Dalam percakapan sehari-hari kita sering menggunakan istilah śīla secara bebas. Konotasi manakah yang sebenarnya kita maksud? Sekolah Vinaya di Cina membahasnya dalam empat pokok (lihat seksi pertama dari Szŭ-fên-lü shan-fan pu-ch’üeh hsing-shih ch’ao 《四分律刪繁補闕行事鈔》 [‘Rangkuman mengenaï Tingkah Laku Monastik yang Disempurnakan berdasarkan Dharmaguptaka Vinaya’, T. vol. 40 № 1804] karangan Vinayācārya Tao-hsüan). Keempat pokok bahasan Śīla 戒之四科 itu adalah:
1. CHIEH-FA 戒法 — Dharma tentang Śīla
Pada kalimat “Buddha menetapkan berbagai Śīla demi kesejahteraan pengikut-pengikut-Nya”, maka Śīla yang dimaksud di sini adalah Dharma tentang Śīla, yang ditetapkan oleh Tathāgata seperti: Pañca Śīla, Aṣṭāṅga Śīla, Daśa Śīla, Upasaṃpanna Śīla, dan Bodhisattva Śīla. Dharma tentang Śīla mencakup fungsi, aplikasi, kebajikan, dll. ajaran tentang Śīla.
Jika demikian, apakah Dharma tentang Śīla hanya bersifat teoretis? Menurut Hsing-shih ch’ao (T. vol. 40, № 1804 hlm. 4b):
言戒法者,語法而談,不局凡聖。Yang disebut Dharma tentang Śīla meliputi pembahasan śīla secara Dharma, yang berlaku untuk makhluk biasa (pr̥thagjana) maupun para suci (ārya-pudgala) tanpa penyekatan.
直明此法,必能軌成出離之道。要令受者,信知有此。Tegasnya dinyatakan: Dharma ini dapat menata jalan pertolakan [dari saṃsāra]. Mereka yang menerimanya hendaklah meyakini dan mengetahui hal ini.
雖復凡聖通有此法,今所受者,就已成而言,名爲聖法。Meskipun Dharma ini berlaku untuk makhluk biasa maupun para suci, namun yang kini kita terima telah terealisasi [oleh para suci]. Oleh sebab itulah dinamakan Dharma Suci (ārya dharma).
Secara Dharma, tujuan utama Śīla ialah membawa kepada keadaan Kebebasan (dari segala penderitaan). Oleh karenanya, walaupun berlaku juga bagi makhluk biasa, Śīla hanya disebut sebagai Dharma-nya para suci. Menerima Śīla berarti menanam benih Pembebasan dalam diri kita; maka janganlah kita meremehkannya. Akan tetapi, Dharma yang kita terima tersebut haruslah kita junjung dan jaga agar menjadi murni bagaikan mutiara cemerlang.
Pada kalimat “Waisak kemarin kami menerima Śīla sebagai upāsaka-upāsikā”, maka Śīla yang dimaksud di sini adalah substansi Śīla, yakni Dharma yang kita terima dan mengejawantah dalam diri kita, yang bersifat laten dan menjadi esensi bagi timbulnya karma (baik). Substansi Śīla memampukan kita untuk mencegah kesalahan dan menghentikan kejahatan, serta menciptakan keberkahan dan menimbulkan kebaikan.
Pernah kita kutip sebelumnya bahwa substansi Perlindungan (dan Śīla) diwariskan dalam suatu kesinambungan silsilah. Kita hanya dapat menerima substansi Śīla dari guru yang memang memiliki Dharma tersebut. Guru kita harus sudah menerimanya dari gurunya, dan gurunya itu menerimanya dari gurunya lagi. Demikian seterusnya hingga pada gilirannya bersumber kepada Buddha sendiri.
Oleh sebab itu, kita harus benar-benar meneliti calon guru yang akan mentransmisikan Śīla kepada kita. Janganlah kita asal mengucapkan Permohonan Triśaraṇa dan Śīla karena ikut-ikutan orang lain. Tidak ada substansi yang terbentuk pada diri kita jika suatu transmisi tidak valid. Bagaimana bisa kita menjadikan seseorang guru bilamana ia sendiri tidak mengerti apakah dirinya memiliki substansi Śīla atau tidak!
Lantas, pada momen manakah substansi Śīla terbentuk dalam suatu upacara penerimaan Śīla? Dalam upasaṃpadā bhikṣu/bhikṣuṇī hal itu terjadi saat jñapti-caturtha karman 白四羯磨 selesai dibacakan; dalam transmisi Daśa Śīla, Aṣṭāṅga Śīla, dan Pañca Śīla hal itu terjadi saat rumusan Tiga Perlindungan selesai diulangi oleh pemohon.
Menurut Sarvāstivāda-vinaya Vibhāṣā 《薩婆多毘尼毘婆沙》 (T. vol. 23, № 1440 hlm. 506b):
若欲受五戒,先受三歸。受三歸竟,爾時已得五戒。Apabila hendak menerima Lima Śīla, sebelumnya kita menerima Tiga Perlindungan dahulu. Ketika Tiga Perlindungan selesai diterima, pada saat itu kita telah memperoleh Lima Śīla.
所以說五戒名者,欲使前人識五戒名字故。Bunyi kelima śīla yang diucapkan hanyalah agar nama-nama kelima śīla tersebut diketahui oleh orang di hadapan kita.
Pandangan kaum Vaibhāṣika, yang diadopsi oleh Sekolah Vinaya di Cina (lihat http://tinyurl.com/m99xydc), ini bukannya tanpa dasar. Pada masa awal penyebaran Ajaran, sebelum Buddha menetapkan prosedur jñapti-caturtha karman, seseorang cukup mendatangi seorang bhikṣu dan mengulangi rumusan Tiga Perlindungan yang diucapkan calon gurunya itu. Setelah ia selesai mengulanginya, maka ia memperoleh lengkap disiplin kebhikṣuan (upasaṃpadā). Demikian pula para pengikut awam pertama Buddha menjadi upāsaka-upāsikā hanya dengan mengucapkan Perlindungan (dalam Dua atau Tiga Pernyataan, lihat http://tinyurl.com/oz5nnhk) — walaupun kebanyakan teks tidak menjelaskan apakah pada saat itu mereka mendapatkan substansi Perlindungan saja, ataukah substansi Perlindungan dan Śīla. Di kemudian hari mengulangkan Tiga Perlindungan untuk menahbiskan bhikṣu/bhikṣuṇī tidak diizinkan lagi, sehingga hanya kita jumpai dalam prosedur penerimaan Śīla-Śīla yang lebih rendah.
3. CHIEH-HSING 戒行 — Praktik Śīla
Setelah menerima Śīla dan mendapatkan substansinya, maka dengan berbagai upaya kita berlatih untuk menjaga dan tidak melanggarnya, serta memeriksa segala tindakan jasmani, ucapan, maupun pikiran agar teratur sesuai Dharma — inilah yang disebut praktik Śīla.
4. CHIEH-HSIANG 戒相 — Karakteristik Śīla (atau Tampilan Śīla)
Karakteristik Śīla dapat dibedakan menjadi dua:
a. Karakteristik merujuk pada praktik 約行為相
Karakteristik merujuk pada praktik ialah tampilan luar yang terekspresikan karena praktik kita memegang Śīla — perbuatan yang kita ciptakan, tindakan yang kita lakukan (yang bersesuaian dengan Dharma) — sehingga menimbulkan kepujian, seperti yang sering kita dengar dalam kalimat sehari-hari: “Berdasarkan pengamatanku di biara ini, rupanya śīla bagi para bhikṣu untuk tidak tersentuh wanita dalam situasi apa pun”. Meminjam istilah filsafat hukum, seperti yang digagas David Hume, karakteristik berdasarkan praktik adalah das Sein, deskripsi fakta apa adanya.
b. Karakteristik merujuk pada Dharma 約法為相
Karakteristik merujuk pada Dharma ialah tampilan luar yang seharusnya manifes — apa saja yang harus dipegang, apa pelanggaran yang harus dihindari, apa saja yang dikecualikan, apa yang dibatasi — sebagaimana diajarkan dalam Dharma. Masing-masing dari Pañca Śīla, Aṣṭāṅga Śīla, Daśa Śīla, Upasaṃpanna Śīla, dan Bodhisattva Śīla memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Meminjam istilah filsafat hukum, karakteristik berdasarkan Dharma adalah das Sollen, norma-norma seharusnya yang diharapkan ditaati. Contoh dalam kalimat: “Terdapat śīla dalam Prātimokṣasūtra di mana seorang bhikṣu, ketika pikirannya sedang diliputi birahi, tidak boleh secara sengaja menyentuh atau membiarkan diri tersentuh seorang wanita”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar