Powered by Administrator

Translate

Senin, 20 Agustus 2018

Kedudukan Pelaksana Delapan Śīla dalam Masyarakat Buddhis

Di manakah kedudukan pelaksana Delapan Śīla dalam masyarakat Buddhis? Soal–jawab dari Sarvāstivāda-vinaya Vibhāṣā 《薩婆多毘尼毘婆沙》 (T. vol. 23, № 1440 hlm. 508c–509a) berikut dapat memperjelas:

問曰:夫以齋法過中不食,乃有九法。何故八事得名?
Tanya: Aturan Puasa (upavāsa), yang tidak makan selepas tengah hari, sebetulnya ada sembilan. Mengapakah namanya hanya disebut berunsur delapan?

答曰:齋法以過中不食為體,以八事助成齋體,共相支持,名八支齋法。是故!言八齋,不云九也。
Jawab: Aturan Puasa terdiri atas tidak makan selepas tengah hari sebagai batang tubuhnya serta delapan unsur pendukung yang menjadi anggota, yang bersama-sama menyusun tubuh upavāsa, sehingga dinamakan Aturan Puasa Beranggota Delapan (aṣṭāṅga samanvāgata upavāsa śīla). Oleh karenanya dikatakan Puasa berunsur delapan, bukan sembilan!

若受八戒人,於七眾中,為在何眾?
Di antara ketujuh kelompok [siswa-siswi Buddhis], orang yang menerima Delapan Śīla termasuk kelompok mana?

雖不受終身戒,以有一日一夜戒故,應名優婆塞。
Meskipun tidak menerima disiplin seumur hidup, namun karena disiplinnya untuk sehari semalam, semestinya mereka dinamakan upāsaka.

有云:「若名優婆塞,無終身戒。若非優婆塞,有一日一夜戒。」但名中間人
Ada yang mengatakan: “Jikalau mereka disebut upāsaka, mereka tidak memiliki disiplin seumur hidup. Tetapi, jikalau mereka bukan upāsaka, mereka berdisiplin untuk sehari semalam.” — Maka mereka hanya dapat disebut “orang yang di tengah-tengah”.

問曰:若七眾外,有波羅提木叉戒不?
Tanya: Di luar [disiplin] ketujuh kelompok, adakah disiplin Prātimokṣa lainnya?

答曰:有,八齋是。以是義推:若受八戒,不在七眾也。
Jawab: Ada, yakni [disiplin] Puasa berunsur delapan. Dari prinsip ini dapat disimpulkan: mereka yang menerima Delapan Śīla tidak berada dalam salah satu dari ketujuh kelompok.

Jadi, jelas pelaksana Delapan Śīla bukan awam dalam arti selayaknya perumahtangga biasa. Akan tetapi, ia juga tidak tergolong anggota monastik. Delapan Śīla, sebagai sebuah disiplin Prātimokṣa yang spesial, tidak mentransformasikan substansi disiplin seorang upāsaka yang sudah ia miliki sebelumnya. Ini berbeda dengan apabila ia menjadi śrāmaṇera dan mengambil Sepuluh Śīla. Substansi Lima Śīla yang dimilikinya akan mengalami transformasi dan bersatu menjadi komponen dari substansi disiplin śrāmaṇera (lihat posting sebelumnya berikut ilustrasinya di akhir). Dengan kata lain, jikalau seorang upāsaka yang sudah mengambil Lima Śīla lalu mengambil Delapan Śīla, maka dua saṃvara avijñapti berbeda terbentuk dalam dirinya. Karena memiliki substansi Lima Śīla dan Delapan Śīla, ia adalah seorang upāsaka, namun di saat bersamaan ia juga bukan. Ketika jangka penekunannya selesai — setelah sehari semalam, misalnya — substansi Delapan Śīla-nya kedaluwarsa dan secara otomatis rontok, sedangkan substansi Lima Śīla-nya tidak terpengaruh sama sekali dan tetap utuh.

Bagaimanakah jika seseorang belum pernah mengambil Lima Śīla, tetapi langsung mengambil Delapan Śīla? Baik Vaibhāṣika maupun Sautrāntika membolehkan hal ini; substansi Delapan Śīla terbentuk asalkan seseorang sudi berlindung kepada Triratna. Bagi Vaibhāṣika, ia bukan upāsaka sebab tidak memiliki substansi Lima Śīla. Ia juga bukan anggota monastik. Tetapi, karena ia memiliki disiplin — walaupun hanya sehari semalam — terpaksa ia disebut “orang yang di tengah-tengah” seperti kutipan di atas. Sementara itu, bagi Sautrāntika ia adalah upāsaka sebab, sebagaimana disebutkan dalam Mahānāma Sūtra, seorang awam yang pergi berlindung kepada Triratna sudah berhak disebut upāsaka. Bagi Vaibhāṣika, setelah jangka penekunannya selesai, ia menjadi orang yang berlindung kepada Triratna, yang tidak mempunyaï kedudukan dalam masyarakat Buddhis. Sedangkan bagi Sautrāntika, ia menjadi seorang upāsaka tanpa disiplin (aparipūrṇakārin).

Sistém Sautrāntika membolehkan pengambilan Delapan Śīla dalam sekali waktu untuk seumur hidup, sementara Vaibhāṣika melarangnya. Menurut Vaibhāṣika, karena substansi Delapan Śīla hanya dapat bertahan sehari semalam, maka seseorang yang hendak melaksanakannya seumur hidup harus mengulangi pengambilannya setiap hari. Jawaban Vimalākṣa untuk pertanyaan ⑪ dari bab XV Kitab Lima Ratus Pertanyaan mencerminkan pandangan ini:

問:頗有八戒白衣不?
Tanya: Sungguhkah ada umat awam berjubah putih pelaksana Delapan Śīla (sebagai śīla permanen)?

答:無。唯有八關齋。
Jawab: Tidak ada. Hanya ada Delapan Śīla dalam penekunan upavasatha.

Di balik segala keleluasaan penekunannya, Delapan Śīla tetap merupakan sebuah disiplin Prātimokṣa, yakni disiplin pengarah Pembebasan yang ditetapkan oleh Buddha sendiri. Justru yang patut kita cermati adalah munculnya berbagai disiplin yang bersifat kuasi-Buddhis. Inovasi yang diciptakan di Indonesia, misalnya, adalah apa yang disebut Pandita Śīla. Institusi pandita bukan dibentuk oleh Buddha. Buddha hanya menetapkan tujuh kelompok kemasyarakatan Buddhis (bhikṣu, bhikṣuṇī, śikṣamāṇā, śrāmaṇera, śrāmaṇerī, upāsaka, upāsikā), masing-masing dengan disiplinnya sendiri-sendiri. Lantas dari mana śīla-śīla pandita ini berasal? Kita tidak bisa dengan seenaknya membuat-buat suatu disiplin, dan menamaïnya Śīla, walaupun disiplin itu kelihatan bagus.

Dalam tradisi tertentu, terdapat wanita yang menerima Sepuluh Śīla tetapi tidak menjadi śrāmaṇerī (dikenal dengan istilah sīla-rhaṅ‘ dll.). Padahal Buddha menetapkan cuma disiplin śrāmaṇera/śrāmaṇerī-lah yang terdiri atas sepuluh langkah latihan (śikṣāpada). Jadi, disiplin manakah yang sebetulnya mereka terima? Bukan berarti bahwa semakin banyak langkah latihan semakin baik — sebab disiplin non-Buddhis pun seringkali mengandung banyak aturan yang lebih ketat daripada Buddhis — tetapi, apakah benar disiplin tersebut memang ditetapkan oleh Buddha sebagai Prātimokṣa bagi umat awam.

Contoh lain lagi adalah pemberian Aturan Puasa Beranggota Sembilan (navaṅga uposatha). Ini menunjukkan ketidakmengertian karena menganggap pengembangan cinta-kasih sebagai sebuah langkah latihan, beserta dengan delapan lainnya. Kita tahu bahwa disiplin Prātimokṣa hanya mengatur penghindaran kejahatan jasmani dan ucapan (lihat di sini). Apabila pengembangan cinta-kasih dianggap sebagai sebuah śīla, maka nyaris setiap saat kita akan selalu melakukan pelanggaran sebab mustahil mempertahankannya dalam pikiran selama 24 jam penuh!

Kasus yang paling kontroversial barangkali terjadi pada seorang guru meditasi terkenal yang merombak 250 langkah latihan dari Bhikṣu Prātimokṣa karena menganggapnya tidak relevan lagi. Untuk keadaan sulit, Vinaya Piṭaka memberikan banyak dispensasi dalam penerapan Śīla. Namun, tidak seorang pun selain Buddha sendiri yang berhak mengubah-ubahnya dengan seenaknya. Bagaimana kita bisa yakin disiplin yang diterima dari guru meditasi tersebut dapat mengarahkan kepada Pembebasan bilamana itu bukan Prātimokṣa yang bersumber dari Buddha sendiri? Maka di zaman modern ini kita harus berhati-hati sekali dalam menerima suatu disiplin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar