Budi besar pertama Buddha yang disebutkan Guru Nasional Ch’ing-liang adalah karena tekad-Nya yang hendak menguniversalkan karya penyelamatan-Nya. Bilakah altruisme tersebut mulaï dikembangkan? Seringkali diceritakan bahwa Ia merintis kariér Kebodhisattvaan-Nya tiga asaṅkhyeyakalpa lampau semenjak mengucapkan tekad di hadapan seorang Buddha lain yang juga bernama (Mahā) Śākyamuni.
Kata asaṅkhyeya secara harfiah berarti ‘tiada terhitung’ (無數). Bagaimana bisa ketiadaterhitungan dijadikan unit bilangan, bahkan bernilai tiga? Pada penjelasan untuk bait 93d dari bab III Abhidharmakośa 《阿毘達磨俱舍論》 (T. vol. 29, № 1558 hlm. 63b-c), Vasubandhu mengutip sebuah muktaka sūtra 解脫經 (‘sūtra lepas’, yakni sūtra yang tidak terkelompokkan dalam āgama/nikāya mana pun):
Perhitungannya dimulaï dari 1 (=10⁰) sebagai unit terendah, 10 (=10¹) sebagai unit berikutnya, 100 (=10²) dst. … hingga berakhir dengan 1 asaṅkhyeya (=10⁵⁹) sebagai unit tertinggi. Sementara itu, kalpa adalah jangka waktu yang sudah pernah kita bahas, yang dapat dibedakan menjadi: kalpa kecil, kalpa menengah, dan kalpa besar (mahākalpa). Adapun yang dirujuk oleh “tiga asaṅkhyeyakalpa” (三阿僧祇劫) sejatinya bermaksud 3×10⁵⁹ mahākalpa (三無數大劫). Maka dapatlah kita bayangkan berapa lamanya tiga asaṅkhyeyakalpa itu!
Nāgārjuna menjelaskan di bab I-8 Mahāprajñāpāramitā Upadeśa 《大智度論》 (T. vol. 25, № 1509 hlm. 87a):
Penjelasan di atas adalah berdasarkan tradisi Sarvāstivāda seperti tercatat dalam jilid 178 komentar besar abhidharma-nya, Mahāvibhāṣā 《阿毘達磨大毘婆沙論》 (T. vol. 27, № 1545 hlm. 892c), di mana pada asaṅkhyeyakalpa pertama Sang Bodhisattva melayani 75.000 Buddha, pada asaṅkhyeyakalpa kedua 76.000 Buddha, dan pada asaṅkhyeyakalpa ketiga 77.000 Buddha. Hal ini juga diikuti Vasubandhu di bait 109–112 bab IV Abhidharmakośa Bhāṣya 《阿毘達磨俱舍論》 (T. vol. 29, № 1558 hlm. 95a–b).
Tiga asaṅkhyeyakalpa merupakan waktu Sang Bodhisattva menyempurnakan empat pāramitā: dāna, śīla, kṣanti, dan vīrya (dua pāramitā sisanya, dhyāna dan prajñā, baru benar-benar sempurna ketika Beliau memasuki Vajropama Samādhi 金剛喻定 sesaat sebelum mencapai Bodhi). Melewati tiga asaṅkhyeyakalpa, sebetulnya masih ada 100 mahākalpa tambahan (三僧祇百大劫) yang harus diselesaikannya untuk mengumpulkan jasa-jasa demi terbentuknya tiga puluh dua ciri orang agung (dvātriṃśan mahāpuruṣa-lakṣaṇa). Namun, tidak seperti bodhisattva-bodhisattva lain, sembilan mahākalpa dilompati Bodhisattva kita berkat ketekunannya menyempurnakan semangat (vīrya) dengan berdiri tujuh hari tujuh malam memandangi Tathāgata Tiṣya sambil memuji-Nya dalam satu bait “Eka Gāthā” yang terkenal. Akibat jasa-jasa ini, ia hanya memerlukan 91 mahākalpa untuk menyempurnakan tiga puluh dua ciri, berawal dari zaman Buddha Vipaśyin.
Sebagaimana umum diketahui, teori penyempurnaan enam pāramitā sudah diajukan oleh mazhab Sarvāstivāda dan bukan khas milik Mahāyāna saja. Dalam Mahāyāna Saṅgraha 《攝大乘論本》 (‘Kompendium Kendaraan Besar’, T. vol. 31, № 1594 hlm. 146a–b) barulah terdapat teori lain yang dijelaskan Asaṅga:
Istilah bhūmi berarti ‘tingkatan’ dan bisa merujuk tingkatan-tingkatan spiritual mana pun secara umum. Akan tetapi, Sepuluh Jenjang terakhir yang akan dicapai seorang bodhisattva sebelum menjadi Buddha secara khusus juga disebut Daśa Bhūmi (akan kita eja dengan B kapital). Sederhananya, Asaṅga menjelaskan bahwa seorang bodhisattva akan menyempurnakan segala praktik pra-Bhūmi pada asaṅkhyeyakalpa pertama dan mencapai Bhūmi Kesatu begitu memasuki asaṅkhyeyakalpa kedua. Pada asaṅkhyeyakalpa kedua ia akan menyempurnakan segala praktik Bhūmi-Bhūmi yang lebih rendah secara berurutan (atau mungkin juga langsung melompat ke Bhūmi Keenam atau Ketujuh tergantung perbekalan pāramitā-nya). Ia akan menyelesaikan semuanya dan mencapai Bhūmi Kedelapan begitu memasuki asaṅkhyeyakalpa ketiga. Demikian seterusnya hingga ia mencapai Kebuddhaan setelah genap tiga asaṅkhyeyakalpa.
Seratus mahākalpa tambahan tampaknya tidak dikenal dalam teks-teks Mahāyāna. Dalam Upāsaka Śīla Sūtra bab VI, “Pengembangan Karma bagi Tiga Puluh Dua Ciri” 《優婆塞戒經·修三十二相業品》 (T. vol. 24, № 1488 hlm. 1039a), dikatakan:
Di sini adalah Kāśyapa (alih-alih Vipaśyin) yang menjadi Buddha terakhir dalam asaṅkhyeyakalpa ketiga. Dengan demikian tiada lagi jeda 100 atau 91 mahākalpa sebagai waktu khusus untuk mengembangkan karma bagi diperolehnya tiga puluh dua ciri. Upāsaka Śīla Sūtra selanjutnya menceritakan urut-urutan ciri mana yang berhasil diperoleh lebih dahulu. [Bulu] mata bagai raja sapi (gopakṣma netra) merupakan ciri yang pertama sebab selama kehidupan-kehidupan yang tak terukur Sang Bodhisattva senantiasa gemar bermata baik, dengan ramah memandang makhluk lain.
Kata asaṅkhyeya secara harfiah berarti ‘tiada terhitung’ (無數). Bagaimana bisa ketiadaterhitungan dijadikan unit bilangan, bahkan bernilai tiga? Pada penjelasan untuk bait 93d dari bab III Abhidharmakośa 《阿毘達磨俱舍論》 (T. vol. 29, № 1558 hlm. 63b-c), Vasubandhu mengutip sebuah muktaka sūtra 解脫經 (‘sūtra lepas’, yakni sūtra yang tidak terkelompokkan dalam āgama/nikāya mana pun):
六十數中,阿僧企耶是其一數。
Di antara enam puluh unit, asaṅkhyeya adalah unit kesatunya (ṣaṣṭiḥ sthānāntarāṇy asaṃkhyeyam).
Perhitungannya dimulaï dari 1 (=10⁰) sebagai unit terendah, 10 (=10¹) sebagai unit berikutnya, 100 (=10²) dst. … hingga berakhir dengan 1 asaṅkhyeya (=10⁵⁹) sebagai unit tertinggi. Sementara itu, kalpa adalah jangka waktu yang sudah pernah kita bahas, yang dapat dibedakan menjadi: kalpa kecil, kalpa menengah, dan kalpa besar (mahākalpa). Adapun yang dirujuk oleh “tiga asaṅkhyeyakalpa” (三阿僧祇劫) sejatinya bermaksud 3×10⁵⁹ mahākalpa (三無數大劫). Maka dapatlah kita bayangkan berapa lamanya tiga asaṅkhyeyakalpa itu!
Buddha Dīpaṅkara memberikan prediksi kepada Sang Bodhisattva (dipanggil Megha, Sumedha, atau Sumati menurut tradisi tekstual yang berbeda-beda) |
Nāgārjuna menjelaskan di bab I-8 Mahāprajñāpāramitā Upadeśa 《大智度論》 (T. vol. 25, № 1509 hlm. 87a):
如是菩薩一阿僧祇過,還從一起。
Demikianlah bodhisattva, setelah sebuah asaṅkhyeya berlalu, ia kembali memulaï dari [mahākalpa] kesatu (pada asaṅkhyeya berikutnya).
初阿僧祇中,心不自知:「我當作佛?不作佛?」;
Dalam asaṅkhyeya pertama batinnya tidak mengetahui dirinya sendiri: “Akankah aku menjadi Buddha? atau tidak menjadi Buddha?”;
二阿僧祇中,心雖能知:「我必作佛」,而口不稱:「我當作佛」;
dalam asaṅkhyeya kedua, meskipun batinnya mampu mengetahui: “Aku pasti menjadi Buddha”, namun mulutnya tidak mengucap: “Aku akan menjadi Buddha”;
三阿僧祇中,心了了自知得作佛,口自發言,無所畏難:「我於來世當作佛!」
dalam asaṅkhyeya ketiga batinnya paham-memahami, mengetahui dirinya sendiri dapat menjadi Buddha, dan mulutnya menguncarkan perkataan tanpa kesukaran yang ditakuti: “Di masa mendatang aku akan menjadi Buddha!”
