Dalam Śālistamba Sūtra 《佛說稻芉經》 (T. vol. 16, № 709 hlm. 816c) …
Petikan terkenal di atas — juga dapat dijumpaï dalam sūtra-sūtra lain — secara gamblang menyamakan Dharma dengan Buddha. Dharma yang manakah? Yakni: Nirvāṇa.
Kemunculan saling bergantungan (pratītyasamutpāda) merupakan cara untuk menjelaskan perhubungan Empat Kebenaran Sejati yang diajarkan Buddha. Progresi pratītyasamutpāda dalam urutan reguler (anuloma) menghubungkan Kebenaran kedua (Sebab Penderitaan) dengan Kebenaran pertama (Penderitaan) — menjelaskan sebab-akibat keberadaan dalam saṃsāra. Sedangkan dalam urutan terbalik (pratiloma) ia menghubungkan Kebenaran keempat (Jalan untuk Mengakhiri Penderitaan) dengan Kebenaran ketiga (Akhir Penderitaan) — menjelaskan sebab-akibat kelepasan dari saṃsāra.
Karena penderitaan dalam saṃsāra muncul dari sebab-musabab yang terkondisi saling bergantungan, maka untuk mengakhiri penderitaan seseorang harus membalikkan prosesnya (dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang dapat dikelompokkan menjadi Latihan Berunsur Tiga). Setelah menginsafi segala fenomena (dharma) ini seutuhnya, dengan mata kebijaksanaan ia akan melihat Dharma yang direalisasi oleh Buddha. Dan Dharma itulah Buddha, sarat dengan kualitas-kualitas sempurna.
Dari sini kita mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang tubuh Dharma Buddha. Sama halnya dengan Dharmaratna yang beraspek dua (sebagai ajaran pemotong nafsu dan sebagai keadaan bebas-nafsu), tubuh Dharma Buddha pun beraspek dua. Menurut ide yang mula-mula, tubuh Dharma hanyalah “pertubuhan” dari kumpulan-kumpulan ajaran Beliau. Tetapi, sekarang, tubuh Dharma kita mengerti sebagai “pertubuhan” dari kualitas-kualitas sempurna Nirvāṇa.
Nirvāṇa itu sendiri tidak terbayangkan, dan sesungguhnya mustahil dapat kita lukiskan kualitas-kualitasnya yang tanpa batas. Kualitas-kualitas tersebut dimiliki, terutama, oleh para aśaikṣa dan secara parsial juga oleh para śaikṣa. Pada umumnya tubuh Dharma dipandang sebagai pertubuhan dari sempurnanya kualitas-kualitas berikut:
Daśottara Sūtra 《十上經》, sūtra ke-10 dari Dīrgha Āgama (T. vol. 1, № 1 hlm. 54a), menyebutkan:
Yang disebut tubuh fisis (rūpakāya), sebagaimana dimiliki makhluk hidup biasa, merupakan pertubuhan dari unsur-unsur material dan mental yang masing-masing terkumpulkan/ter-agregasi dalam lima kelompok. Tubuh Dharma dari mereka yang tak perlu berlatih lagi pun merupakan pertubuhan dari kumpulan kualitas murni dalam lima kelompok yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, kelimanya dinamakan pula “agregat bebas-kebocoran” (anāsravaskandha), “agregat adiduniawi” (lokottaraskandha), atau “agregat Dharma” (dharmaskandha).
Paralel dengan tidak ditemukannya suatu aku (ātma) di balik kelima agregat penyusun tubuh fisis (sesuai doktrin anātma), maka tiada penjelasan “apa” yang ada di balik kelima agregat penyusun tubuh Dharma. Sistem Kendaraan Kecil tidak membuat spekulasi metafisis lebih jauh. Hanya dalam sūtra-sūtra Mahāyāna-lah kita akan menemukan pembahasan selanjutnya mengenaï Tubuh Dharma pada tataran nomena, yang melampaui konsep ada dan tiada, dan hakikatnya kekosongan.
世尊覩見稻芉,而作是說:「汝等比丘!見十二因緣,即是見法;見法,即是見佛。」
Sang Bhagavan melihat tangkai padi, lalu bersabda demikian: “Duhai para bhikṣu! Barangsiapa yang melihat dua belas sebab-musabab [yang muncul saling bergantungan], ia melihat Dharma; barangsiapa yang melihat Dharma, ia melihat Buddha.”
Petikan terkenal di atas — juga dapat dijumpaï dalam sūtra-sūtra lain — secara gamblang menyamakan Dharma dengan Buddha. Dharma yang manakah? Yakni: Nirvāṇa.
Kemunculan saling bergantungan (pratītyasamutpāda) merupakan cara untuk menjelaskan perhubungan Empat Kebenaran Sejati yang diajarkan Buddha. Progresi pratītyasamutpāda dalam urutan reguler (anuloma) menghubungkan Kebenaran kedua (Sebab Penderitaan) dengan Kebenaran pertama (Penderitaan) — menjelaskan sebab-akibat keberadaan dalam saṃsāra. Sedangkan dalam urutan terbalik (pratiloma) ia menghubungkan Kebenaran keempat (Jalan untuk Mengakhiri Penderitaan) dengan Kebenaran ketiga (Akhir Penderitaan) — menjelaskan sebab-akibat kelepasan dari saṃsāra.
Karena penderitaan dalam saṃsāra muncul dari sebab-musabab yang terkondisi saling bergantungan, maka untuk mengakhiri penderitaan seseorang harus membalikkan prosesnya (dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang dapat dikelompokkan menjadi Latihan Berunsur Tiga). Setelah menginsafi segala fenomena (dharma) ini seutuhnya, dengan mata kebijaksanaan ia akan melihat Dharma yang direalisasi oleh Buddha. Dan Dharma itulah Buddha, sarat dengan kualitas-kualitas sempurna.
Dari sini kita mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang tubuh Dharma Buddha. Sama halnya dengan Dharmaratna yang beraspek dua (sebagai ajaran pemotong nafsu dan sebagai keadaan bebas-nafsu), tubuh Dharma Buddha pun beraspek dua. Menurut ide yang mula-mula, tubuh Dharma hanyalah “pertubuhan” dari kumpulan-kumpulan ajaran Beliau. Tetapi, sekarang, tubuh Dharma kita mengerti sebagai “pertubuhan” dari kualitas-kualitas sempurna Nirvāṇa.
Nirvāṇa itu sendiri tidak terbayangkan, dan sesungguhnya mustahil dapat kita lukiskan kualitas-kualitasnya yang tanpa batas. Kualitas-kualitas tersebut dimiliki, terutama, oleh para aśaikṣa dan secara parsial juga oleh para śaikṣa. Pada umumnya tubuh Dharma dipandang sebagai pertubuhan dari sempurnanya kualitas-kualitas berikut:
- Śīla 戒: ketiadaan imoralitas pada tubuh, ucapan, dan pikiran Tathāgata.
- Samādhi 定: kedamaian sejati dalam batin Tathāgata tanpa diliputi pemikiran delusif.
- Prajñā 慧: pemahaman sejati Tathāgata yang sempurna menyoroti dan mengamati hakikat segala fenomena — pemahaman akar (mūla jñāna 根本智).
- Vimukti 解脫: kebebasan batin dan jasmani Tathāgata dari segala belenggu — pencapaian Nirvāṇa.
- Vimukti-jñāna-darśana 解脫知見: pengetahuan bahwa diri-Nya telah benar-benar terbebaskan — pemahaman perolehan yang kemudian (pr̥ṣṭhalabdha jñāna 後得智).
Daśottara Sūtra 《十上經》, sūtra ke-10 dari Dīrgha Āgama (T. vol. 1, № 1 hlm. 54a), menyebutkan:
云何五證法?
Bagaimanakah lima dharma yang harus direalisasi itu?
謂:五無學聚
Yakni: kelima agregat dari yang tak perlu berlatih lagi (aśaikṣa pañcaskandhāḥ) —
無學
戒聚、 agregat moralitas (śīlaskandha),
定聚、 agregat konsentrasi (samādhiskandha),
慧聚、 agregat kebijaksanaan (prajñāskandha),
解脫聚、 agregat kebebasan (vimuktiskandha),
解脫知見聚。 agregat pengetahuan dan pandangan akan kebebasan
(vimuktijñānadarśanaskandha)
dari yang tak perlu berlatih lagi.
Yang disebut tubuh fisis (rūpakāya), sebagaimana dimiliki makhluk hidup biasa, merupakan pertubuhan dari unsur-unsur material dan mental yang masing-masing terkumpulkan/ter-agregasi dalam lima kelompok. Tubuh Dharma dari mereka yang tak perlu berlatih lagi pun merupakan pertubuhan dari kumpulan kualitas murni dalam lima kelompok yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, kelimanya dinamakan pula “agregat bebas-kebocoran” (anāsravaskandha), “agregat adiduniawi” (lokottaraskandha), atau “agregat Dharma” (dharmaskandha).
Paralel dengan tidak ditemukannya suatu aku (ātma) di balik kelima agregat penyusun tubuh fisis (sesuai doktrin anātma), maka tiada penjelasan “apa” yang ada di balik kelima agregat penyusun tubuh Dharma. Sistem Kendaraan Kecil tidak membuat spekulasi metafisis lebih jauh. Hanya dalam sūtra-sūtra Mahāyāna-lah kita akan menemukan pembahasan selanjutnya mengenaï Tubuh Dharma pada tataran nomena, yang melampaui konsep ada dan tiada, dan hakikatnya kekosongan.