Powered by Administrator

Translate

Minggu, 05 Januari 2020

Sepuluh Budi Besar Buddha

Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Apa lagikah jasa-jasa Buddha, yang bersedia datang ke dunia yang diliputi lima kekeruhan ini, yang tidak kita kenali?

Sepuluh budi besar Buddha disebutkan oleh Guru Nasional Ch’ing-liang 清涼國師 (737–838), patriark keempat Sekolah Hua-yen, yang mengulas Gocarapariśuddhi Sūtra 〈淨行品〉 dalam komentar Avataṃsaka LXXX-nya 《大方廣佛華嚴經疏》 (T. vol. 35, № 1735 hlm. 617a). Hal ini ia jelaskan lebih lanjut dalam subkomentar yang juga dikarangnya sendiri, Rangkuman Pemaparan Makna turutan Komentar Avataṃsaka 《大方廣佛華嚴經隨疏演義鈔》 (T. vol. 36, № 1736 hlm. 265a), sbb.:

  1. Budi besar karena bertekad menguniversalkan [karya penyelamatan-Nya] 發心普被恩

    Sewaktu Tathāgata membangkitkan bodhicitta pertama kali, Ia bertekad hendak menguniversalkan bagi semua makhluk di Dharmadhātu segala praktik unggul yang dikembangkan-Nya, segala jasa yang dicapai-Nya, agar semua beroleh manfaat dan kebahagiaan.

  2. Budi besar karena mempraktikkan pertapaan keras (duṣkara caryā) yang sukar dilaksanakan 難行苦行恩

    Tathāgata telah mengorbankan kepala, mata, sumsum, otak, wilayah kekuasaan, bahkan anak dan istri-Nya di berbagai kehidupan lampau-Nya. Ia memotong-motong daging-Nya untuk dijadikan seribu pelita, menggerus tulang-Nya untuk dijadikan bubuk dupa, melemparkan tubuh-Nya sebagai santapan harimau, menerjunkan diri-Nya dari puncak salju demi menguntungi semua makhluk.

  3. Budi besar karena altruisme-Nya yang mutlak 一向為他恩

    Dalam mengumpulkan berbagai jasa, Ia tidak mempedulikan tubuh atau nyawa-Nya, namun semata-mata hendak menolong membebaskan semua makhluk. Belum pernah sedetik pun Ia memikirkan diri-Nya sendiri.

    Sūtra mengatakan:

    菩薩所修功德行  不為自己及他人
    但以最上智慧心  利益眾生故迴向

    Praktik-praktik berjasa yang dikembangkan Bodhisattva
    bukanlah demi diri-Nya sendiri atau orang lain (tertentu).
    Hanya dengan batin kebijaksanaan yang tiada taralah
    Ia mendedikasikannya, sebab hendak menguntungi makhluk hidup.

    —— Bandingkan Avataṃsaka LXXX jilid 31

    (T. vol. 10, № 279 hlm. 169c)


  4. Budi besar karena nuzul-Nya ke enam jalur kelahiran 垂形六道恩

    Meskipun telah merealisasi Jalan dan layak menerima kebahagiaan Pemadaman yang Tak Terkondisi, Tathāgata tidak pasif berdiam dalam Nirvāṇa tanpa mengacuhkan dunia sama sekali. Dengan berbagai tubuh transformasi, Ia nuzul ke antara dewa dan manusia di enam jalur kelahiran, bahkan sudi memasuki neraka atau alam-alam penderitaan lainnya.

  5. Budi besar karena pendampingan-Nya kepada semua makhluk 隨逐眾生恩

    Apabila budi besar sebelumnya berkenaan dengan tempat, maka budi besar ini berkenaan dengan waktu.

    Karena ikatan kecintaan satu sama lain yang begitu kuat, setiap makhluk terlibat dalam beragam hubungan personal — misalnya: menjadi orangtua–anak dsb. — sehingga sukar membangkitkan semangat pertolakan (naiṣkramya). Tathāgata rela ikut terjun ke dalam arus saṃsāra dan mendampingi setiap makhluk dari kelahiran ke kelahiran, bahkan hingga berkalpa-kalpa. Bagaikan induk yang membimbing pedet agar berangsur-angsur dapat disapih dan berhenti menyusu, Ia membimbing semua makhluk agar berangsur-angsur mapan dalam aneka praktik dan memasuki Pintu Pembebasan.

  6. Budi besar karena belas-kasih agung-Nya yang mendalam 大悲深重恩

    Melihat semua makhluk yang menderita, Tathāgata turut berdukacita. Walaupun tahu bahwa penderitaan itu berasal dari perbuatan tak baik makhluk-makhluk itu sendiri, batin-Nya terusik, dan dibangkitkan-Nya belas-kasih agung untuk segera menolong mereka.

    Tentang hal ini, Pemuda Sudhana 善財童子 pernah berkata kepada Dewi Aśokaśrī 無憂德神 yang menyambutnya di muka Kota Kapilavastu:

    「聖者。譬如有人唯有一子,愛念情至,忽見被人割截支體,其心痛切不能自安。
    “Dewi, ibarat seseorang yang memiliki anak tunggal, yang teramat dicintaïnya, tiba-tiba melihat anggota badan anak tersebut dipenggal orang, tentu akan sakitlah hatinya tersayat-sayat dan tidak dapat merasa tenteram.

    菩薩摩訶薩亦復如是!見諸眾生造煩惱業,墮三惡趣受種種苦,心大憂惱。
    Bodhisattva Mahāsattva juga demikian! Melihat semua makhluk yang membuat aneka karma karena kekotoran batin, sehingga jatuh ke tiga jalur rendah serta menerima berbagai penderitaan, batin-Nya sangat berdukacita dan terusik.

    若見眾生起身、語、意三種善業,生人天趣,受身心樂,菩薩爾時生大歡喜。」
    [Sebaliknya,] jikalau melihat semua makhluk yang melakukan tiga jenis karma baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, sehingga lahir di jalur manusia dan dewa serta menerima kebahagiaan jasmaniah dan batiniah, Bodhisattva pada saat itu akan sangat bersukacita.”

    —— Lihat Avataṃsaka LXXX jilid 75

    (T. vol. 10, № 279 hlm. 405c–406a)


    Budi besar pada poin ini secara singkat hanya mengangkat belas-kasih-Nya yang mendalam, padahal keturutsukacitaan-Nya juga mendalam.

  7. Budi besar karena menyembunyikan keunggulan-Nya dan tampil hina 隱勝彰劣恩

    Meskipun sejatinya telah lama mencapai Pencerahan Sempurna, namun Tathāgata menyembunyikan kebajikan tiada akhir dari wujud saṃbhogakāya-Nya yang terunggul. Hanya bagi para bodhisattva agung seperti Samantabhadra dkk. sajalah Ia membabarkan ajaran eksklusif Kendaraan Besar dalam wujud tersebut, sebagaimana pada Persamuhan Avataṃsaka di (Padma)kusumatala-garbha-vyūhālaṃkāra-lokadhātu-samudra berlipat sepuluh 十蓮華藏莊嚴世界海 — di mana, bahkan, tetesan air samudra yang terkandung dalam sebutir debunya pun sukar didefinisikan. Oleh sebab itu, bagi pengikut Dua Kendaraan dan para bodhisattva pemula, Ia nuzul menjadi manusia biasa yang tubuh fisis-Nya dihiasi 32 ciri insan agung, dan seolah-olah baru menyempurnakan tubuh Dharma beragregat lima-Nya di bawah pohon bodhi.

    Agar ajaran-Nya dapat diterima, Ia tampil sebagai petapa, sama seperti lima bhikṣu pertama-Nya. Maka pada “Perumpamaan Anak yang Hilang” dalam Saddharmapuṇḍarīka Sūtra Ia diibaratkan dengan orang kaya yang melepas segala perhiasannya, mengenakan pakaian lusuh dan kumal, lalu mengambil perlengkapan untuk membersihkan kotoran dan bergabung menghampiri anaknya yang telah lama hilang.

  8. Budi besar karena menangguhkan yang sejati dan menganugerahkan yang provisional 隱實施權恩

    Mengamati bahwa kebanyakan makhluk berkapasitas asor, Tathāgata tidak langsung membabarkan ajaran sempurna dan seketika Kendaraan Tunggal yang sejati. Makhluk hidup yang “miskin” lebih menggemari Dharma yang kecil. Karenanya, untuk merangkul mereka, Ia membuka ajaran Tiga Kendaraan yang provisional. Dibimbing-Nya mereka terlebih dahulu supaya mencapai keberhasilan, baru dibebaskan-Nya dengan Dharma yang besar.

    Dalam jilid 3 Vimalakīrti Nirdeśa Sūtra, bab “Buddha Gandhottamakūṭa” 《淨名經第三·香積品》, para bodhisattva dari Dunia Sarvagandhasugandhā bertanya kepada Vimalakīrti:

    「今世尊釋迦牟尼以何說法?」
    “Kini dengan cara apakah Bhagavan Śākyamuni membabarkan Dharma?”

    維摩詰言:「此土眾生剛強難化,故佛為說剛強之語以調伏之,言:“是地獄、是畜生、是餓鬼、是諸難處、是愚人生處、是身邪行、是身邪行報等”……,」
    Vimalakīrti berkata: “Karena makhluk-makhluk di tanah sini keras-kepala dan sukar dirubah, Buddha menggunakan ucapan yang keras untuk menjinakkan mereka, kata-Nya: ‘inilah alam neraka, inilah alam binatang, inilah alam setan kelaparan, inilah tempat segala kesukaran, inilah tempat orang bodoh terlahir, inilah perilaku sesat jasmani, inilah akibat perilaku sesat jasmani dst.’ …,”

    乃至云:
    hingga:

    「如是剛強難化眾生。故以一切苦切之言,乃可入律。」
    “Demikianlah makhluk-makhluk itu keras-kepala dan sukar dirubah. Karenanya, dengan segala perkataan yang pahit menyayat, mereka baru bisa didisiplinkan.”

    彼諸菩薩聞說是已,皆曰:「未曾有也!如世尊釋迦牟尼佛,隱其無量自在之力,乃以貧所樂法度脫眾生。斯諸菩薩亦能勞謙,以無量大悲生是佛土。」
    Setelah para bodhisattva itu mendengar penjelasannya, semuanya berseru: “Sungguh! belum pernah ada yang seperti Bhagavan Śākyamuni Buddha, yang menyembunyikan kekuatan kemerdekaan-Nya yang tak terukur, namun malah dengan Dharma yang digemari mereka yang miskin Ia menyeberangkan dan membebaskan makhluk-makhluk hidup. Para bodhisattva-Nya pun mampu berlelah-payah dan rendah hati, dengan belas-kasih agung yang tak terukur sudi lahir di tanah Buddha ini.”

    —— Lihat Vimalakīrti Nirdeśa Sūtra terjemahan Kumārajīva

    (T. vol. 14, № 475 hlm. 552c–553a)


  9. Budi besar karena mengunjukkan parinirvāṇa-Nya, supaya timbul kerinduan 示滅令慕恩

    Seandainya Buddha tetap tinggal di dunia, maka orang-orang akan menjadi sombong sebab menganggap diri memiliki jasa yang besar sehingga dapat selalu bersama Buddha. Mereka akan menjadi lalai dan tidak menanam akar kebaikan lagi. Lama-kelamaan mereka bahkan merasa bosan melihat-Nya sehingga tidak mempedulikan keberadaan-Nya.

    Melalui parinirvāṇa-Nya, Tathāgata mengunjukkan bahwa perjumpaan dengan seorang Buddha itu sukar. Dengan demikian, semua makhluk akan menyimpan kerinduan kepada-Nya dan berusaha menanam akar kebaikan agar dapat berjumpa dengan Buddha. Untuk jelasnya lihat Saddharmapuṇḍarīka Sūtra (bab XVI pada terjemahan Kumārajīva, T. vol. 9, № 262 hlm. 42c–43a).

    Ada 47 sūtra yang membahas perihal parinirvāṇa Sang Buddha, yang isinya kurang-lebih sama seperti di situ.

  10. Budi besar karena keibaan-Nya yang tiada akhir 悲念無盡恩

    Tathāgata lahir ketika usia rata-rata manusia 100 tahun. Akan tetapi, Karena rasa iba-Nya kepada semua makhluk, Ia rela mengorbankan nyawa-Nya dan mangkat pada usia 80. Jasa-jasa yang seharusnya menghasilkan sisa usia 20 tahun, yang dapat Ia nikmati, didedikasikan-Nya untuk kelangsungan Ajaran-Nya agar bertahan lama. Dengan pengorbanan-Nya tersebut, Ia memproteksi siswa-siswi-Nya hingga masa Akhir Dharma.

    Dalam Candragarbha Sūtra, yang terdapat di jilid 10 Mahāsannipāta 《大集》(月藏分)第十卷, disebutkan:

    「悲愍眾生故  捨壽第三分
     令我法海滿  洗浴諸天人」

     “Karena mengasihani makhluk-makhluk hidup,
     Kukorbankan usia-Ku bagian yang ketiga —
     supaya penuhlah lautan Dharma-Ku
     ’tuk memandikan para dewa dan manusia.”

    —— Lihat jilid 56 Mahāsannipāta edisi Korea, yang memiliki sistem penomoran berbeda,

    dan menjadi basis T. vol. 13, № 397 hlm. 379c


    Ujaran lain lagi berbunyi: “Ia mengorbankan jasa-jasa penghasil ūrṇā-Nya untuk memproteksi siswa-siswi-Nya (留白毫之福,以覆弟子).”

    “Untuk kelangsungan Ajaran-Nya” berarti untuk kemanfaatan ekstensif Tiga Keranjang (tripiṭaka) bagi semua makhluk. Tiga Keranjang merupakan relik Dharma (dharmadhātu) yang, jikalau bersandar padanya kita kembangkan praktik, akan mengakibatkan tercapainya Kebuddhaan. Sedangkan relik jasmani (śarīradhātu), jikalau kepadanya kita lakukan pemujaan, hanya akan mengakibatkan seribu kali kelahiran di alam dewa atau [pahala duniawi] lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar