Powered by Administrator

Translate

Rabu, 30 Oktober 2019

Bersandar pada Prātimokṣa merupakan Cara Membalas Budi Buddha


大師將涅槃  慈父有遺囑
四念處修道  當依木叉住

Menjelang nirvāṇa-Nya, sang Guru Agung,
sang Bapa yang Penyayang, mewasiatkan:
“Berlatihlah dalam Empat Penempatan Perenungan,
berdiamlah dalam sandaran [Prāti]mokṣa.”

—— Kuan-hsin lun 《觀心論》
(T. vol. 46, № 1920 hlm. 584b)


Guru besar T’ien-t’ai, Cʜɪʜ-ɪ, menyusun dalam bentuk gāthā Kuan-hsin lun (‘Risalah Pengamatan Batin’), guna membahas wejangan terakhir Buddha untuk berlatih dengan bersandar pada Empat Penempatan Perenungan (catuḥ smr̥tyupasthāna) dan berdiam dengan bersandar pada Prātimokṣa Saṃvara. Kᴜᴀɴ-ᴛɪɴɢ 灌頂, muridnya, membuat komentar atas risalah ini, 《觀心論疏》 (T. № 1921). Ia menjelaskan penerapan Smr̥tyupasthāna & Prātimokṣa dalam Kendaraan Kecil dan, terutama, dalam Kendaraan Besar. Walau terlihat singkat, namun kedua Dharma yang diwejangkan Buddha ini pada prinsipnya mencakup segala Pintu Dharma. Smr̥tyupasthāna, yang esensinya adalah kebijaksanaan, ibarat mata. Sedangkan Prātimokṣa, yang esensinya adalah moralitas, ibarat kaki. Dengan mengembangkan pembebasan (vimokṣa) melalui Smr̥tyupasthāna, seseorang mengumpulkan hiasan pemahaman (jñāna saṃbhāra). Dengan mengembangkan aktivitas (caryā) melalui Prātimokṣa, seseorang mengumpulkan hiasan jasa (puṇya saṃbhāra).

Mulaï bait ketiga dst. Cʜɪʜ-ɪ menceritakan sebuah perumpamaan yang tidak dapat kita identifikasi sumbernya (barangkali dikutip dari suatu avadāna). Komentar Kᴜᴀɴ-ᴛɪɴɢ (hlm. 589c) amat membantu memperjelas: Dahulu terdapatlah seorang raja yang sedang berpelesir dan merasa lelah. Ia hampir tertidur di tengah rerumputan. Seekor ular hendak memagutnya. Tatkala itu adalah seekor gagak putih yang mematuki sang raja untuk membangunkannya. Raja tersadar dan sesudahnya segera kembali ke istana. Dititahkannya para menterinya mencari gagak putih itu untuk membalas budinya. Para menteri menjawab: “Jikalau secara khusus kita mencari gagak putih, kita takkan dapat menemukannya. Apabila Raja berderma saja kepada segala gagak biasa secara universal, bukankah itu sama dengan membalas budi sang gagak putih?”

Gagak putih mengumpamaï para suci (ārya), khususnya Buddha. Gagak biasa mengumpamaï makhluk biasa (pr̥thagjana). Ular berbisa mengumpamaï ketiga racun: rāga, dveṣa, dan moha. Sedangkan raja mengumpamaï praktisi kebanyakan, yang terdiri atas empat kelompok siswa-siswi. Buddha berupaya mencerahkan kita agar terhindar dari gigitan ketiga racun kleśa. Sudah sepatutnya kita berterimakasih dan berupaya membalas budi-Nya. Akan tetapi, sebagai praktisi kebanyakan yang belum mengkontemplasikan kebijaksanaan melalui Smr̥tyupasthāna, kita melekat pada trikotomi bahwa Buddha, makhluk lain, dan diri sendiri adalah berbeda. Dalam berderma kita memilah-milah benih secara tidak samarata, untuk ditanam di ladang yang subur (para suci) atau yang kurang subur (makhluk biasa). Ini seperti raja yang bingung memutuskan untuk berderma kepada gagak putih atau gagak hitam.

Kebalikannya dapat kita lihat pada Bodhisattva Sadāparibhūta 常不輕 yang, dikisahkan dalam Saddharmapuṇḍarīka Sūtra, memiliki keyakinan sempurna sehingga tidak pernah meremehkan makhluk mana pun, dan bernamaskāra kepada semua orang seraya berkata: “Anda sekalian adalah Buddha!” Upāsaka Vimalakīrti 維摩詰 juga membagi kalung berumbai yang diterimanya, lalu mendermakannya kepada pengemis terhina di kota dan kepada Tathāgata Duṣprasaha secara samarata. Mengapakah para bodhisattva dapat bertindak sedemikian? Karena mereka telah berdiam dengan bersandar pada Prātimokṣa sehingga tidak lagi membuat pembedaan ladang yang subur dan yang kurang subur. Bahkan tiada lagi pembedaan antara diri sendiri dengan orang lain. Semua ladang adalah baik; membina diri sendiri sama dengan menghantarkan semua makhluk menuju Kebuddhaan.


Maka Kᴜᴀɴ-ᴛɪɴɢ selanjutnya (hlm. 590a) mengomentari:

經云:「依教修行,名報佛恩。」能助佛宣化,亦名報於聖恩。
Sūtra mengatakan: “Berlatih mempraktikkan sesuai Ajaran, itulah yang dinamakan membalas budi Buddha.” Mampu membantu Buddha menyebarkan pengajaran-Nya pun termasuk membalas budi kepada para suci.

而今行者依念處觀慧、依木叉而住,即是依教修行,名報佛恩。
Sekarang, seorang praktisi yang mengkontemplasikan kebijaksanaan dengan bersandar pada Smr̥tyupasthāna, yang berdiam dengan bersandar pada Prātimokṣa, adalah telah berlatih mempraktikkan sesuai Ajaran, dan dapat dinamakan membalas budi Buddha.

復能以己之行,化導一切眾生,即是普施烏鴉之食,能報白鴉之恩也。
Dan lagi ia, yang dengan praktik pribadinya mampu merubah dan membimbing semua makhluk, telah secara universal memberi makan segala gagak biasa, dan dapat membalas budi sang gagak putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar