Powered by Administrator

Translate

Senin, 29 Juli 2019

Moralitas yang Terbentuk karena Pencapaian Meditasi Semata sifatnya Duniawi dan Tidak Stabil

Berbagai posting kita sebelumnya telah membahas peran penting Śīla yang tak boleh disepelekan, bukan cuma bagi praktisi Hīnayāna, tetapi juga praktisi Mahāyāna — bahkan bagi yang mempraktikkan Mantrayāna. Apalah bedanya latihan moralitas duniawi vs. latihan yang dijalankan seseorang yang mengaku Buddhis namun tidak memiliki substansi Śīla Buddhis (Prātimokṣa Saṃvara) dalam dirinya? Moralitas tersebut profan dan takkan dapat menjadi sebab untuk merealisasi Kebebasan Sejati.

Dalam kerangka Latihan Berunsur Tiga (trīṇi śikṣāṇi) juga ditekankan bahwa apabila Śīla tidak murni, Samādhi takkan maujud. Memang benar, bahwa dengan moralitas yang tidak murni-murni amat, terdapat orang-orang yang berhasil meraih pencapaian meditasi tertentu. Akan tetapi, non-Buddhis pun bisa memiliki dhyāna; dan itu bersifat duniawi, bukan Samādhi yang dipujikan Buddha.

Dhyāna tidaklah kekal. Bahkan andaipun seseorang telah mencapai dhyāna yang tertinggi, apabila ia tidak berhasil merealisasi Kebebasan, suatu saat pastilah ia terjatuh. Di jilid 38 Mahāparinirvāṇa Sūtra 《大般涅槃經》 (T. vol. 12, № 374 hlm. 589b) dikatakan:

「雖復得受梵天之身,乃至非想非非想天,命終還墮三惡道中。」
“Meskipun seseorang dapat lagi menerima tubuh sebagai brahma, bahkan hingga sebagai dewa Naivasaṃjñā-nāsaṃjñāyatana, ia akan jatuh kembali ke tiga jalur-kelahiran rendah setelah hidupnya berakhir.”



Udraka Rāmaputra merupakan guru Siddhārtha Gautama sebelum menjadi Buddha dan seringkali dijadikan contoh orang yang tak pernah mengambil disiplin Buddhis apa pun, namun berhasil meraih Ārūpya Samāpatti tertinggi. Ia pernah disinggung dalam Upāsaka Śīla Sūtra yang telah kita kutip. Kisah selengkapnya terdapat dalam jilid 61 Abhidharma Mahāvibhāṣā 《阿毘達磨大毘婆沙論》 (T. No. 1545) di mana namanya diterjemahkan sebagai 猛喜子 (*Rudraka Rāmaputra). Kisah ini diulangi secara singkat di bab I-28 Mahāprajñāpāramitā Upadeśa 《大智度論》 (T. vol. 25, № 1509 hlm. 188c):

鬱陀羅伽仙人得五通,日日飛到王宮中食。
Seperti Resi Udraka, yang memperoleh lima penembusan (pañca abhijñā), setiap hari terbang ke istana raja untuk bersantap.

王大夫人,如其國法,捉足而禮。
Permaisuri utama raja, sesuai adat negeri tersebut, menjamah kakinya sebagai penghormatan.

夫人手觸,即失神通。從王求車,乘駕而出,還其本處。
Demi tersentuh tangan sang permaisuri, dalam seketika ia kehilangan penembusan spiritualnya. Maka dipintanya dari raja sebuah kereta agar dapat dikendaraïnya pulang, dan kembalilah ia ke tempat asalnya.

入林樹間,更求五通,一心專至。
Ia pun masuk hutan belantara, mencari kembali lima penembusan, berintens dengan sepenuh hati untuk mencapainya.

垂當得時,有鳥在樹上急鳴,以亂其意。
Tatkala akan memperolehnya, seekor burung di atas pohon tiba-tiba berkicau sehingga mengacaukan pikirannya.

捨樹至水邊求定,復聞魚鬪動水之聲。此人求禪不得,即生瞋恚:「我當盡殺魚、鳥!」
Maka ditinggalkannya pohon tersebut dan pergilah ia ke tepi air untuk mencari samāpatti. Lagi-lagi kedengaran suara ikan beradu menggolakkan air. Karena tidak berhasil memperoleh dhyāna, timbul kebencian padanya: “Akan kubunuh habis semua ikan dan burung!”

此人久後思惟得定,生非有想非無想處。於彼壽盡,下生作飛狸,殺諸魚、鳥。作無量罪,墮三惡道。
Setelah lama bermeditasi, ia pun berhasil memperoleh samāpatti dan [kelak kemudian] terlahir di Naivasaṃjñā-nāsaṃjñāyatana. Tetapi di sana, sesudah hidupnya berakhir, ia akan merosot lahir sebagai tupai terbang dan membunuh segala ikan dan burung. Melakukan kejahatan-kejahatan yang tak terukur, terjatuhlah ia ke tiga jalur kelahiran rendah.

是為禪定中著心因緣。外道如此,佛弟子中亦有。
Demikianlah sebab-musabab karena batin yang melekat dalam dhyāna dan samāpatti. Para tīrthika seperti ini, siswa-siswi Buddhis pun juga ada [yang begini].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar