: Nirvāṇa.




Kemunculan saling bergantungan (pratītyasamutpāda) merupakan cara untuk menjelaskan perhubungan Empat Kebenaran Sejati yang diajarkan Buddha. Progresi pratītyasamutpāda dalam urutan reguler (anuloma) menghubungkan Kebenaran kedua (Sebab Penderitaan) dengan Kebenaran pertama (Penderitaan) — menjelaskan sebab-akibat keberadaan dalam saṃsāra. Sedangkan dalam urutan terbalik (pratiloma) ia menghubungkan Kebenaran keempat (Jalan untuk Mengakhiri Penderitaan) dengan Kebenaran ketiga (Akhir Penderitaan) — menjelaskan sebab-akibat kelepasan dari saṃsāra.

Karena penderitaan dalam saṃsāra muncul dari sebab-musabab yang terkondisi saling bergantungan, maka untuk mengakhiri penderitaan seseorang harus membalikkan prosesnya (dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang dapat dikelompokkan menjadi Latihan Berunsur Tiga). Setelah menginsafi segala fenomena (dharma) ini seutuhnya, dengan mata kebijaksanaan ia akan melihat Dharma yang direalisasi oleh Buddha. Dan Dharma itulah Buddha, sarat dengan kualitas-kualitas sempurna.

Dari sini kita mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang tubuh Dharma Buddha. Sama halnya dengan Dharmaratna yang beraspek dua (sebagai ajaran pemotong nafsu dan sebagai keadaan bebas-nafsu), tubuh Dharma Buddha pun beraspek dua. Menurut ide yang mula-mula, tubuh Dharma hanyalah “pertubuhan” dari kumpulan-kumpulan ajaran Beliau. Tetapi, sekarang, tubuh Dharma kita mengerti sebagai “pertubuhan” dari kualitas-kualitas sempurna Nirvāṇa.

Nirvāṇa itu sendiri tidak terbayangkan, dan sesungguhnya mustahil dapat kita lukiskan kualitas-kualitasnya yang tanpa batas. Kualitas-kualitas tersebut dimiliki, terutama, oleh para aśaikṣa dan secara parsial juga oleh para śaikṣa. Pada umumnya tubuh Dharma dipandang sebagai pertubuhan dari sempurnanya kualitas-kualitas berikut:
  • Śīla 戒: ketiadaan imoralitas pada tubuh, ucapan, dan pikiran Tathāgata.
  • Samādhi 定: kedamaian sejati dalam batin Tathāgata tanpa diliputi pemikiran delusif.
  • Prajñā 慧: pemahaman sejati Tathāgata yang sempurna menyoroti dan mengamati hakikat segala fenomena — pemahaman akar (mūla jñāna 根本智).
  • Vimukti 解脫: kebebasan batin dan jasmani Tathāgata dari segala belenggu — pencapaian Nirvāṇa.
  • Vimukti-jñāna-darśana 解脫知見: pengetahuan bahwa diri-Nya telah benar-benar terbebaskan — pemahaman perolehan yang kemudian (pr̥ṣṭhalabdha jñāna 後得智).

Daśottara Sūtra 《十上經》, sūtra ke-10 dari Dīrgha Āgama (T. vol. 1, № 1 hlm. 54a), menyebutkan:

云何五證法?
Bagaimanakah lima dharma yang harus direalisasi itu?

謂:五無學聚
Yakni: kelima agregat dari yang tak perlu berlatih lagi (aśaikṣa pañcaskandhāḥ) —

  無學
    戒聚、    agregat moralitas (śīlaskandha),
    定聚、    agregat konsentrasi (samādhiskandha),
    慧聚、    agregat kebijaksanaan (prajñāskandha),
    解脫聚、   agregat kebebasan (vimuktiskandha),
    解脫知見聚。 agregat pengetahuan dan pandangan akan kebebasan
           (vimuktijñānadarśanaskandha)
  dari yang tak perlu berlatih lagi.

Yang disebut tubuh fisis (rūpakāya), sebagaimana dimiliki makhluk hidup biasa, merupakan pertubuhan dari unsur-unsur material dan mental yang masing-masing terkumpulkan/ter-agregasi dalam lima kelompok. Tubuh Dharma dari mereka yang tak perlu berlatih lagi pun merupakan pertubuhan dari kumpulan kualitas murni dalam lima kelompok yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, kelimanya dinamakan pula “agregat bebas-kebocoran” (anāsravaskandha), “agregat adiduniawi” (lokottaraskandha), atau “agregat Dharma” (dharmaskandha).

Paralel dengan tidak ditemukannya suatu aku (ātma) di balik kelima agregat penyusun tubuh fisis (sesuai doktrin anātma), maka tiada penjelasan “apa” yang ada di balik kelima agregat penyusun tubuh Dharma. Sistem Kendaraan Kecil tidak membuat spekulasi metafisis lebih jauh. Hanya dalam sūtra-sūtra Mahāyāna-lah kita akan menemukan pembahasan selanjutnya mengenaï Tubuh Dharma pada tataran nomena, yang melampaui konsep ada dan tiada, dan hakikatnya kekosongan.

Selasa, 10 September 2019

Jadikanlah Śīla Gurumu




Begitu utamanya Perlindungan Buddhis yang keempat, Śīla, sehingga Buddha menjadikannya pengganti Beliau sendiri, selaku guru (śāstr̥) setelah kemangkatan-Nya. Ujaran populer dari Buddha Paścimāvavāda Sūtra 《佛遺教經》 ini dapat kita jumpaï padanannya, terutama, di jilid 38 “Kṣudraka Vastu” dari  Mūlasarvāstivāda Vinaya 《根本說一切有部毘奈耶雜事》 (T. vol. 24, № 1451 hlm. 398c–399a):

「汝等苾芻,我涅槃後,作如是念:『我於今日無有大師。』汝等不應起如是見!我令汝等每於半月說波羅底木叉。當知!此則是汝大師、是汝依處,若我住世無有異也。」
“Kalian, para bhikṣu, setelah parinirvāṇa-Ku mungkin akan berpikir demikian: ‘Hari ini kami tiada lagi memiliki guru.’ Kalian tidaklah semestinya membangkitkan pandangan demikian! Telah Kuperintahkan kalian setiap paruh-bulan untuk membabarkan Prātimokṣa. Ketahuilah! Itulah kelak gurumu, itulah sandaranmu, yang tidak berbeda dengan diri-Ku saat masih berada di dunia.”

Pada gāthā penutup Prātimokṣasūtra dari mazhab Dharmaguptaka, baik untuk bhikṣu (T. №. 1429 dan 1430) maupun bhikṣuṇī (T. № 1431), pun termaktub:

世尊涅槃時  興起於大悲
集諸比丘眾  與如是教誡
莫謂我涅槃  淨行者無護
我今說戒經  亦善說毘尼
我雖般涅槃  當視如世尊
此經久住世  佛法得熾盛
以是熾盛故  得入於涅槃

Sang Bhagavan, pada saat nirvāṇa-Nya,
telah membangkitkan belaskasih agung,
menghimpun saṅgha para bhikṣu, dan
memberikan wejangan demikian:

“Janganlah menyangka setelah nirvāṇa-Ku
para brahmacārin tiada memiliki penjaga!
Prātimokṣasūtra yang kini Kuucapkan,
juga Vinaya yang dengan baik Kubabarkan
— meskipun Aku telah parinirvāṇa —
pandanglah ia sebagai Bhagavan.

Apabila sūtra ini bertahan lama di dunia,
Buddhadharma dapatlah gilang-gemilang.
Karena kegemilangannya tersebut,
dapatlah Nirvāṇa dimasuki.”

Adegan paralel juga termuat dalam berbagai redaksi Parinirvāṇa Sūtra milik mazhab berbeda-beda, di mana aspek Dharma sebagai pemotong nafsu, yang menjadi Perlindungan yang keempat ini, biasanya dipecah menjadi Dharma dan Vinaya (terjemahan-terjemahan lebih kuno seringkali menggunakan istilah arkais “Sūtra dan Śīla” 經戒 sebagai substitusi). Dalam Ta po-nieh-p’an ching 《大般涅槃經》 (T. vol. 1, № 7 hlm. 204b) terjemahan Peziarah Fa-hsien, misalnya — ini adalah yang pertama dari dua Parinirvāṇa Sūtra yang kepenerjemahannya disandangkan padanya: versi Hīnayānis dan versi Mahāyānis masing-masing — diceritakan sbb.:

爾時,如來告阿難言:「汝勿見我入般涅槃,便謂正法於此永絕!何以故?我昔為諸比丘,制戒波羅提木叉,及餘所說種種妙法。此即便是汝等大師,如我在世無有異也。」
Pada saat itu Tathāgata pun memberitahu Ānanda: “Janganlah karena melihat-Ku memasuki parinirvāṇa maka kamu menyangka sampai di sini Saddharma akan terhenti selamanya! Apakah sebabnya? Dahulu, demi para bhikṣu, Aku telah menetapkan śīla-śīla Prātimokṣa dan telah membabarkan bermacam-macam Dharma yang menakjubkan di tempat lain. Itulah guru kalian kelak, yang tidak berbeda dengan diri-Ku saat masih berada di dunia.”

Sedangkan dalam *Viharaṇa Sūtra 《遊行經》 atau ‘Sūtra tentang Perjalanan [Terakhir]’, yang merupakan sūtra ke-2 dari Dīrgha Āgama (T. vol. 1, № 1 hlm. 26a), sbb.:

「阿難。汝謂佛滅度後無復覆護,失所恃耶?勿造斯觀!我成佛來,所說經戒,即是汝護,是汝所恃。」
“Ānanda, pada sangkamu setelah Buddha parinirvāṇa tidak lagikah engkau memiliki penjaga, dan kehilangan andalan? Janganlah berpandangan demikian! Segala Sūtra dan Śīla yang Kubabarkan semenjak Aku menjadi Buddha itulah penjagamu, itulah yang akan kauandalkan.”

Terjemahan Tionghoa tertua, Fo po-ni-huan ching 《佛般泥洹經》 (T. vol. 1, № 5 hlm. 172b) oleh Śramaṇa Po Fa-tsu 白法祖 yang hidup pada zaman Dinasti Tsin Barat (265–316), menuturkan:

「吾泥曰後,無得以佛去,故言:『無所復怙。』當怙經戒!吾泥曰後,轉相承用,翫經奉戒。」
“Setelah nirvāṇa-Ku, janganlah karena menganggap Buddha telah pergi maka kalian berkata: ‘Kami tidak lagi memiliki pengayom.’ Jadikanlah Sūtra dan Śīla sebagai pengayommu! Setelah nirvāṇa-Ku, berlanjutlah menerima dan menerapkan pengkajian Sūtra dan penjunjungan Śīla.”

Dan terakhir, dalam Po-ni-huan ching 《般泥洹經》 (T. vol. 1, № 6 hlm. 188a), yang diterjemahkan sedikit lebih belakangan daripada T. № 5 dan sama-sama tidak kita ketahui berasal dari kanon mazhab mana:

「汝諸弟子,當自勗勉。無以懈慢,謂佛已去,莫可歸也!必承法教:常用半月,望晦講戒;六齋之日,高座誦經。歸心於經,令如佛在!」
“Kalian, para siswa, hendaklah bertekun diri. Janganlah karena kemalasan dan kesombongan, menyangka Buddha telah pergi sehingga tidak dapat dijadikan Perlindungan! Haruslah kalian menyambut ajaran Dharma: selalu setiap paruh-bulan, pada purnama dan tilem, ketika Śīla dikhotbahkan; serta pada enam hari poṣadha, ketika Sūtra dibacakan dari kursi tinggi. Berlindunglah kepada Sūtra sama seperti kepada Buddha saat masih ada!”

Bagi yang meyakini kemajemukan Buddha-Buddha yang eksis bersamaan di saat sekarang, sepeninggal Śākyamuni mungkin mereka dapat mengatakan bahwa mereka berlindung juga kepada para Buddha yang benar-benar nyata hidup di sistem dunia (galaksi) lain di sepuluh penjuru. Namun, bagi yang hanya menerima bahwa Śākyamuni ialah satu-satunya Buddha di seluruh alam semesta dan tidak ada Buddha lain kecuali di galaksi kita, maka ketika mengucapkan “aku berlindung kepada Buddha”, kepada siapakah sesungguhnya perlindungan itu ditujukan, sedangkan Buddha sudah tiada? Tentunya kita tidak dapat berlindung kepada patung-Nya yang hanya merupakan pelambang. Buddha-Buddha masa lampau sama juga sebab, seperti Śākyamuni, mereka pun tidak lagi hidup; sementara Buddha-Buddha masa datang belumlah lahir.

Karena seseorang yang mencapai Nirvāṇa terbebas dari kelahiran dan kematian, terdapat bahaya kita terjebak dalam pandangan bahwa Nirvāṇa adalah kemusnahan mutlak — mencapai Nirvāṇa berarti menjadi tidak ada sama sekali, nihil. Maka pada petikan-petikan di atas Buddha telah mengingatkan: sesudah Beliau parinirvāṇa, Dharmalah pengganti diri-Nya. Dharma, dalam aspeknya berupa ajaran (Sūtra dan Śīla), akan menjadi guru (śāstr̥), penjaga (trāṇa), andalan (pratiśaraṇa), pengayom (parāyaṇa), Perlindungan (śaraṇa) kita. Dharma bukan cuma setara dengan Buddha, tetapi Dharma identik dengan Beliau sendiri.

Dari sinilah tumbuh keyakinan tentang adanya tubuh Dharma (dharmakāya) Buddha. Menurut ide yang mula-mula ini, tubuh Dharma tidak lebih daripada “pertubuhan” atas kumpulan-kumpulan ajaran (dharmaskandha) Beliau. Buddha tetap hadir sesudah Beliau parinirvāṇa, walaupun kehilangan identitas dan tereduksi menjadi pertubuhan ajaran yang impersonal.

Kamis, 05 September 2019

Dengan Meyakini Śīla akan Diperolehlah Jalan

Perikop di bawah ini diambil dari San-hui ching 《三慧經》 (‘Kitab Tiga Yang Bijaksana’, T. vol. 17, № 768 hlm. 702b), sebuah logia atau kumpulan sabda-sabda Buddha, yang umum dijumpaï pada masa awal translasi teks-teks ke bahasa Tionghoa. Diterjemahkan dalam gaya yang arkais, kitab semacam ini bukan benar-benar sebuah sūtra yang memuat narasi yang koheren, tetapi lebih berupa petikan-petikan yang disadur dari berbagai sumber. Contoh logia lain yang sangat populer misalnya: Sūtra Empat Puluh Dua Fasal (T. № 784).

Enumerasi dalam perikop berikut tampaknya dikembangkan dari Empat Keyakinan yang Tak Tergoyahkan. Namun, sejauh ini kita belum berhasil menemukan sūtra yang menjadi sumbernya. Kalyāṇamitra (guru spiritual) di sini mungkin dimaksudkan sebagai wakil Saṅgharatna. Yang menarik adalah Dharmaratna yang dipecah lebih lanjut menjadi Dharma (Nirvāṇa) serta Śīla & Sūtra (Ajaran Buddha). Śīla & Sūtra — kadang diurutkan terbalik: Sūtra & Śīla — adalah padanan arkais untuk Dharma & Vinaya.



有五因緣可信:
Ada lima pendukung yang boleh diyakini:

一者、信佛。   1. Yakin kepada Buddha.
二者、信法。   2. Yakin kepada Dharma.
三者、信戒。   3. Yakin kepada Śīla.
四者、信經。   4. Yakin kepada Sūtra.
五者、信善知識。 5. Yakin kepada kalyāṇamitra.

信是五事得道。
Dengan meyakini kelima hal ini, diperolehlah Jalan.

Senin, 02 September 2019

Śīla sebagai Perlindungan Keempat

Dharmaratna juga terdiri atas dua unsur: Dharma dan Vinaya (dalam terjemahan lama seringkali 經戒 ‘Sūtra dan Śīla’ digunakan sebagai padanan). Maka objek berlindung Buddhis, boleh dibilang, sesungguhnya ada empat — Buddha, Dharma dan Śīla (baik dalam aspeknya sebagai pemotong nafsu maupun sebagai keadaan bebas-nafsu), serta Saṅgha. Keyakinan murni kepada keempatnya disebut Keyakinan yang Tak Tergoyahkan (avetya prāsada) atau Keyakinan yang Tak Terhancurkan (abhedya prāsada). Tidaklah salah bila dalam Bodhisattvakeyura-parikarma Sūtra 《菩薩瓔珞本業經》 (T. vol. 24, № 1485 hlm. 1020c) para bodhisattva diharapkan mengajari kandidat penerima Śīla rumusan berikut:

「佛子。復教受四不壞信,依止四依法:
“Putra-putra Jina, ajarilah lagi [sang kandidat] untuk menerima Empat Keyakinan yang Tak Terhancurkan, untuk bersandar pada Empat Dharma Sandaran:

『從今時,盡未來際身,
‘Mulaï saat ini, hingga akhir keberadaanku di masa datang:
歸依佛、    aku berlindung kepada Buddha,
歸依法、    aku berlindung kepada Dharma,
歸依賢聖僧、  aku berlindung kepada Ārya Saṅgha
歸依正法戒。』 aku berlindung kepada Śīla dari Dharma Sejati
        (Saddharma).’

Setelah melaksanakan Dharma (latihan), seseorang merealisasi Dharma (Nirvāṇa). Ia disebut seorang Buddha. Jadi, dapat dikatakan, Buddha terlahir dari Dharma; Buddha adalah manifestasi Dharma. “Buddha adalah Dharma, Dharma juga adalah Buddha,” tulis Sarvāstivāda-vinaya Vibhāṣā, “Saṅgha pun demikian.” Pada puncaknya Buddha dan Saṅgha kehilangan identitasnya, yang bermuara pada satu Dharma. Maka Perlindungan tertinggi Buddhis setepatnya adalah kepada Dharma. Lalu mengapakah rumusan Tiga Perlindungan bukan diawali dengan berlindung kepada Dharma?

Abhidharma Mahāvibhāṣā mengemukakan alasan karena Buddha adalah pemimpin Ajaran. Bilamana Buddha tidak membabarkan, maka Dharma pun tidak tertampilkan. Oleh sebab itu, berlindung kepada Buddha adalah yang pertama. Selain itu, rumusan Tiga Perlindungan (dan Empat Keyakinan yang Tak Tergoyahkan) memang ditransmisikan begitu dari guru ke murid secara turun-temurun dan telah menjadi tradisi.

Agar lebih jelas Abhidharma Mahāvibhāṣā memberi perumpamaan-perumpamaan, yang selengkapnya dapat dilihat di sini.




Minggu, 01 September 2019

Dua Aspek Dharmaratna


云何是法?八正道分 及 涅槃果,如來略說是法。
Apakah Dharma itu? Jalan Utama Beranggota Delapan dan Buah Nirvāṇa — itulah secara singkat yang Tathāgata katakan Dharma.

—— Śālistamba Sūtra 《佛說稻芉經》
(T. vol. 16, № 709 hlm. 817a)


ʜᴀʀᴍᴀʀᴀᴛɴᴀ, oknum kedua Triratna yang kepadanya kita pergi berlindung, memiliki dua aspek: sebagai pemotong nafsu dan sebagai keadaan bebas-nafsu. Dharma, sebagai keadaan bebas-nafsu, ialah Nirvāṇa itu sendiri. Nirvāṇa itu telah direalisasi oleh Buddha, lalu diajarkan-Nya kepada Saṅgha. Maka muncullah aspek kedua Dharmaratna: sebagai pemotong nafsu yang diajarkan Buddha (yang meliputi Latihan Berunsur Tiga: Śīla, Samādhi, dan Prajñā). Dalam skema Empat Kebenaran, Dharma yang direalisasi oleh Buddha (alias Nirvāṇa) merupakan yang ketiga, yakni Kebenaran Sejati tentang Akhir Penderitaan. Dharma yang diajarkan Buddha kepada Saṅgha merupakan yang keempat, yakni Kebenaran Sejati tentang Jalan untuk Mengakhiri Penderitaan.

Jadi, definisi “Dharma adalah ajaran Sang Buddha” kuranglah lengkap. Berlindung kepada Dharma berarti berlindung kepada Nirvāṇa, yang justru merupakan Perlindungan tertinggi. Buddha sendiri menjadikan Dharma sebagai guru, Buddha lahir dari Dharma. Dharma adalah ibu dari Buddha; dengan bersandar kepada Dharma, Buddha terlahir.

Penjelasan dari Sarvāstivāda-vinaya Vibhāṣā, yang dikutip oleh Vinayācārya Tao-hsüan (lihat bit.ly/2p64GKU), selengkapnya sbb.:

歸依法者。何所歸依,名歸依法?
“Berlindung kepada Dharma”. Apakah yang dijadikan objek berlindung sehingga disebut perlindungan kepada Dharma?

答曰:歸依語,迴轉斷欲、無欲盡諦涅槃。是名歸依法也。
Jawab: Pernyataan berlindung tersebut ditujukan kepada pemotong nafsu dan keadaan bebas-nafsu, yakni Nirvāṇa, yang merupakan Kebenaran Pengakhiran (nirodha satya). Inilah yang dinamakan perlindungan kepada Dharma.

問曰:為歸依自身盡處?他身盡處?
Tanya: Apakah berlindung kepada Pengakhiran [yang direalisasi] diri sendiri? Ataukah kepada Pengakhiran orang lain?

答曰:歸依自身盡處,亦他身盡處。是歸依法。
Jawab: Berlindung kepada Pengakhiran diri sendiri, juga kepada Pengakhiran orang lain. Demikianlah “berlindung kepada Dharma”.