釋迦文佛,從過去釋迦文佛到剌那尸棄佛,為初阿僧祇;是中菩薩永離女人身。
Śākyamuni menuruti Buddha Śākyamuni purba hingga Buddha Ratnaśikhin dalam asaṅkhyeya pertama; di sana Sang Bodhisattva selamanya terbebas dari [kelahiran dengan] tubuh sebagai wanita.
從剌那尸棄佛至燃燈佛,為二阿僧祇;是中菩薩七枚青蓮華供養燃燈佛,敷鹿皮衣,布髮掩泥;是時燃燈佛便授其記:「汝當來世作佛,名釋迦牟尼。」
Diturutinya Buddha Ratnaśikhin hingga Buddha Dīpaṅkara dalam asaṅkhyeya kedua; di sana Sang Bodhisattva mempersembahkan tujuh kuntum bunga teratai biru kepada Buddha Dīpaṅkara, menebarkan jubah kulit rusanya, menguraikan rambutnya guna menutupi lumpur; dan saat itu Buddha Dīpaṅkara lalu memberinya prediksi: “Di masa mendatang engkau akan menjadi Buddha yang bernama Śākyamuni.”
從燃燈佛至毘婆尸佛,為第三阿僧祇。
Diturutinya Buddha Dīpaṅkara hingga Buddha Vipaśyin dalam asaṅkhyeya ketiga.
若過三阿僧祇劫,是時菩薩種三十二相業因緣。
Selewat tiga asaṅkhyeyakalpa merupakan saat bagi Sang Bodhisattva menanam sebab dan kondisi karma [untuk memperoleh] tiga puluh dua ciri.
Penjelasan di atas adalah berdasarkan tradisi Sarvāstivāda seperti tercatat dalam jilid 178 komentar besar abhidharma-nya, Mahāvibhāṣā 《阿毘達磨大毘婆沙論》 (T. vol. 27, № 1545 hlm. 892c), di mana pada asaṅkhyeyakalpa pertama Sang Bodhisattva melayani 75.000 Buddha, pada asaṅkhyeyakalpa kedua 76.000 Buddha, dan pada asaṅkhyeyakalpa ketiga 77.000 Buddha. Hal ini juga diikuti Vasubandhu di bait 109–112 bab IV Abhidharmakośa Bhāṣya 《阿毘達磨俱舍論》 (T. vol. 29, № 1558 hlm. 95a–b).
Tiga asaṅkhyeyakalpa merupakan waktu Sang Bodhisattva menyempurnakan empat pāramitā: dāna, śīla, kṣanti, dan vīrya (dua pāramitā sisanya, dhyāna dan prajñā, baru benar-benar sempurna ketika Beliau memasuki Vajropama Samādhi 金剛喻定 sesaat sebelum mencapai Bodhi). Melewati tiga asaṅkhyeyakalpa, sebetulnya masih ada 100 mahākalpa tambahan (三僧祇百大劫) yang harus diselesaikannya untuk mengumpulkan jasa-jasa demi terbentuknya tiga puluh dua ciri orang agung (dvātriṃśan mahāpuruṣa-lakṣaṇa). Namun, tidak seperti bodhisattva-bodhisattva lain, sembilan mahākalpa dilompati Bodhisattva kita berkat ketekunannya menyempurnakan semangat (vīrya) dengan berdiri tujuh hari tujuh malam memandangi Tathāgata Tiṣya sambil memuji-Nya dalam satu bait “Eka Gāthā” yang terkenal. Akibat jasa-jasa ini, ia hanya memerlukan 91 mahākalpa untuk menyempurnakan tiga puluh dua ciri, berawal dari zaman Buddha Vipaśyin.
Sebagaimana umum diketahui, teori penyempurnaan enam pāramitā sudah diajukan oleh mazhab Sarvāstivāda dan bukan khas milik Mahāyāna saja. Dalam Mahāyāna Saṅgraha 《攝大乘論本》 (‘Kompendium Kendaraan Besar’, T. vol. 31, № 1594 hlm. 146a–b) barulah terdapat teori lain yang dijelaskan Asaṅga:
復次!凡經幾時修行諸地可得圓滿?
Selanjutnya lagi, melalui berapa waktukah sehingga pengembangan praktik berbagai tingkatan (bhūmi) boleh dapat sempurna?
有五補特伽羅,經三無數大劫。
Ada lima pudgala yang melalui tiga kalpa besar tiada terhitung (asaṅkhyeyakalpa).
謂:
Yakni:
勝解行補特伽羅,經初無數大劫修行圓滿;
① pudgala yang melaksanakan praktik kebebasan-unggul (adhimukti caryā), setelah melalui kalpa besar tiada terhitung pertama, pengembangannya akan sempurna;
清淨增上意樂行補特伽羅 及 有相行、無相行補特伽羅——於前、六地、及第七地——經第二無數大劫修行圓滿;
② pudgala yang melaksanakan praktik pemurnian kecenderungan-mental-yang-tertingkatkan (śuddhādhyāśaya caryā) serta pudgala yang melaksanakan ③ praktik dengan tanda (nimitta caryā) dan ④ praktik tanpa tanda (animitta caryā) — [yakni, berturut-turut: mereka yang berada] di Jenjang-Jenjang sebelum, VI, dan VII — setelah melalui kalpa besar tiada terhitung kedua, pengembangannya akan sempurna;
即此無功用行補特伽羅,從此已上至第十地,經第三無數大劫修行圓滿。
⑤ maka pudgala ini yang melaksanakan praktik tanpa-perlu-usaha-lagi (anābhoga caryā), dari sini (Jenjang VIII) ke atas hingga Jenjang X, setelah melalui kalpa besar tiada terhitung ketiga, pengembangannya akan sempurna.
Istilah bhūmi berarti ‘tingkatan’ dan bisa merujuk tingkatan-tingkatan spiritual mana pun secara umum. Akan tetapi, Sepuluh Jenjang terakhir yang akan dicapai seorang bodhisattva sebelum menjadi Buddha secara khusus juga disebut Daśa Bhūmi (akan kita eja dengan B kapital). Sederhananya, Asaṅga menjelaskan bahwa seorang bodhisattva akan menyempurnakan segala praktik pra-Bhūmi pada asaṅkhyeyakalpa pertama dan mencapai Bhūmi Kesatu begitu memasuki asaṅkhyeyakalpa kedua. Pada asaṅkhyeyakalpa kedua ia akan menyempurnakan segala praktik Bhūmi-Bhūmi yang lebih rendah secara berurutan (atau mungkin juga langsung melompat ke Bhūmi Keenam atau Ketujuh tergantung perbekalan pāramitā-nya). Ia akan menyelesaikan semuanya dan mencapai Bhūmi Kedelapan begitu memasuki asaṅkhyeyakalpa ketiga. Demikian seterusnya hingga ia mencapai Kebuddhaan setelah genap tiga asaṅkhyeyakalpa.
Seratus mahākalpa tambahan tampaknya tidak dikenal dalam teks-teks Mahāyāna. Dalam Upāsaka Śīla Sūtra bab VI, “Pengembangan Karma bagi Tiga Puluh Dua Ciri” 《優婆塞戒經·修三十二相業品》 (T. vol. 24, № 1488 hlm. 1039a), dikatakan:
「善男子。我於往昔寶頂佛所,滿足第一阿僧祇劫;然燈佛所,滿足第二阿僧祇劫;迦葉佛所,滿足第三阿僧祇劫。
“Putra berbudi, beranjak ke zaman dahulu, di tempat Buddha Ratnaśikhin Aku menggenapi asaṅkhyeyakalpa pertama; di tempat Buddha Dīpaṅkara Aku menggenapi asaṅkhyeyakalpa kedua; di tempat Buddha Kāśyapa Aku menggenapi asaṅkhyeyakalpa ketiga.
「善男子。我於往昔釋迦牟尼佛所,始發阿耨多羅三藐三菩提心。發是心已,供養無量恒沙諸佛,種諸善根,修道持戒,精進多聞。」
“Putra berbudi, beranjak ke zaman dahulu, di tempat Buddha Śākyamuni Aku mulaï membangkitkan batin Anuttara Samyak-saṃbodhi. Setelah membangkitkan batin tersebut, Aku memuja para Buddha yang tidak terukur seumpama butir-butir pasir Sungai Gaṅgā, menanam berbagai akar kebaikan, mengembangkan Jalan dan memegang Śīla, bersemangat dan banyak mendengar.”
Di sini adalah Kāśyapa (alih-alih Vipaśyin) yang menjadi Buddha terakhir dalam asaṅkhyeyakalpa ketiga. Dengan demikian tiada lagi jeda 100 atau 91 mahākalpa sebagai waktu khusus untuk mengembangkan karma bagi diperolehnya tiga puluh dua ciri. Upāsaka Śīla Sūtra selanjutnya menceritakan urut-urutan ciri mana yang berhasil diperoleh lebih dahulu. [Bulu] mata bagai raja sapi (gopakṣma netra) merupakan ciri yang pertama sebab selama kehidupan-kehidupan yang tak terukur Sang Bodhisattva senantiasa gemar bermata baik, dengan ramah memandang makhluk lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar