Powered by Administrator

Translate

Minggu, 01 Mei 2022

Ber-śīla, tetapi Tidak Ber-Śīla

Sudah mengikuti upacara pengambilan Śīla tetapi, karena tidak yakin dan tidak mengerti, tidak memperoleh substansi Śīla. Selanjutnya berusaha menjalankan “śīla” semaksimal mungkin. Apakah hal ini ada gunanya?

Kita ambil saja contoh orang yang dituntut tradisi negaranya, lalu mengikuti upasaṃpadā untuk menjadi bhikṣu sementara — padahal, seperti pembahasan kita terdahulu, substansi disiplin Prātimokṣa bagi ketujuh kelompok siswa-siswi Buddhis mana pun hanya terbentuk jika diambil untuk seumur hidup. Walau didasari ketidakmengertian, ia kemudian tetap menjaga segala aturan layaknya seorang bhikṣu. Ia mungkin juga akan makan sehari sekali, hanya mengenakan tiga lembar kain sebagai jubah, tidur dalam posisi duduk, hidup fakir tanpa uang, berjalan kaki ke mana-mana tanpa sepatu, dsb.

Ketatnya pelaksanaan “śīla” tersebut, sayangnya, tidak kondusif membawa Kesucian. Menyambung kutipan kita sebelumnya (lihat di sini dan di sini), dalam Mahāprajñāpāramitā Upadeśa Bodhisattva Nᴀ̄ɢᴀ̄ʀᴊᴜɴᴀ mempersamakan saja praktik-praktik tersebut dengan pertapaan keras (duṣkara caryā) para tīrthika:

若人棄捨此戒,雖山居苦行,食果服藥,與禽獸無異。
Jika seseorang membuang Śīla ini, kendati bermukim di gunung menjalankan praktik pertapaan keras, hanya memakan buah-buahan dan mengonsumsi jamu-jamuan, ia tidaklah berbeda dengan unggas atau binatang.

或有人但服水為戒,或服乳,或服氣;
Ada orang yang hanya minum air sebagai disiplinnya, atau minum susu, atau makan angin;

或剃髮,或長髮,或頂上留少許髮;
ada yang mencukur rambut, atau memanjangkan rambut, atau meninggalkan sedikit kuncung di puncak kepala;

或著袈裟,或著白衣,或著草衣,或木皮衣;
ada yang mengenakan jubah kaṣāya, atau mengenakan jubah putih, atau mengenakan jubah rumput, atau mengenakan jubah kulit kayu;

或冬入水,或夏火炙;
ada yang di musim dingin berendam air, atau di musim panas berpanggang api;

若自墜高巖,若於恒河中洗;
ada yang menjatuhkan diri dari tebing tinggi, atau berbasuh di Sungai Gaṅgā;

若日三浴,再供養火,種種祠祀,種種呪願。
ada yang sehari mandi tiga kali, lagi memuja api dengan berjenis-jenis pengurbanan, dengan berjenis-jenis mantra.

受行苦行,以無此戒,空無所得。
[Walau] mengambil dan menjalankan praktik pertapaan keras, namun karena tidak memiliki Śīla ini, kosonglah tiada yang diperoleh.

若有人雖處高堂大殿,好衣美食,而能行此戒者,得生好處 及 得道果。
Jika ada orang yang meski tinggal di mansiun tinggi atau astana agung, berpakaian bagus atau bermakanan lezat, namun mampu melaksanakan Śīla ini, dapatlah ia terlahir di tempat yang baik dan memperoleh Jalan & Buah.

若貴若賤、若小若大,能行此淨戒,皆得大利。
Entah kaya entah miskin, entah besar entah kecil, jikalau mampu melaksanakan Śīla murni ini, semuanya akan mendapat keuntungan besar.

Pemeo populer mengatakan sia-sia “bertekun mengembangkan praktik pertapaan keras, namun bukan [menjadi] sebab Nirvāṇa” (勤修苦行,非涅槃因), dan tampaknya muncul pertama kali dalam tulisan-tulisan patriark kesembilan T’ien-t’ai, Cʜᴀɴ-ᴊᴀɴ alias Mɪᴀᴏ-ʟᴏ. Apa sajakah yang bukan menjadi sebab Nirvāṇa? Dalam bab XXVI Lalitavistara 《方廣大莊嚴經》 (T. vol. 3, № 187 hlm. 607b), pada khotbah pertama-Nya di Taman Rusa, Buddha menyebutkan:

一者、心著欲境而不能離——是下劣人·無識凡愚·非聖所行,不應道理,非解脫因,非離欲因,非神通因,非成佛因,非涅槃因。
1. Melekatkan batin pada objek nafsu dan tak mampu tercerai — itu dijalani oleh mereka yang hina, makhluk biasa bodoh yang tak berpengetahuan, bukan orang suci; tidak bersesuaian dengan prinsip Jalan; bukan sebab Kebebasan; bukan sebab keceraian dari nafsu; bukan sebab penembusan spiritual; bukan sebab pencapaian Kebuddhaan; bukan sebab Nirvāṇa.

Dan yang setara dengan hal itu:

二者、不正思惟,自苦其身而求出離,過·現·未來 皆受苦報。
2. Tidak dengan pertimbangan tepat, menyiksa dirinya sendiri demi mencari pertolakan [dari saṃsāra] sehingga dahulu, sekarang, dan mendatang, di segala masa mereka menerima akibat penderitaan.


Upāsaka Śīla Sūtra yang kita kutip sebelumnya berbunyi:

「善男子。有人勤求優婆塞戒,於無量世如聞而行,亦不得戒。有出家人求比丘戒、比丘尼戒,於無量世如聞而行,亦不能得。何以故?不能獲得解脫分法故;可名修戒,不名持戒。」
“Putra berbudi, ada orang yang dengan tekun mencari Śīla upāsaka, lalu selama berkelahiran-kelahiran yang tak terukur melaksanakannya sesuai yang didengarnya, namun juga tidak mendapatkan Śīla. Ada pula pravrajita yang mencari Śīla bhikṣu atau Śīla bhikṣuṇī, lalu selama berkelahiran-kelahiran yang tak terukur melaksanakannya sesuai yang didengarnya, namun juga tidak mendapatkan Śīla. Apakah sebabnya? Karena mereka tidak bisa memperoleh bagian Pembebasan. Mereka boleh disebut ‘mengembangkan śīla’, tetapi tidak disebut ‘memegang Śīla’.”

Seseorang bisa saja melaksanakan moralitas serupa upāsaka Buddhis karena sebelumnya sudah pernah mendengar isinya, entah ia kemudian mencari Śīla (memohon Pañca Śīla) dari seorang guru atau tidak. Begitu pula seseorang bisa saja melaksanakan aturan yang lebih ketat serupa bhikṣu Buddhis karena sebelumnya sudah pernah mendengar isinya, entah ia kemudian mencari Śīla (memohon upasaṃpadā) atau pergi bertapa sendiri. Walaupun sudah memohon Śīla, karena ketidakmengertian, pelaksanaan “śīla” tersebut sia-sia belaka sebab ia tidak memperoleh bagian Pembebasan (substansi Śīla). Dalam kehidupan ini mustahillah ia dapat merealisasi Kebebasan.

Permisalan dalam kutipan ini bahkan terlalu bagus karena sangat langka orang yang tidak memperoleh bagian Pembebasan bisa bertemu kembali kesempatan untuk memohon Śīla berulang-ulang. Kebanyakannya, pelaksanaan “śīla” tersebut hanya menjadi karma baik duniawi yang segera berbuah habis di kehidupan berikut sebelum Kebebasan sempat terealisasi.

Bagi orang yang tidak mau belajar mengerti (tidak mau banyak mendengar), Candrapradīpa Samādhi 《月燈三昧經》 (lebih dikenal dengan judul Samādhirāja Sūtra, T. vol. 15, № 639 hlm. 558a) memperingatkan:

自恃持戒慢  而不學多聞
持戒報盡已  還復受諸苦

Seseorang yang sombong mengandalkan pemegangan Śīla sendiri,
namun tidak belajar banyak mendengar,
setelah akibat pemegangan Śīla tersebut berakhir,
akan kembalilah lagi ia menerima berbagai penderitaan.

Ini adalah peringatan bagi yang memang memiliki substansi Śīla, yang dijamin oleh Buddha realisasi Kebebasannya dalam kehidupan ini atau mendatang. Bahkan mereka pun harus memperhatikan hal ini; apalagi orang yang asal-asalan mengambil Śīla, yang tidak mau tahu apakah substansi Śīla terbentuk dalam dirinya atau tidak!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar