Powered by Administrator

Translate

Minggu, 08 Mei 2022

Sūtra tentang Śīla yang Menghapus Bencana

佛說戒消災經 Foshuo Jie Xiaozai Jing
ada posting sebelumnya telah dikatakan bahwa Śīla merupakan Pelindung yang Sejati. Bilamana substansi Śīla sudah kita miliki, jimat-jimat lain tidaklah perlu, sesuai kutipan Patriark Cʜᴀɴ-ᴊᴀɴ (lihat di sini): “Jikalau memegang Śīla, Buddha Śākyamuni berdiam dalam rumahmu.” Bukan hanya berdiam dalam rumah kita, Buddha bahkan bersemayam dalam diri kita. Kita identik dengan Buddha kualitas Śīla-nya.

Akan tetapi, seringkali kita dengar juga kesaksian orang yang menjalankan moralitas walau tidak pernah mengambil Śīla Buddhis atau mengambil secara asal-asalan (sehingga sebenarnya tidak memiliki substansi Śīla), dan mereka tetap terlindungi dari gangguan makhluk halus, tidak mempan diguna-guna, tidak bisa dikeker oleh cenayang, dsb. Dari manakah perlindungan tersebut diperoleh?

Sūtra pendek berikut mengisahkan adanya dewata-dewata penjaga śīla (langkah latihan) yang dikirimkan oleh Śakra, raja para dewa, untuk mengawal mereka yang bermoral. Kanon Taishō menggolongkan sūtra ini ke dalam divisi Vinaya meski, sebetulnya, ia lebih merupakan sebuah Avadāna. Katalog-katalog kuno menyebutnya sebagai 《戒消伏經》 (‘Sūtra tentang Śīla yang Menghapus dan Menaklukkan’). Namun, judul yang lebih populer kemudian adalah 《戒消災經》 (‘Sūtra tentang Śīla yang Menghapus Bencana’).

Terdapat tiga cerita pengambilan Śīla dalam teks ini. Yang pertama adalah pada seorang upāsaka dari Śrāvastī yang, tidak secara eksplisit diceritakan, mengambil Lima Śīla langsung dari Buddha (atau saṅgha). Pada cerita kedua, seorang pemilik pondokan yang sudah ogah-ogahan memiara makhluk halus untuk penyugihan, kemudian mengambil Lima Śīla dari upāsaka tersebut. Sah atau tidaknya pengambilan ini bisa dipertanyakan — mungkin baik kita anggap ini kasus darurat karena saat itu sukar menemukan anggota saṅgha yang dapat mentransmisikan Śīla. Dan ketiga, yang paling kontroversial, adalah pada seorang wanita yang diperistri hantu pemakan manusia. Ia mengambil Lima Śīla di hadapan suaminya yang bukan manusia yang, bahkan, tidak memegang Lima Śīla.

Pengawalan dari dewata-dewata penjaga śīla tidak menjadi tanda adanya substansi Śīla. Setelah mengetahui upāsaka dari Śrāvastī dikawal para dewata, pemilik pondokan memutuskan mengambil Lima Śīla agar dikawal juga dan dijauhkan dari makhluk halus piaraannya. Namun, ia ditinggalkan para dewata saat pikirannya kalut melihat tulang-belulang korban yang dimangsa hantu pemakan manusia, lalu menyesalkan kepergiannya berlindung kepada Tiga Permata, dan mengabaikan Lima Śīla karena berahi akan kecantikan istri hantu itu. (Padahal, substansi Śīla, yang berasaskan Tiga Perlindungan, baru rontok jikalau seseorang benar-benar serius menolak Triratna. Dan berbarengan dengan substansi Tiga Perlindungan, keduanya rontok secara formal sewaktu mengucapkan: “Aku menolak Triratna.”) Pengawalan dikatakan berlaku kembali ketika ia diam-diam ikut mengambil Lima Śīla lagi bersama istri sang hantu, sehingga mereka berdua tidak bisa didekati hantu tersebut.

Dapat kita lihat bahwa pengawalan dewata itu amat tergantung keadaan pikiran seseorang, berbeda dengan substansi Śīla yang tidak mudah rontok hanya karena memiliki buah-pikir berbeda (anyacitta 異心, lihat di sini). Orang yang menjalankan moralitas hanya dengan motivasi duniawi akan mendapat pengawalan dari dewata-dewata duniawi, sedangkan orang yang memiliki substansi Śīla akan mendapat pelindungan dari para Buddha — bahkan ia identik dengan Buddha. Dalam mengirimkan pengawalan, Śakra pun memiliki tujuan sendiri: demi menambah pasukan surgawi guna menghadapi para asura. Betapa bahagianya para dewa ketika mengetahui bahwa seorang bermoral akan terlahir menjadi bagian dari mereka (lihat di sini)!







《佛說戒消災經》
Sūtra tentang Śīla yang Menghapus Bencana
(T. № 1477)






吳 月支優婆塞支謙 譯
Diterjemahkan oleh upāsaka Tukhāra, Chih Ch’ien,
pada masa Dinasti Wu¹






聞如是。
Demikianlah yang telah kudengar:



一時,佛在舍衛國。
Pada suatu ketika Buddha berada di Śrāvastī.



爾時,有一縣,皆奉行佛五戒、十善;一縣界無釀酒者。
Pada saat itu ada sebuah distrik yang seisinya menjunjung dan melaksanakan Lima Śīla Buddha dan sepuluh kebaikan; dalam batas sedistrik itu tiada yang memfermentasi arak.

中有大姓家子,欲遠賈販。臨行,父母語其子言:「汝勤持五戒、奉行十善;慎莫飲酒,犯佛重戒。」
Di sana ada putra dari keluarga berkasta tinggi yang hendak berniaga jauh. Menjelang perjalanannya, ayah–ibunya berucap kepada sang putra tersebut: “Tekunlah engkau memegang Lima Śīla, junjung dan laksanakanlah sepuluh kebaikan; wanti-wanti jangan kauminum arak atau kaulanggar Śīla berat Buddha!”

受教而行,往到他國。
Dengan menerima ajaran itu, ia jalan berangkat sampai di negeri lain.



見故同學、親友相得歡喜。
Manakala [di sana] dijumpaïnya rekan-rekan sepelajar dan kawan-kawan akrab lamanya, mereka pun saling mendapatkan kesukacitaan.

將歸,出蒲萄酒,欲共飲之。辭曰:「吾國土奉佛五戒,無敢犯者。飲酒後生為人愚癡,不值見佛。且辭親行,父母相誡以酒蒸仍違教犯戒,罪莫大也。知識區區,別久會同,心雖悅喜,不宜使吾犯戒、違親教也。」
Saat akan pulang, keluarlah arak anggur untuk diminum sama-sama. Ia menampik: “Di tanah negeriku Lima Śīla Buddha dijunjung, tiada yang berani melanggarnya. Minum arak akan menjadikan pada kelahiran mendatang orang yang bodoh, tidak dapat berjumpa Buddha. Bahkan sepamitanku berjalan, ayah–ibuku telah memperingatkan bahwa uap arak menentangkan ajaran dan melanggarkan Śīla — tiada dosa yang sebesar ia. Persahabatan solider dari kita yang berpisah lama lalu bertemu bareng, meskipun menggembirakan hati, tidaklah patut menjadi penyebabku melanggar Śīla dan menentang ajaran orangtuaku.”

主人言:「吾 與 卿 同師恩,則兄弟;吾親則是子親。父母相欽,豈可違之?若吾在卿家,必順子親。」
Tuan rumah berkata: “Aku dan Anda, terkasih guru yang sama, sudah menjadi saüdara; orangtuaku menjadi orangtuamu. Kita saling menghargaï ayah–ibu [satu sama lain], bagaimana boleh menentangnya? Jikalau aku berada di rumah Anda, tentu akan kupatuhi orangtuamu.”

事不獲已,乃聽飲之。醉臥三日;醒悟,心悔怖懼。
Karena tidak mendapat [jawab] hal ini, maka ia setuju meminumnya. Ia pun tertidur mabuk tiga hari dan, bila tersadar, batinnya menyesal dan merasa gentar.



事訖還家,具首於親。
Setelah urusannya selesai, kembalilah ia ke rumahnya; dengan lengkap dilaporkannya [permasalahannya] kepada orangtuanya.

父母報言:「汝違吾教,加復犯戒,亂法之漸,非孝子也。無得說之,為國作先。」
Ayah–ibunya membalas: “Engkau menentang ajaran kami, ditambah lagi melanggar Śīla; engkau merupakan tahapan bagi kacaunya Dharma dan bukan anak yang berbakti. Tiada dapatlah [permasalahanmu] dibabar sebab di negeri kita inilah yang pertama terjadi.”

便以所得物逐令出國,無宜留此。
Maka dengan segala banda sedapatnya, diusirlah ia ke luar negeri sebab tiada patut tinggal di situ.



子以犯戒,為親所逐,乃到他國,住客舍家。
Oleh melanggar Śīla, sang putra, yang diusir orangtuanya, pun sampai di negeri lain dan menetap pada keluarga sebuah rumah pondokan.

主人所事三鬼神能作人現,對面飲食、與人語言。
Adapun tiga dewata hantu yang dilayani pemilik [rumah pondokan itu] mampu menampilkan diri sebagai orang, makan–minum bersemuka, dan bercakap-cakap dengan manusia.

主人事之,積年疲勞,居財空盡;而家疾病、死喪不絕,患厭此鬼,私共論之。
Sang pemilik melayani mereka selama tahunan, berepot-repot dengan jerih hingga kekayaan yang ia kumpulkan ludes kosong; sementara keluarganya, yang menderita sakit-sakitan dan kematian tidak putus-putus, mengenggani hantu-hantu ini dan secara pribadi sama-sama menggunjingkannya.



鬼知人意而患苦之。
Hantu-hantu, yang mengetahui pikiran manusia, pun menderita karena menyusahinya.

鬼自相共議:「此人財產空訖,正為吾耳,未曾有益,令相厭患。宜求珍寶以施與之,令其心悅!」
Hantu-hantu itu saling berpendapat sama sendirinya: “Aset kekayaan orang ini sudah kosong telak demi kita — dan belum pernah kita ada menguntunginya — sehingga engganlah ia dan menderita. Patutlah bila kita mencari permata berharga dan memberikan kepadanya agar senang hatinya!”

便行盜他方國王庫藏好寶,積置園中,報言:「汝事吾歷年,勤苦甚久。今欲福汝,使得饒富。此乃快乎?」
Maka mereka menjalankan pencurian permata-permata bagus yang tersimpan dalam gudang perbendaharaan raja negeri lain, lalu menaruhnya bertimbun di kebun dan memberitahu: “Engkau telah melayani kami selama tahunan dan bersusah-payah amat lama. Kini kami hendak memberkatimu supaya dapat kaya-raya. Ini menggirangkanmu tidak?”

主人言:「受大神恩。」
Sang pemilik berkata: “Kuterima kasih dari dewata agung.”

鬼曰:「汝園中有金銀,可往取之,方有大福,令得汝願。」
Hantu-hantu berujar: “Di kebunmu ada mas dan perak. Berangkatlah mengambilnya, dan barulah tersedia berkat besar untuk mendapatkan apa yang kauharap.”

主人欣然入園,見物奇異,負摙歸舍,辭謝受恩:「明日欲設飲食,願屈顧下。」
Sang pemilik kegirangan memasuki kebun, menjumpaï benda-benda yang tak biasa dan istimewa, lalu memikul dan mendukungnya pulang ke rumah. Dengan sungkan ia menerima kasih: “Esok hari kami hendak menyediakan makanan dan minuman, mohon berkenanlah untuk acuh turun.”



施設餚饌皆辦,鬼神來詣門,見舍衛國人在主人舍,便奔走而去。
Saat penyediaan hidangan siap semuanya, para dewata hantu datang menghampiri pintu. Namun, demi ditampaknya orang dari Śrāvastī itu berada di rumah sang pemilik, maka dengan tergesa-gesa mereka kabur pergi.

主人追呼請還:「今設微供皆已辦具。大神既已顧下,委去何為?」
Sang pemilik mengejar dan memanggil, mengundang mereka kembali: “Kini persembahan remeh yang kami sediakan telah siap lengkap semuanya. Para dewata agung, yang telah acuh turun, menghindar pergi untuk apakah?”

神曰:「卿舍尊客,吾焉得前?」
Dewata berujar: “Rumah Anda [ada] tamu mulia, kami bagaimana dapat ke depan?”

重復驚走。
Terulang lagilah mereka kabur kengerian.



主人還歸坐自思惟:「吾舍之中無有異人,正有此人耳!」
Sang pemilik kembali pulang dan duduk berpikir sendiri: “Dalam rumahku tiada orang yang istimewa, telak ada orang ini [saja]!”

即出語言,恭設所有,極相娛樂。
Maka keluarlah percakapan [dengannya], disediakanlah dengan takzim apa-apa seadanya, terpuncaklah keasyikannya.



飲食已竟,因問之曰:「卿有何功德於世?有此,吾所事神畏子而走」,客具說佛功德、五戒、十善。
Setelah makan–minum usai, sebab ditanyaï: “Anda memiliki kebajikan apa di dunia? Dengan adanya ini, dewata yang kulayani takut kepadamu dan kabur”, sang tamu pun membabarkan dengan lengkap kebajikan Buddha, Lima Śīla, dan sepuluh kebaikan.

「實犯酒戒,為親所逐,尚餘四戒故,為天神所營護。卿神不敢當之。」
“Sungguhpun melanggar śīla pantang minuman-keras dan diusir orangtuaku, karena empat śīla lainnya, masihlah [atas diriku] diterapkan pengawalan oleh para dewata dewa. Dewata Anda takkan berani menghadapinya.”

主人言:「吾雖事此神,久厭之。今欲奉持佛五戒。」
Sang pemilik berkata: “Kendati melayani dewata ini, sudah lama aku mengengganinya. Kini kuhendak menjunjung dan memegang Lima Śīla Buddha.”



因從客受三自歸、五戒、十善,一心精進,不敢懈怠。問佛所在:「可得見不?」
Syahdan diikutinya sang tamu menerima Tiga Perlindungan, Lima Śīla, sepuluh kebaikan, dan dengan sepenuh hati bersemangat, tidak berani malas atau lalai. Keberadaan Buddha ditanyakannya: “Boleh dapatkah aku menjumpaï-Nya?”

客曰:「佛在舍衛國給孤獨園中,往立可見。」
Sang tamu berujar: “Buddha berada di Śrāvastī di Taman Anāthapiṇḍada. Kalau segera berangkat, bolehlah kaujumpaï.”



主人一心到彼,經歷一亭。中有一女人端正,是噉人鬼婦也。男子行路逈遠,時日逼暮,從女人寄止一宿。
Sang pemilik, yang bersepenuh hati untuk sampai ke sana, melalui sebuah paviliun. Di dalamnya adalah seorang wanita yang rupawan, yang merupakan istri hantu pemakan manusia. Pria itu (sang pemilik pondokan) menjalani rute yang melenceng jauh, sementara matahari telah mendesak senja. Jadi, pada wanita itu ditumpangnya menginap satu malam.

女即報言:「慎勿留此,宜急前去。」
Sang wanita pun membalas: “Wanti-wanti jangan kautinggal di sini; sepatutnya bangat pergilah [melaju lebih] ke depan.”

男子問曰:「用何等故,將有意乎?」
Pria itu bertanya: “Apakah gunanya? Akankah ada niat tertentu?”

女人報曰:「吾已語卿,用復問為?」
Sang wanita membalas: “Aku telah mengucapkan kepada Anda, untuk apa bertanya lagi?”

男子自念:「前舍衛國人,完佛四戒,我神尚為畏之乃爾。我已受三自歸、五戒、十善,心不懈怠。何畏懼乎!」遂自留宿。
Pria itu merenung sendiri: “Sebelumnya si orang Śrāvastī, oleh membaikkan empat śīla Buddha, bahkan sedemikian ditakutkan dewataku. Aku telah menerima Tiga Perlindungan, Lima Śīla, sepuluh kebaikan, dan batinku tidak malas atau lalai. Apalah yang akan kutakutkan!” Jadi, dilanjutkannya dirinya tinggal bermalam.

噉人鬼見護戒威神徘徊其旁,去亭四十里,一宿不歸。
Hantu pemakan manusia, yang menampak dewata-dewata berwibawa penjaga śīla mondar-mandir di sisinya, pergi dari paviliun empat puluh li dan semalaman tidak pulang.



明日男子進路,見鬼所噉人骸骨狼藉,衣毛為起。心怖而悔,退自思惟:「我在本國,家居衣食極快足用。空為此人所化,言佛在舍衛國,未覩奇妙,反見骸骨縱橫。」
Keesokan harinya pria itu melajui rute dan, demi ditampaknya acak-acakan tulang kerangka manusia yang dimangsa hantu, merindinglah bulu romanya. Batinnya ketakutan dan menyesal, lalu diundurkannya dirinya sambil berpikir: “Di negeri asalku sandang dan pangan yang dikumpulkan keluargaku cukup kupakai dengan kegirangan terpuncak. Sia-sia karena ajaran orang itu, yang berkata ‘Buddha berada di Śrāvastī’, sebelum kulihat ketakjuban ajaib-Nya, malah kutampak tulang kerangka malang–melintang.”

惡意更生,自念:「不如還彼女人,將歸本土,共居如故。不亦樂乎?」即時迴還,還至亭所。
Pikiran jahatnya muncul pula, ia merenung sendiri: “Tidakkah sebaiknya aku kembali kepada wanita itu, lalu memboyongnya pulang ke tanah asalku, dan bermukim bersamanya seperti dahulu. Bukankah ini juga menyenangkan?” Seketika itu ia beralih kembali, kembali tiba di tempat paviliun itu.

因從女人復求留宿。
Syahdan pada wanita itu dimohonnya lagi tinggal bermalam.



女人謂男子:「何復還耶?」
Sang wanita menyeru pria itu: “Mengapa kembali lagi?”

答曰:「行計不成;故迴還耳,復寄一宿。」
Jawabnya: “Rencana perjalananku tidak jadi; karenanya aku beralih kembali, menumpang lagi satu malam.”

女言:「卿死矣!吾夫是噉人鬼,方來不久。卿急去!」
Wanita itu berkata: “Anda mati! Suamiku adalah hantu pemakan manusia, baru akan datang tidak lama [lagi]. Anda bangatlah mati!”

此男子不信,遂止不去。心更迷惑,婬意復生,不復信佛三自歸之德、五戒、十善之心。
Pria ini tidak percaya, lanjut menginap dan tidak pergi. Batinnya menyimpang pula terkalutkan, pikiran nafsunya muncul lagi, tidak lagi ia meyakini kebajikan Tiga Perlindungan Buddhis atau berbuah-pikir akan Lima Śīla & sepuluh kebaikan.

天神即去,無復護之;鬼得來還。
Dewata dewa pun pergi, tiada lagi mengawalnya; hantu itu dapatlah datang kembali.



女人恐鬼食此男子,哀愍藏之瓮中。鬼聞人氣謂婦言:「爾得肉耶?吾欲噉之。」
Sang wanita, yang khawatir hantu akan memakan pria ini, berbelaskasih menyembunyikannya dalam tempayan. Hantu, yang mencium hawa manusia, berseru kepada istrinya: “Engkau mendapat dagingkah? Aku hendak memakannya.”

婦言:「我不行,何從得肉?」
Istrinya berkata: “Saya tidak jalan, dari mana mendapat daging?”

婦問鬼:「卿昨夜何以不歸?」
Sang istri menanyaï hantu: “Anda kemarin malam apa sebabnya tidak pulang?”

鬼言:「坐汝所為,而舍尊客宿,令吾見逐。」
Hantu berkata: “Aku menunggui apa yang kauperbuat, namun tamu mulia bermalam di rumah sehingga aku terusir.”

甕中男子踰益恐怖,不復識三自歸意。
Pria dalam tempayan terlampaulah makin ketakutan, tidak lagi mengenal niat akan Tiga Perlindungan.

婦言:「卿何以不得肉乎?」
Sang istri berkata: “Apa sebabnya Anda tidak mendapat daging?”

鬼言:「正為汝舍佛弟子,天神逐我出四十里外。露宿震怖,于今不安;故不得肉。」
Hantu berkata: “Telak karena siswa Buddha di rumahmu, dewata dewa mengusirku empat puluh li ke luar. Di tempat terbuka aku bermalam tergetar ketakutan, hingga kini tidak nyaman; karenanya tidak mendapat daging.”

婦聞默喜,因問其夫:「佛戒云何悉所奉持?」
Mendengarnya, sang istri terdiam gembira. Syahdan ditanyaïnya suaminya: “Bagaimanakah Śīla Buddha yang dijunjung dan dipegang semuanya?”

鬼言:「我大飢極,急以肉來,不須問此。此是無上正真之戒,非吾所敢說也。」
Hantu berkata: “Kelaparan hebatku memuncak; bangat datangkanlah daging, tidak perlu menanyakan hal ini. Ini adalah Śīla dari Kebenaran Sejati yang Tiada Tara, bukan hal yang berani kubabarkan.”

婦言:「為說之,我當與卿肉!」
Sang istri berkata: “Babarkanlah, saya akan memberi Anda daging!”



鬼類貪殘,欲食無止。
Adapun bangsa hantu loba dan kejam, bernafsu makan tiada henti.

婦迫問之,因便為說三自歸、五重戒:
[Teriming-iming] sang istri yang memaksa menanyakannya, syahdan maka dibabarinya Tiga Perlindungan dan Lima Śīla berat:

一曰、「慈仁不殺」;
“Pertama,” ujarnya, “berkasih–sayang tidak membunuh”;

二曰、「清信不盜」;
“kedua,” ujarnya, “jujur kredibel tidak mencuri”;

三曰、「守貞不婬」;
“ketiga,” ujarnya, “menjaga kastitas tidak berzinah”;

四曰、「口無妄言」;
“keempat,” ujarnya, “mulut tiada berkata dusta”;

五曰、「孝順不醉。」
“kelima,” ujarnya, “patuh berbakti dan tidak bermabuk-mabukan.”

鬼初說一戒時,婦輒受之——五戒心執、口誦。男子於甕中識五戒,隨受之。
Saat bermula hantu itu membabar satu śīla, sang istri seketika itu juga mengambilnya — kelima śīla pun ia genggam secara mental, ia lafalkan secara oral. Pria dalam tempayan [juga kembali] mengenali kelima śīla dan turut mengambilnya.

天帝知此二人心自歸佛;即選善神五十人,擁護兩人。鬼遂走去。
Penguasa para dewa, Śakra, mengetahui kedua orang ini batinnya berlindung kepada Buddha; maka dipilihnya dewata baik lima puluh orang untuk mengawal dan menjaga keduanya². Hantu itu pun lanjut kabur dan pergi.



到明日,婦問男子:「怖乎?」
Sampai keesokan harinya, sang istri bertanya kepada pria itu: “Takut tidak?”

答曰:「大怖!蒙仁者恩,心悟識佛。」
Jawabnya: “Takut sekali! Berkat menerima kasih Saudari, batinku pun terinsaf dan mengenali Buddha.”

婦言男子:「昨何以迴還?」
Sang istri berkata kepada pria itu: “Kemarin apa sebabnya engkau beralih dan kembali?”

答曰:「吾見新久死人骸骨,縱橫恐畏;故屈還耳。」
Jawabnya: “Kutampak tulang kerangka orang mati, yang baru dan yang lama, malang–melintang sungguh menakutkan; karenanya aku condong dan kembali.”

婦言:「骨是吾所棄者也。吾本良家之女,為鬼所掠,取吾作妻,悲窮無訴。今蒙仁恩,得聞佛戒,得離此鬼。」
Sang istri berkata: “Tulang itu akulah yang meninggalkannya. Aku semula adalah putri keluarga baik-baik yang diculik oleh hantu, yang mengambilku sebagai istri, sehingga prihatin tuntas tiada terungkapkan. Kini [juga] berkat menerima kasih Saudara, aku dapat mendengar Śīla Buddha, dapat meninggalkan hantu ini.”



婦言:「賢者。今欲到何所?」
Sang istri berkata: “Insan yang Arif³, kini hendak sampai ke mana?”

男子報言:「吾欲到舍衛國見佛。」
Pria itu membalas: “Aku hendak sampai ke Śrāvastī menjumpaï Buddha.”

婦曰:「善哉!吾置本國及父母,隨賢者見佛。」
Sang istri berujar: “Baguslah! Aku akan menaruh negeri asalku dan ayah–ibuku, dan menuruti Insan yang Arif menjumpaï Buddha.”

便俱前行,逢四百九十八人。因相問訊:「諸賢者從何所來,欲到何所?」
Maka mereka berjalan ke depan bersama dan bersua dengan empat ratus sembilan puluh delapan orang. Oleh sebab ini, mereka menanyaïnya kabar: “Insan yang Arif sekalian datang dari mana, hendak sampai ke mana?”

答曰:「吾等從佛所來。」
Jawab: “Kami datang dari tempat Buddha.”

問言:「卿等已得見佛,何為復去?」
Tanya: “Anda sekalian telah dapat menjumpaï Buddha, untuk apa pergi lagi?”

報言:「佛日說經;意中罔罔故尚不解。今還本國。」
Balas: “Buddha tiap hari membabarkan sūtra; karena dalam pikiran kami melayang-layang, kami bahkan tidak paham. Kini kembalilah kami ke negeri asal.”

兩賢者具說本末,以鬼畏戒。高行之人,意乃開解,俱還見佛。
Kedua Insan yang Arif membabarkan secara lengkap ujung–pangkalnya bagaimana hantu takut akan Śīla. Para Praktisi Tinggi pun pikirannya terbuka dan memahami, lalu kembali bersama menjumpaï Buddha.



佛遙見之,則笑,口中五色光出。
Apabila dari kejauhan Buddha menampak mereka, maka tersenyumlah Beliau, dan dari mulut-Nya keluar cahaya pancawarna.

阿難長跪:「佛不妄笑;將有所說?」
Ānanda pun bertelut: “Buddha tidak sembarang tersenyum; akankah ada yang Beliau sabdakan?”

佛語阿難:「汝見是四百九十八人還不?」
Buddha bersabda kepada Ānanda: “Tampakkah olehmu empat ratus sembilan puluh delapan orang yang kembali ini?”

對曰:「見之。」
Sahutnya: “Tampak.”

佛言:「此四百九十八人,今得其本師;來見佛者,皆當得道。」
Buddha berkata: “Empat ratus sembilan puluh delapan orang ini kini mendapati gurunya yang asali; mereka yang datang menjumpaï Buddha semuanya akan mendapat Jalan.”



五百人至佛所前,為佛作禮,一心聽經,心開意解,皆作沙門,得阿羅漢道。
Kelimaratus orang itu pun tiba di hadapan Buddha, memberi-Nya hormat, dan dengan sepenuh hati menyimak sūtra. Batin mereka terbuka, pikirannya memahami; semuanya menjadi śramaṇa dan mendapat Kearhatan.



佛言:「犯酒戒者,則是客舍主人 與 此女人累世兄弟也;然此二人是四百九十八人前世之師也。世人求道,要當得其本師及其善友,爾乃解耳。」
Buddha berkata: “Ia yang melanggar śīla pantang minuman-keras adalah dengan pemilik rumah pondokan dan wanita ini kakak–beradik selama berkehidupan-kehidupan; namun, kedua orang ini merupakan guru dari kehidupan terdahulu empat ratus sembilan puluh delapan orang itu. Orang-orang di dunia yang mencari Jalan maulah mendapat guru asali dan sahabat-sahabat yang baik, barulah akan memahami [Jalan tersebut].”



佛說經竟,諸比丘皆大歡喜,前為佛作禮而去。
Usai Buddha menyabdakan sūtra ini, para bhikṣu semuanya merasa amat bersukacita, lalu ke depan memberi Beliau hormat dan pergi.






《佛說戒消災經》
Akhir dari Sūtra tentang Śīla yang Menghapus Bencana






CATATAN:

¹ Salah satu kerajaan dari zaman Tiga Negara (220–280). Atribusi kepenerjemahan sūtra ini pada Chih Ch’ien diragukan.

² Masing-masing dikawal oleh 25 dewata. Siapa sajakah dewata itu tidak kita ketahui dari sūtra ini. Nama-nama mereka pertama kali disebutkan di jilid 4 Sūtra tentang Dhāraṇī Agung yang Diucapkan Tujuh Buddha dan Delapan Bodhisattva 《七佛八菩薩所說大陀羅尼神呪經》 (T. № 1332). Untuk setiap langkah latihan dari Lima Śīla, ada lima dewata penjaganya sbb.:

護戒神 Fo Shuo Jie Xiao Zai Jing

Yang diperikan daftar ini tampaknya lebih merupakan nama golongan dewata tertentu, alih-alih nama pribadi perorangan.

³ Skt. satpuruṣa.

Sabtu, 07 Mei 2022

Memiliki Śīla dalam Diri merupakan Pelindung yang Sejati, Jimat Lain Tidak Diperlukan

Di bab III Mahāsatyaka-nirgrantha Nirdeśa Sūtra (T. vol. 9, № 272 hlm. 321b) Buddha memujikan Śīla Pāramitā kembali kepada Mañjuśrī dengan mengucapkan gāthā:

  1. 戒善持行者  如鳥飛虛空
    不懼墮生死  諸趣惡道中

    Praktisi yang Śīla-nya dipegang baik
    laksana burung yang terbang di angkasa:
    tidak gentar dalam saṃsāra akan terjatuh
    ke segala jalur kelahiran rendah.

  2. 惡道大毒龍  無明諸羅剎
    見持淨戒者  恭敬捨害心

    Naga berbisa jalur kelahiran rendah (durgati),
    para rākṣasa kegelapan batin (avidyā),
    demi melihat pemegang Śīla yang murni,
    menghormat dan melepaskan niat mencelakaïnya.

  3. 一切諸如來  安隱住涅槃
    斷諸惡趣道  皆由持戒故

    Sekalian Tathāgata pun dapat
    berdiam sentosa dalam Nirvāṇa
    dan memotong segala jalur kelahiran rendah
    berkat dari pada memegang Śīla.

  4. 是故諸佛子  欲求無上道
    堅固諸善本  持戒波羅蜜

    Oleh sebab itu, para putra Jina yang
    ingin mencari Pencerahan Tiada Tara
    dan kukuh dalam segala dasar kebaikan,
    hendaknya memegang Śīla Pāramitā.

Minggu, 01 Mei 2022

Ber-śīla, tetapi Tidak Ber-Śīla

Sudah mengikuti upacara pengambilan Śīla tetapi, karena tidak yakin dan tidak mengerti, tidak memperoleh substansi Śīla. Selanjutnya berusaha menjalankan “śīla” semaksimal mungkin. Apakah hal ini ada gunanya?

Kita ambil saja contoh orang yang dituntut tradisi negaranya, lalu mengikuti upasaṃpadā untuk menjadi bhikṣu sementara — padahal, seperti pembahasan kita terdahulu, substansi disiplin Prātimokṣa bagi ketujuh kelompok siswa-siswi Buddhis mana pun hanya terbentuk jika diambil untuk seumur hidup. Walau didasari ketidakmengertian, ia kemudian tetap menjaga segala aturan layaknya seorang bhikṣu. Ia mungkin juga akan makan sehari sekali, hanya mengenakan tiga lembar kain sebagai jubah, tidur dalam posisi duduk, hidup fakir tanpa uang, berjalan kaki ke mana-mana tanpa sepatu, dsb.

Ketatnya pelaksanaan “śīla” tersebut, sayangnya, tidak kondusif membawa Kesucian. Menyambung kutipan kita sebelumnya (lihat di sini dan di sini), dalam Mahāprajñāpāramitā Upadeśa Bodhisattva Nᴀ̄ɢᴀ̄ʀᴊᴜɴᴀ mempersamakan saja praktik-praktik tersebut dengan pertapaan keras (duṣkara caryā) para tīrthika:

若人棄捨此戒,雖山居苦行,食果服藥,與禽獸無異。
Jika seseorang membuang Śīla ini, kendati bermukim di gunung menjalankan praktik pertapaan keras, hanya memakan buah-buahan dan mengonsumsi jamu-jamuan, ia tidaklah berbeda dengan unggas atau binatang.

或有人但服水為戒,或服乳,或服氣;
Ada orang yang hanya minum air sebagai disiplinnya, atau minum susu, atau makan angin;

或剃髮,或長髮,或頂上留少許髮;
ada yang mencukur rambut, atau memanjangkan rambut, atau meninggalkan sedikit kuncung di puncak kepala;

或著袈裟,或著白衣,或著草衣,或木皮衣;
ada yang mengenakan jubah kaṣāya, atau mengenakan jubah putih, atau mengenakan jubah rumput, atau mengenakan jubah kulit kayu;

或冬入水,或夏火炙;
ada yang di musim dingin berendam air, atau di musim panas berpanggang api;

若自墜高巖,若於恒河中洗;
ada yang menjatuhkan diri dari tebing tinggi, atau berbasuh di Sungai Gaṅgā;

若日三浴,再供養火,種種祠祀,種種呪願。
ada yang sehari mandi tiga kali, lagi memuja api dengan berjenis-jenis pengurbanan, dengan berjenis-jenis mantra.

受行苦行,以無此戒,空無所得。
[Walau] mengambil dan menjalankan praktik pertapaan keras, namun karena tidak memiliki Śīla ini, kosonglah tiada yang diperoleh.

若有人雖處高堂大殿,好衣美食,而能行此戒者,得生好處 及 得道果。
Jika ada orang yang meski tinggal di mansiun tinggi atau astana agung, berpakaian bagus atau bermakanan lezat, namun mampu melaksanakan Śīla ini, dapatlah ia terlahir di tempat yang baik dan memperoleh Jalan & Buah.

若貴若賤、若小若大,能行此淨戒,皆得大利。
Entah kaya entah miskin, entah besar entah kecil, jikalau mampu melaksanakan Śīla murni ini, semuanya akan mendapat keuntungan besar.

Pemeo populer mengatakan sia-sia “bertekun mengembangkan praktik pertapaan keras, namun bukan [menjadi] sebab Nirvāṇa” (勤修苦行,非涅槃因), dan tampaknya muncul pertama kali dalam tulisan-tulisan patriark kesembilan T’ien-t’ai, Cʜᴀɴ-ᴊᴀɴ alias Mɪᴀᴏ-ʟᴏ. Apa sajakah yang bukan menjadi sebab Nirvāṇa? Dalam bab XXVI Lalitavistara 《方廣大莊嚴經》 (T. vol. 3, № 187 hlm. 607b), pada khotbah pertama-Nya di Taman Rusa, Buddha menyebutkan:

一者、心著欲境而不能離——是下劣人·無識凡愚·非聖所行,不應道理,非解脫因,非離欲因,非神通因,非成佛因,非涅槃因。
1. Melekatkan batin pada objek nafsu dan tak mampu tercerai — itu dijalani oleh mereka yang hina, makhluk biasa bodoh yang tak berpengetahuan, bukan orang suci; tidak bersesuaian dengan prinsip Jalan; bukan sebab Kebebasan; bukan sebab keceraian dari nafsu; bukan sebab penembusan spiritual; bukan sebab pencapaian Kebuddhaan; bukan sebab Nirvāṇa.

Dan yang setara dengan hal itu:

二者、不正思惟,自苦其身而求出離,過·現·未來 皆受苦報。
2. Tidak dengan pertimbangan tepat, menyiksa dirinya sendiri demi mencari pertolakan [dari saṃsāra] sehingga dahulu, sekarang, dan mendatang, di segala masa mereka menerima akibat penderitaan.


Upāsaka Śīla Sūtra yang kita kutip sebelumnya berbunyi:

「善男子。有人勤求優婆塞戒,於無量世如聞而行,亦不得戒。有出家人求比丘戒、比丘尼戒,於無量世如聞而行,亦不能得。何以故?不能獲得解脫分法故;可名修戒,不名持戒。」
“Putra berbudi, ada orang yang dengan tekun mencari Śīla upāsaka, lalu selama berkelahiran-kelahiran yang tak terukur melaksanakannya sesuai yang didengarnya, namun juga tidak mendapatkan Śīla. Ada pula pravrajita yang mencari Śīla bhikṣu atau Śīla bhikṣuṇī, lalu selama berkelahiran-kelahiran yang tak terukur melaksanakannya sesuai yang didengarnya, namun juga tidak mendapatkan Śīla. Apakah sebabnya? Karena mereka tidak bisa memperoleh bagian Pembebasan. Mereka boleh disebut ‘mengembangkan śīla’, tetapi tidak disebut ‘memegang Śīla’.”

Seseorang bisa saja melaksanakan moralitas serupa upāsaka Buddhis karena sebelumnya sudah pernah mendengar isinya, entah ia kemudian mencari Śīla (memohon Pañca Śīla) dari seorang guru atau tidak. Begitu pula seseorang bisa saja melaksanakan aturan yang lebih ketat serupa bhikṣu Buddhis karena sebelumnya sudah pernah mendengar isinya, entah ia kemudian mencari Śīla (memohon upasaṃpadā) atau pergi bertapa sendiri. Walaupun sudah memohon Śīla, karena ketidakmengertian, pelaksanaan “śīla” tersebut sia-sia belaka sebab ia tidak memperoleh bagian Pembebasan (substansi Śīla). Dalam kehidupan ini mustahillah ia dapat merealisasi Kebebasan.

Permisalan dalam kutipan ini bahkan terlalu bagus karena sangat langka orang yang tidak memperoleh bagian Pembebasan bisa bertemu kembali kesempatan untuk memohon Śīla berulang-ulang. Kebanyakannya, pelaksanaan “śīla” tersebut hanya menjadi karma baik duniawi yang segera berbuah habis di kehidupan berikut sebelum Kebebasan sempat terealisasi.

Bagi orang yang tidak mau belajar mengerti (tidak mau banyak mendengar), Candrapradīpa Samādhi 《月燈三昧經》 (lebih dikenal dengan judul Samādhirāja Sūtra, T. vol. 15, № 639 hlm. 558a) memperingatkan:

自恃持戒慢  而不學多聞
持戒報盡已  還復受諸苦

Seseorang yang sombong mengandalkan pemegangan Śīla sendiri,
namun tidak belajar banyak mendengar,
setelah akibat pemegangan Śīla tersebut berakhir,
akan kembalilah lagi ia menerima berbagai penderitaan.

Ini adalah peringatan bagi yang memang memiliki substansi Śīla, yang dijamin oleh Buddha realisasi Kebebasannya dalam kehidupan ini atau mendatang. Bahkan mereka pun harus memperhatikan hal ini; apalagi orang yang asal-asalan mengambil Śīla, yang tidak mau tahu apakah substansi Śīla terbentuk dalam dirinya atau tidak!

BUKAN JURIAT BUDDHA IA YANG TIDAK MEMILIKI SUBSTANSI ŚĪLA


「若有人問:『汝誰種姓?』,當答彼言:『我是沙門釋種子也。』亦可自稱:『我是沙門種,親從口生,從法化生,現得清淨,後亦清淨。』所以者何?大梵名者,即如來號;如來為世間眼,為世間智,為世間法,為世間梵,為世間法輪,為世間甘露,為世間法主。」
“Jikalau ada orang bertanya: ‘Kamu klan atau kasta apa?’, maka hendaklah kamu menjawab: ‘Kami adalah śramaṇa, putra-putra Ia dari klan Śākya.’ Juga boleh kamu menyebut diri: ‘Kami adalah juriat sang Śramaṇa, dilahirkan langsung dari mulut-Nya, lahir dari transformasi Dharma, kini beroleh kemurnian, kelak pun juga murni.’ Mengapa demikian? Istilah Mahā Brahmā ialah gelar Tathāgata; Tathāgata ialah mata bagi dunia, Pemahaman bagi dunia, Dharma bagi dunia, Brahmā bagi dunia, roda Dharma bagi dunia, amerta bagi dunia, yang empunya Dharma dunia ini.”

—— *Cūlla Nidāna Sūtra 《小緣經》
(‘Sūtra Kecil tentang Kausalitas’)


Membalas klaim kasta brāhmaṇa bahwa para brāhmaṇa dilahirkan langsung oleh Brahmā, lahir dari Brahmā (Brahman?), pada petikan di atas Buddha mengajari Vāsiṣṭha dan Bhāradvāja untuk menjawab bahwa mereka śramaṇa yang dilahirkan langsung oleh Buddha, lahir dari Dharma. Petikan ini bersumber dari padanan Aggañña Sutta versi Dharmaguptaka, yang ditempatkan sebagai sūtra ke-5 Dīrgha Āgama (T. vol. 1, № 1 hlm. 37b). Menurut versi Sarvāstivāda, yang ditempatkan sebagai sūtra ke-154 Madhyama Āgama (T. vol. 1, № 26 hlm. 674a), jawaban yang diajarkan kepada Vāsiṣṭha dan Bhāradvāja hanya meniru klaim para brāhmaṇa: “Kami [pun] brāhmaṇa, putra-putra Brahmā, dilahirkan dari mulutnya, ditransformasikan oleh Brahmā demi Brahmā” (我等梵志是梵天子,從彼口生,梵梵所化), tetapi dengan catatan bahwa Brahmā adalah gelar sang Tathāgata sendiri.
catur varna
Gelar-gelar unik, yang berlainan pada setiap versi, selanjutnya ditambahkan lagi masing-masing. Versi Pāli memerikan daftar: Dhammakāya, Brahmakāya, Dhammabhūta, Brahmabhūta. Penyebutan Tathāgata sebagai Dhammakāya (‘tubuh Dharma’) adalah yang paling menarik, mengingatkan kita pada posting terdahulu bahwa Buddha merupakan pertubuhan dari sempurnanya kualitas-kualitas Dharma — Śīla, Samādhi, Prajñā, Vimukti, dan Vimukti-jñāna-darśana. Dengan mengajarkan Dharma (Latihan Berunsur Tiga), Buddha berusaha menghantarkan semua makhluk kepada Dharma (kualitas-kualitas sempurna, yakni Nirvāṇa, yang merupakan tubuh-Nya).

Ketimbang menyelenggarakan upacara-upacara kurban seperti para brāhmaṇa, Buddhisme, sebagai sebuah tradisi śramaṇa, lebih mengutamakan kebajikan personal untuk mencapai Pembebasan. Hal ini terlihat dalam praktik Latihan Berunsur Tiga, yang diawali Śīla. Dengan menerima Śīla, benih tubuh Dharma sesungguhnya ditanamkan dalam diri seseorang; ia diinisiasi ke dalam tubuh Dharma. Oleh karena itu, siswa-siswi Buddhis yang menerima Śīla dikatakan ‘lahir dari Dharma’ (dharmaja).

Menerima Śīla berarti pula meneruskan juriat Buddha. Bagaimana bisa kita mengaku sebagai putra seseorang jikalau kita tidak memiliki DNA yang sama dengannya dalam diri kita? Begitu pula bagaimana bisa kita mengaku sebagai putra-putra Jina jikalau kita tidak memiliki substansi Śīla yang sama dengan-Nya dalam diri kita?

Sayangnya banyak orang yang mengambil Śīla, tetapi tidak memperoleh substansi Śīla karena tidak yakin dan tidak mengerti apa yang mereka ambil. Mereka mengambil Śīla demi status sosial belaka (agar sah dianggap sebagai upāsaka atau bhikṣu di mata masyarakat), dan hanya secara eksternal saja kelihatan Buddhis. Meskipun mungkin melaksanakan “śīla” layaknya Buddhis dan memperoleh sedikit manfaat dengan menerapkan ajaran Buddha, mereka ibarat orang yang melakukan operasi plastik agar wajahnya terlihat mirip dengan orang yang mereka aku sebagai bapa. Namun, sampai kapan pun mereka tetap bukan anaknya sebab tidak memiliki DNA yang sama dengannya.

Rabu, 27 April 2022

Petikan dari Kitab Pepatah Dharma (Dharmapada)

  1. 戒為甘露道  放逸為死徑
    不貪則不死  失道為自喪

    Śīla adalah Jalan Embun Manis¹,
    kelengahan merupakan rintis kematian.
    Mereka yang tidak serakah takkan mati,
    mereka yang kehilangan Jalan mematikan dirinya sendiri.

—— Kitab Pepatah Dharma bab X, “Kelengahan”
《法句經·放逸品第十》
(T. vol. 4, № 210 hlm. 562b)



Mengenaï sejarah Kitab Pepatah Dharma lihat di sini.






CATATAN:

¹ Skt. amr̥tapada ‘Jalan menuju Tanpa Kematian’. Untuk perhatian, apabila kita bandingkan paralel pada berbagai versi Indis, nyatalah bahwa apa yang ditraduksi sebagai 戒 di kalimat ini sebenarnya adalah ‘ketidaklengahan/ kewaspadaan’ (apramāda). Akan tetapi, bait Tionghoa ini begitu populer sehingga ia digunakan kembali dalam terjemahan-terjemahan Dharmapada di zaman kemudian, juga dalam sebuah sūtra di varga XXXV Ekottara Āgama.

Selasa, 12 April 2022

Kamar yang Gelap Ribuan Tahun, Dengan Satu Pelita Teranglah


又如冬時雪自凝積,日所照故,雪自消散。行人清淨戒日舒光,罪雪盡消亦復如是。
Pun bagaikan salju musim dingin yang bertumpuk membeku: oleh pancaran matahari, buyarlah salju itu meleleh dengan sendirinya. Praktisi yang disinari matahari Śīla yang murni, salju kejahatannya juga meleleh habis sedemikian.

又如室中千年黑闇,一燈倏照,黑闇都盡。亦如行人千生之中所積黑業,……,爍黑闇業,一切都盡。
Pun bagaikan kegelapan ribuan tahun dalam sebuah kamar: oleh pancaran kilat sebuah pelita, berakhirlah kegelapan itu seluruhnya. Begitu pula praktisi yang selama ribuan kelahiran menumpuk karma hitam, …, leburlah segala karma gelap hitam itu, berakhir seluruhnya.

—— Subāhu-paripr̥cchā Tantra 《妙臂菩薩所問經》
(T. vol. 18, № 896 hlm. 759b)


Pancaran pelita yang dalam seketika menerangi “kamar gelap ribuan tahun” (varṣasahasra-sañcita-tamondhakāra) merupakan perumpamaan yang sering muncul dalam sūtra, dan populer dikutip oleh penulis-penulis Buddhis, dengan segala variasi (misalnya: mengganti ribuan dengan ratusan). Perumpamaan ini digunakan untuk menggambarkan berbagai hal: Dharmaratna, Śīla, bodhicitta, satu pengamatan Kebenaran Sejati, buah-pikir bertobat, lafalan mantra/nama Buddha, dsb.

Mengulangi penjelasan yang sudah sering kita bahas dari Hsing-shih ch’ao 《行事鈔》 (T. vol. 40, № 1804 hlm. 25c) karya Vinayācārya Tᴀᴏ-ʜsᴜ̈ᴀɴ, bahwa:

未受戒前,惡遍法界;今欲進受,翻前惡境,並起善心。故戒發所因還遍法界。
Sebelum menerima Śīla, kejahatan kita merata (memenuhi) Dharmadhātu; kini, saat kita berhasrat maju menerima, kita menukar lingkup kejahatan sebelumnya, serta membangkitkan buah-pikir baik. Oleh karena itu, penyebab terbentuknya [substansi] Śīla terpulang pada serata Dharmadhātu.

Kejahatan kita merata terhadap segenap Dharmadhātu. Walau tidak pernah (atau mungkin pernah di kehidupan-kehidupan lampau — kita tidak ingat lagi) membentuk avijñapti khusus untuk melakukan kejahatan, batin kita senantiasa didasari tiga racun sehingga segenap Dharmadhātu bisa menjadi objek kejahatan kita: baik terhadap yang tak-hidup, maupun yang hidup. Terhadap objek hidup pun bisa mereka yang ada di enam ranah makhluk biasa (pr̥thagjana), maupun di empat ranah pribadi suci (ārya).

Akan tetapi, dengan batin didasari kasih–sayang, kini kita yakin dan berhasrat menerima Śīla para Buddha. Apa yang sebelumnya menjadi lingkup kejahatan kita, kini bertukar menjadi lingkup kebaikan. Segenap Dharmadhātu dalam seketika terliputi buah-pikir baik kita. Jadi, dapat dikatakan bahwa ruang lingkup pembentukan substansi Śīla (yang merupakan tubuh Dharma kausal) ialah serata Dharmadhātu (yang merupakan tubuh Dharma pada tataran hakiki).




Perumpamaan pancaran pelita yang tersua paling awal adalah dalam sūtra pertama Mahāsannipāta 《大方等大集經・瓔珞品》 (T. vol. 13, № 397 hlm. 4c) terjemahan Dharmakṣema sekitar tahun 414. Dalam sūtra ini Buddha memuji para Bodhisattva yang berhasil memasuki berbagai Samādhi lalu menguntungi banyak makhluk sbb.:

「善男子。譬如一處百年闇室,一燈能破;汝等亦爾,無量世中無明黑闇,今日能破。如日月寶光,住信戒施慧禪定亦爾。」
“Putra berbudi, ibarat kegelapan kamar ratusan tahun di suatu tempat, yang dengan satu pelita mampu terhancurkan, kalian pun demikian: kegelapan dari ketidaktahuan (avidyā) selama kehidupan-kehidupan yang tiada terukur, pada hari ini mampu terhancurkan. Bagaikan cahaya mustika mentari atau rembulan, berdiam dalam keyakinan (Śraddhā), moralitas (Śīla), derma (Dāna), kebijaksanaan (Prajñā), dan meditasi (Dhyāna) begitu pula.”

Maka sekali lagi di sini ditekankan pentingnya Śīla sebelum bisa memperoleh Samādhi dan Prajñā, dan Śīla tidak bisa dimiliki jikalau kita tidak yakin kepada Dharma tentang Śīla itu sendiri. Bodhisattvakeyura-parikarma Sūtra yang kita kutip sebelumnya menyatakan:

入三寶海,以信為本;住在佛家,以戒為本。
Untuk memasuki laütan Triratna, keyakinan adalah dasarnya; untuk berdiam dalam keluarga Buddha, Śīla adalah dasarnya.

Sabtu, 09 April 2022

Yakinlah bahwa Apa yang Diperoleh itu Sungguh merupakan Benih Tubuh Dharma

Maka kita hendaknya yakin bahwa penerimaan Śīla sungguh merupakan inisiasi ke dalam tubuh Dharma yang sama yang direalisasi Buddha dan para ārya. Hanya melaluinyalah Kebuddhaan kelak akan tercapai sebab, apabila benih tidak ditanam, bagaimana bisa Buah diperoleh.

Petikan dari Brahmajāla Sūtra 《梵網經》 (T. vol. 24, № 1484 hlm. 1004a) berikut konteksnya membahas disiplin Bodhisattva, yang mengatur penghindaran kejahatan jasmani, ucapan, hingga pikiran. Namun, sebetulnya relevan juga untuk disiplin Prātimokṣa umum yang hanya mengatur penghindaran kejahatan jasmani dan ucapan — baik itu Pañca Śīla perumahtangga yang sangat general, maupun Upasaṃpanna Śīla monastik yang lebih mendetail.

「汝是當成佛  我是已成佛
 常作如是信  戒品已具足

 “Kamu adalah Buddha yang akan jadi;
 Aku adalah Buddha yang telah jadi.
 Senantiasa yakini hal ini sedemikian,
 maka anggota Śīla sudahlah lengkap.

 一切有心者  皆應攝佛戒
 眾生受佛戒  即入諸佛位
 位同大覺已  真是諸佛子」

 Semuanya yang memiliki batin
 hendaklah memeluk Śīla Buddha ini.
 Makhluk hidup yang menerima Śīla Buddha,
 akan memasuki posisi para Buddha.
 Setelah berkedudukan sama dengan Pencerahan Agung,
 sungguhlah mereka merupakan para putra Jina.”

Sewaktu mendefinisikan siapakah seorang upāsaka (lihat di sini), Bhadanta Sᴀɴ̇ɢʜᴀʙʜᴀᴅʀᴀ, guru Vaibhāṣika konservatif yang mengomentari syair-syair (kārikā) Abhidharmakośa karangan Vasubandhu, menulis dalam Nyāyānusāra Śāstra 《阿毘達磨順正理論》 (T. vol. 29, № 1562 hlm. 554b) sbb.:

分同諸佛,得淨尸羅,善意樂故。
Ia (seorang upāsaka) mendapat bagian yang sama dengan para Buddha, [yakni] Śīla yang murni, sebab kecenderungan pikirannya yang baik.

Di jilid pertama Fa-hua wên-chü chi 《法華文句記》 (‘Catatan atas Kata-kata dan Kalimat dari Saddharma-puṇḍarīka’, T. vol. 34, № 1719 hlm. 162c) Guru Besar Cʜᴀɴ-ᴊᴀɴ alias Mɪᴀᴏ-ʟᴏ, patriark kesembilan Sekolah T’ien-t’ai, menulis:

故論云:「若持五戒,釋迦文佛在汝家中。」
Karenanya Śāstra menyatakan: “Jikalau memegang Lima Śīla, Buddha Śākyamuni berdiam dalam rumahmu.”


Vinayācārya Tᴀᴏ-ʜsᴜ̈ᴀɴ juga menulis di seksi kedelapan Hsing-shih ch’ao 《行事鈔》 (T. vol. 40, № 1804 hlm. 26a):

《薩婆多》云:「新受戒人 與 佛 戒齊德也。」
Sarvāstivāda[-vinaya Vibhāṣā] menyatakan: “Orang yang baru menerima Śīla identik dengan Buddha kualitas Śīla-nya.”

Pernyataan ini bersumber dari penjelasan untuk pāyantika/pātayantika ke-20 di jilid 7 Sarvāstivāda-vinaya Vibhāṣā 《薩婆多毘尼毘婆沙》 (T. vol. 23, № 1440 hlm. 545b):

闡那作房,即日成即崩倒。作此大房用三十萬錢——功用甚大。
Chandaka membuat mansiun (mahallaka) yang hari itu jadi, hari itu juga roboh. Pembuatan mansiun besar ini menggunakan tiga puluh laksa kārṣāpaṇa — biaya dan tenaga yang amat besar.

諸比丘為檀越說法:「房雖崩倒,功德成就。房未壞時,佛已到此房中,即是受用。佛是無上福田;佛既受用,功德深廣、不可測量。
Para bhikṣu membabarkan Dharma kepada dānapati: “Meskipun mansiun ini roboh, namun jasa-jasa Anda telah tercapai. Sebelum mansiun hancur, Buddha sempat sampai di mansiun ini, menerima penggunaannya. Buddha adalah ladang jasa yang tiada taranya; jika Buddha sudah mengambil penggunaan, maka jasa-jasa Anda dalam dan ekstensif, tiada boleh terduga atau terukur.”

又云:「房始成時,有一新受戒年少比丘戒德清淨,入此房中,以楊枝猗房。以此一持戒比丘,已畢檀越信施之德。」
Pun mereka berkata: “Saat mansiun mulaï jadi, ada seorang bhikṣu muda yang baru menerima Śīla, yang murni kualitas Śīlanya, memasuki mansiun ini, dan dengan kayu penyugi (dantakaṣṭha) ia bersandar pada mansiun [menggosok gigi]. Oleh satu bhikṣu pemegang Śīla ini, sudahlah terserap kebajikan dānapati yang berderma dengan keyakinan.”

若起億數種種房閣、種種莊嚴,下至金剛地際,高廣嚴飾猶若須彌。設有一淨戒比丘,暫時受用,已畢施恩。何以故?
Kalaulah dibangun berjenis-jenis gedung mansiun sejumlah kotian unit, dengan berjenis-jenis ornamen ke bawah tanah hingga batas bajra (vajratalashāna), dengan tinggi menjulang terhias bagaikan Sumeru. Lalu seandainya terdapat seorang bhikṣu dengan Śīla murni yang mengambil penggunaannya sekejap saja, maka sudahlah terserap budi dari derma tersebut. Apakah sebabnya?

佛於無量劫中修菩薩行。今得成佛道,始體解波羅提木叉以授眾生。波羅提木叉非世間法;是背離世俗、向泥洹門。
Selama berkalpa-kalpa tiada terukur Buddha mengembangkan praktik bodhisattva. Kini, setelah Beliau berhasil mendapat Kebuddhaan, mulaïlah disubstansiasi dan dipahamkan-Nya Prātimokṣa dengan memberikannya kepada makhluk lain. Prātimokṣa bukanlah dharma duniawi; ialah Pintu untuk membelakangkan keduniawian dan menghadap Nirvāṇa.

凡房舍、臥具、飲食、湯藥是世間法,非是離世難得之法。是故!一淨戒比丘若暫受用,已畢施恩。
Setiap tempat tinggal, perlengkapan tidur, makanan, dan obat-obatan adalah dharma duniawi, bukan dharma adiduniawi yang sukar didapat. Oleh sebab itu, seorang bhikṣu dengan Śīla murni, jikalau mengambil penggunaannya sekejap saja, maka sudahlah terserap budi dari derma tersebut!

Kamis, 07 April 2022

Memperoleh Kelengkapan Śīla Berarti Lahir Baru


具戒行者,心無穢濁,內外清潔;凡人猶瓦石。
Praktisi yang Śīlanya lengkap, batinnya tiada terkeruhkan kotoran, bersih jernih secara internal dan eksternal; sedangkan orang biasa ibarat pecahan genting atau batu.

具戒高行者,若明月珠也;瓦石滿四天下,猶不如真珠一矣。
Ia yang Śīlanya lengkap dan praktiknya tinggi adalah serupa mutiara candrakānta yang cemerlang; pecahan genting atau batu yang memenuhi keempat kolong langit tidaklah sebanding dengan mutiara sejati sebutir saja.

—— Sūtra tentang si Kasta Keempat 《佛說四姓經》
(lihat posting terdahulu)


Masih berkaitan dengan masalah linguistis, terjemahan Tionghoa tertua dari sebuah versi Velāma Sūtra yang dikutip di atas menegaskan Śīla sebagai disiplin yang dimiliki seorang Buddhis berbeda dengan śīla (moralitas) yang dilaksanakan orang biasa. Orang biasa bisa hidup bermoral, tetapi mereka takkan memiliki kelengkapan Śīla. “Śīla yang lengkap” maksudnya Śīla tersebut genap terbentuk dalam diri, Śīla yang dimohon berhasil diperoleh substansinya.

Menerima Śīla berarti menerima benih tubuh Dharma (dharmakāya, lihat di sini). Begitu seseorang berhasil memperoleh substansi Śīla, ia seolah-olah lahir baru: batinnya tiada terkeruhkan kotoran, bersih jernih secara internal dan eksternal. Namun, karena juga masih berupa benih, maka substansi Śīla yang lengkap itu harus senantiasa dijaga dengan praktik yang tinggi sehingga karakteristiknya serupa mutiara candrakānta yang cemerlang — inilah polisemi dari Śīla yang dicermati Vinayācārya Tᴀᴏ-ʜsᴜ̈ᴀɴ (lihat di sini).

Sayangnya amat banyak orang yang mengaku Buddhis — baik perumahtangga maupun monastik — yang menganggap bahwa upacara penerimaan Śīla hanyalah janji untuk melaksanakan moralitas, tanpa signifikansi spiritual apa-apa. Mereka tidak pernah mau repot-repot mengecek apakah benar substansi Śīla sudah terbentuk dalam dirinya. Mereka lebih tertarik berdebat teori-teori Dharma yang cuma hafalan atau mempelajari teknik meditasi yang muluk-muluk. Mereka tidak berbeda dengan orang biasa yang bagaikan pecahan genting atau batu meskipun tahu bahwa, dalam latihan Buddhis klasik berunsur tiga, Samādhi dan Prajñā takkan diperoleh apabila tidak memiliki Śīla.

Semua hal ini terjadi karena kurangnya keyakinan kepada Dharma (dan, pada akhirnya, kepada Triratna), sebagaimana Daśadharmaka Sūtra menyatakan: “Keyakinan adalah wahana peningkatan; mereka yang yakin merupakan putra-putra Jina. Oleh sebab itu, seorang yang bijak semestinya selalu mengeratkan keyakinan. … Seseorang yang tidak yakin takkan melahirkan segala dharma yang putih, sama seperti benih yang terbakar takkan melahirkan akar dan tunas.”




Di jilid 36 Mahāparinirvāṇa Sūtra 《大般涅槃經》 (T. vol. 12, № 374 hlm. 575c) Buddha bersabda kepada Bodhisattva Kāśyapa:

「是人雖信佛、法、僧寶,不信三寶同一性相。雖信因果,不信得者。是故!名為“信不具足”
“Kendati orang tersebut meyakini Buddha-, Dharma-, dan Saṅgharatna, namun ia tidak yakin bahwa hakikat dan karakteristik Triratna adalah tunggal. Kendati meyakini sebab dan buah, namun ia tidak yakin akan mendapatnya. Oleh karenanya dinamakan ‘keyakinannya tidak lengkap’!

是人成就不具足信,所受禁戒亦不具足。何因緣故名“不具足”
Setercapainya orang tersebut berkeyakinan tidak lengkap, aturan moralitas (śīla) yang diterimanya juga akan tidak lengkap. Apakah sebab-musababnya maka dinamakan ‘tidak lengkap’?

因不具足故,所得禁戒亦不具足。」
Karena sebabnya tidak lengkap, śīla yang didapatnya juga tidak lengkap.”

Mereka yang mempercayaï eksistensi Triratna, dan pergi berlindung, seringkali tidak mengerti bahwa ketiganya adalah sehakikat dan sekarakteristik. Dalam perspektif Kendaraan Kecil pun sudah diterangkan: Buddha terlahir dari Dharma; Buddha adalah manifestasi dari Dharma. Dengan melaksanakan Dharma (sebagai pemotong nafsu, Latihan Berunsur Tiga), Buddha merealisasi Dharma (sebagai keadaan bebas-nafsu, Nirvāṇa). Hal yang sama demikian pula pada Saṅgha (lihat posting sebelumnya, di sini dan sini). Pada akhirnya, bukan hanya ketiganya yang sehakikat, bahkan semua makhluk juga sehakikat. Semua makhluk memiliki hakikat Kebuddhaan; semua makhluk berpotensi menjadi Buddha.

Dari Dharma, Buddha datang mengajarkan Dharma, dengan Śīla sebagai yang paling dasar (dari Latihan Berunsur Tiga). Dengan kata lain Buddha berusaha menginisiasi semua makhluk ke dalam tubuh Dharma. Namun, kebanyakan Buddhis sekarang lebih tertarik dengan gembar-gembor “latihan meditasi” yang, padahal, sukar membawa kita kepada Pembebasan tanpa dasar Śīla. Mereka tidak yakin bahwa para ārya, yang merupakan bagian dari Saṅgharatna dan sehakikat dengan Buddharatna, berhasil merealisasi tubuh Dharma berkat menerima inisiasi ke dalam tubuh Dharma. Mereka tidak yakin diri mereka, yang sehakikat, pun berpotensi merealisasi kesucian yang sama. Karena tidak mengerti dan menganggap penerimaan Śīla (disiplin) hanya sekadar ritual berjanji melaksanakan śīla (moralitas), Mahāparinirvāṇa Sūtra menyambung:

「復何因緣名“不具足”
“Lagi, apakah sebab-musababnya dinamakan ‘tidak lengkap’?

戒有二種:
Karena śīla ada dua jenis:
一、威儀戒, 1. śīla [serupa] tatakrama,
二、從戒戒。 2. śīla sesuai Śīla.

是人唯具威儀等戒,不具從戒戒。是故!名為“戒不具足”。」
Orang tersebut hanya lengkap dengan śīla yang serupa tatakrama, tidak lengkap dengan śīla sesuai Śīla. Oleh karenanya dinamakan ‘śīlanya tidak lengkap’!”

Inilah portret suram masyarakat Buddhis sekarang, di mana pada umumnya Śīla diambil demi status belaka, tanpa motivasi sungguh-sungguh hendak bertolak dari saṃsāra. Orang mengambil Pañca Śīla supaya dianggap sah sebagai upāsaka/upāsikā; orang mengikuti upasaṃpadā supaya dianggap sah sebagai bhikṣu/bhikṣuṇī. Setelahnya, mereka mungkin akan hidup bermoral sesuai tatakrama karena takut pandangan negatif dari masyarakat. Seorang yang mengikuti upasaṃpadā, misalnya, akan mencukur rambut, mengenakan jubah, makan sekali sehari, tidak memegang uang, dsb. Mereka ber-śīla, tetapi tidak ber-Śīla karena sejak semula memang tidak memiliki substansi Śīla dalam dirinya seperti yang dinyatakan Mahāparinirvāṇa Sūtra selanjutnya:

「復有二種:
“Lagi, ada dua jenis:
一者、作戒。  1. śīla dengan kerja,
二者、無作戒。 2. śīla tanpa-kerja.

是人唯具作戒,不具無作戒。是故!名為“戒不具足”。」
Orang tersebut hanya lengkap dengan śīla dengan kerja, tidak lengkap dengan śīla tanpa-kerja. Oleh karenanya dinamakan ‘śīlanya tidak lengkap’!”

‘Tanpa-kerja’ merupakan terjemahan lama untuk avijñapti (lihat di sini), yakni substansi Śīla yang tak termanifestasi. Bagi mereka yang mengikuti ritual pengambilan Śīla demi status belaka, walau setelahnya kemudian hidup bermoral, maka śīla yang mereka laksanakan hanyalah kerja (vijñapti) fisik dan ucapan saja sebab mereka tidak memiliki substansi Śīla tanpa-kerja (avijñapti). Moralitas tersebut takkan menjadi sebab untuk meraih Pembebasan, tetapi hanya menjadi karma baik yang bersifat duniawi.

Jumat, 01 April 2022

Apakah Śīla Identik dengan Moralitas?

Buddhisme lahir di tengah masyarakat penutur bahasa-bahasa Indo-Arya di India Utara. Karenanya, banyak istilah yang digunakan Buddhisme berasal dari kosakata bahasa-bahasa Indo-Arya seperti Prakerta dan Sanskerta. Kata-kata yang semula bermakna general secara semantis bergeser dalam Buddhisme lantaran mengalami spesialisasi makna. Dari sekian banyak kata, kita ambil saja śīla sebagai contoh di mana gejala polisemi terjadi atasnya.

  1. Dalam penggunaan umum, śīla boleh dipadankan dengan ‘moralitas’ atau mungkin ‘etika’. Teks-teks Buddhis kadang masih menggunakan śīla dengan makna umum ini, beserta adjektiva turunannya: suśīla (‘bermoral’ — juga diserap ke bahasa Indonesia menjadi: susila) dan duḥśīla (‘tidak bermoral; imoral’ — serapannya ke bahasa Indonesia akan tetapi mengalami disimilasi fonetis menjadi: dursila). Sayangnya, dalam sebagian besar bahasan Dharma, bukan śīla dengan makna umum ini yang dimaksud oleh Buddha. Kita akan meninjaunya lebih lanjut.

    Dalam penggunaan Buddhis, Śīla tidak selalu bermakna ‘moralitas’. Seorang bhikṣu yang memiliki kebiasaan buruk makan berdecap-decap atau minum berseruput-seruput, menurut Prātimokṣasūtra berbagai mazhab, dikatakan telah melanggar Śīla (yakni sekhiyā/śaikṣā). Apakah karena kekurangannya tersebut lantas kita bisa melabeli bhikṣu itu imoral? Juga apakah kita bisa melabeli seorang bhikṣu imoral jikalau ia mandi setiap hari, sementara menurut Prātimokṣasūtra seorang bhikṣu yang mandi lebih dari sekali per dua minggu melanggar Śīla (yakni pācittika/pāyantika)?

  2. Samanerasikkha


  3. Maka bisa kita lihat penggunaan kata Śīla dalam Buddhisme terspesialisasi sebagai auto-hiponim karena mengandung kesan suatu ‘aturan’ atau ‘disiplin’ (saṃvara). Boleh juga menerjemahinya lebih lengkap: ‘aturan/disiplin moralitas’. Namun, disiplin Buddhis sesungguhnya bukan cuma merupakan norma kebermoralan sebab banyak preksripsi tatakrama yang tercakup di dalamnya, yang tidak terkait dengan moral, bisa jadi bersesuaian dengan norma tatakrama atau sopan-santun masyarakat umum, bisa juga bersifat khas Buddhis (lihat ilustrasi pada pembahasan prakr̥ti śīla vs. prajñapti śīla di sini).

    Dengan makna inilah komponen -śīla pada kata-kata majemuk Upāsakaśīla, Śrāmaṇeraśīla, Bhikṣuśīla, dsb. kita pahami. Śīla di situ bersinonim dengan saṃvara; Śrāmaṇeraśīla, misalnya, berarti Śrāmaṇerasaṃvara (‘disiplin keśrāmaṇeraan’). Kadang-kadang kata śikṣā (‘latihan’) juga digunakan secara sempit sebagai sinonim sehingga kita jumpaï pula bentuk: Śrāmaṇeraśikṣā.

    Mengartikan saṃvara untuk kata Śīla dirasa masih kurang lengkap sebab pranata-pranata sekuler maupun religius lain masing-masing juga memiliki disiplinnya sendiri. Hanya saja masalahnya: apakah disiplin-disiplin tersebut mampu mengarahkan pelaksananya menuju Kebebasan Sejati sebagaimana Śīla agama Buddha? Oleh karena itu, sinonim Śīla yang lebih persis adalah ‘(disiplin) pengarah Pembebasan’, Prātimokṣa (Saṃvara). Makna inilah yang dimaksud oleh Buddha dalam sebagian besar bahasan-Nya tentang Śīla.

    Bab I-21 Mahāprajñāpāramitā Upadeśa, “Makna Śīla Pāramī” 《大智度論・尸羅波羅蜜義》 (T. vol. 25, № 1509 hlm. 153b), dengan tegas membedakan:

    尸羅,秦言:性善。
    Makna śīla dalam bahasa Cina ialah ‘tabiat yang baik’ (kebermoralan; moralitas).

    好行善道,不自放逸——是名尸羅
    Suka melaksanakan jalan kebaikan, tidak berlengah diri — itulah yang dinamakan śīla.

    或受戒行善,或不受戒行善——皆名尸羅
    Entah melaksanakan kebaikan dengan mengambil Śīla (disiplin, dengan Ś kapital), entah melaksanakan kebaikan tanpa mengambil Śīla — semuanya dinamakan śīla.

    尸羅者,略說身·口律儀有八種:不惱害、不劫盜、不邪婬、不妄語、不兩舌、不惡口、不綺語、不飲酒、及 淨命——是名戒。
    [Spesifiknya,] śīla berupa disiplin atas jasmani dan ucapan (kāya-vāk-saṃvara) yang secara ringkas disebutkan berunsur delapan: tidak mengganggu atau mencelakaï, tidak merampas atau mencuri, tidak beraktivitas seksual yang sesat, tidak berucap dusta, tidak berlidah dua, tidak bermulut jahat, tidak mengomong kosong, tidak meminum minuman-keras, dan berpencaharian murni — itulah yang dinamakan Śīla.

    若不護、放捨,是名破戒。破此戒者,墮三惡道中。
    Jikalau tidak dijaga, dengan lengah dilalaikan, itulah yang dinamakan “merusak Śīla”. Perusak Śīla ini akan terjatuh ke tiga jalur kelahiran rendah.

    Mahāprajñāpāramitā Upadeśa mentranskripsikan shih-lo 尸羅 untuk śīla dalam makna moralitas secara umum, dan menterjemahkan chieh 戒 untuk Śīla sebagai disiplin (khususnya disiplin Buddhis, Prātimokṣa Saṃvara). Sambungan untuk petikan di atas pernah kita muat, dan sesungguhnya masih berkelanjutan hingga akhir bab I-21. Pada intinya, Śīla sebagai disiplin (yang diterjemahi menggunakan kata chieh 戒) itulah yang diuraikan di sepanjang bab I-21, I-22, dan I-23.

    Śīla agama Buddha diterima melalui pengambilan (samādāna), sama seperti disiplin pranata-pranata lain — misalnya: jabatan atau profesi tertentu — diterima dengan mengambil sumpah. Hal ini menimbulkan apa yang disebut sebagai “substansi” Śīla yang dibayangkan mengejawantah dalam diri si penerima, yang akan bertahan selama ia menjadi pemegang Śīla dan akan rontok apabila ia merusak Śīla. Inilah salah satu dari empat konotasi Śīla yang dicermati Vinayācārya Tᴀᴏ-ʜsᴜ̈ᴀɴ (lihat posting sebelumnya, yang disertaï contoh-contoh kalimat). Bahkan dalam kata Śīla, yang sudah merupakan sebuah auto-hiponim dengan makna utama 2a seperti di bawah, terdapat lagi polisemi secara horizontal:
    2a. Dharma tentang Śīla (yakni Śīla sebagai disiplin Buddhis),
    2b. substansi Śīla,
    2c. praktik Śīla, dan
    2d. karakteristik Śīla.

    2d. Sema Śīla dengan makna substansi disiplin merupakan yang terpenting dan sudah sering kita bahas teorinya panjang–lebar. Kali ini kita akan sedikit menyinggung makna 2d, yang signifikan secara linguistis. Bab XXIV Upāsaka Śīla Sūtra 《優婆塞戒經・業品》 (T. vol. 24, № 1488 hlm. 1070a) menyatakan:

    一一戒邊,多業·多果故。
    Sebab, dari sisi [setiap] śīla satu per satu, banyaklah karma [baik] sehingga banyak buahnya.

    眾生無量,戒亦無量;物無量故,戒亦無量。
    Makhluk-makhluk tiada terukur, karenanya Śīla pun tiada terukur; benda-benda tiada terukur, karenanya Śīla pun tiada terukur.

    Śīla dalam kalimat terakhir maksudnya adalah karakteristik Śīla. Pikiran kita yang delusif meliputi seluruh Dharmadhātu tiada terhingga, maka jangkauan pembentukan dan pelaksanaan Śīla (ruang lingkup dari substansi dan praktik disiplin) juga meliputi seluruh Dharmadhātu tiada terhingga (lihat posting terdahulu). Pikiran yang tiada terhingga memiliki buah-buah pikir yang tiada terukur — entah itu berkenaan dengan objek hidup (makhluk-makhluk) maupun objek tak-hidup (benda-benda) — sehingga Śīla untuk mendisiplinkannya juga tiada terukur karakteristiknya.

    Karakteristik Śīla yang tiada terukur, bila diuraikan dengan mendetail, akan menghasilkan unit-unit yang jumlahnya sukar dihitung. Unit-unit itu disebut dengan śīla juga (akan kita eja dengan ś kecil untuk membedakan). Di sini terjadi gejala auto-meronimi, di mana istilah yang sama untuk menyebut keseluruhan digunakan pula untuk bagian-bagiannya yang lebih kecil, dan bisa kita lihat pemakaiannya pada kalimat pertama kutipan di atas.

    Meronim śīla berpadanan dengan śikṣāpada (‘langkah latihan’). Pada kalimat “Dalam Bhikṣu Śīla terdapat 250 śīla”, maksudnya adalah “Dalam disiplin kebhikṣuan terdapat 250 langkah latihan”. Angka 250 hanyalah generalisasi sebab tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah langkah latihan seorang bhikṣu persisnya — sesuai penjelasan karena objek-objek dalam ruang lingkup Śīla tiada terukur, maka karakteristik Śīla (langkah-langkah latihan) juga tiada terukur. Buddhisme Tiongkok menandaskan bahwa bhikṣu melaksanakan “3.000 tatakrama dan 80.000 praktik subtil” (三千威儀·八萬細行).


Kamis, 17 Maret 2022

Petikan dari Fa-hua hsüan-tsan

K’uei-chi 窺基, siswa utama Penerjemah Hsüan-tsang, menulis di jilid 2 Fa-hua hsüan-tsan 《法華玄贊》 (‘Pujian atas Kedalaman 𝘚𝘢𝘥𝘥𝘩𝘢𝘳𝘮𝘢𝘱𝘶𝘯̣𝘥̣𝘢𝘳𝘪̄𝘬𝘢 𝘚𝘶̄𝘵𝘳𝘢’, T. vol. 34, № 1723 hlm. 686a) karyanya:

持戒有五利:
Memegang Śīla (Prātimokṣa Saṃvara) ada lima manfaatnya:

一、十方佛護念。
1. Dijaga dan diingat para Buddha di sepuluh penjuru.

二、捨命時歡喜。
2. Bersukacita ketika meninggal dunia.

三、持戒者為親友。
3. Menjadi sahabat akrab para pemegang Śīla.

四、功德圓滿。
4. Jasa dan kebajikan penuh sempurna.

五、生生常得戒成其性。
5. Dari kelahiran ke kelahiran, senantiasa dapatlah Śīla menjadi tabiatnya.

《智度論》說「戒為德瓶」,即此第四。
Apa yang disebut dalam Mahāprajñāpāramitā Upadeśa, bahwa “Śīla merupakan vas kebajikan (bhadra ghaṭa)”, ialah poin keempat ini.

頌曰:
Syair berbunyi:

護念終歡喜  戒友功德圓
生常戒成性  是名戒五種

Dijaga dan diingat, di akhir bersukacita,
sahabat Śīla, jasa dan kebajikan sempurna,
terlahir senantiasa Śīla menjadi tabiat
— inilah yang dinamakan Śīla lima jenis [manfaatnya].

Selasa, 01 Maret 2022

Śīla adalah Vas yang Mampu Menampung Segala Kebajikan yang Terkumpul


福資糧者,謂:施、戒、忍,三種加行;
Perbekalan jasa meliputi tiga jenis praktik pendahuluan (prayoga): derma, moralitas, kesabaran;

智資糧者,謂:精進、靜慮、及聞慧等。
perbekalan pemahaman meliputi: pemajuan semangat, pengheningan cipta, dan kebijaksanaan berkat mendengar.

—— Mahāyāna-saṅgraha Upanibandhana 《攝大乘論釋》
(T. vol. 31, № 1598 hlm. 417b)


Nidhikaṇḍa Sutta Pāli, yang pernah kita kutip sebelumnya, menyatakan bahwa simpanan jasa-jasa diperlukan dalam meraih segala kebahagiaan — bukan hanya dalam pencapaian manusiawi dan kesenangan alam surgawi, bahkan hingga Pencerahan dari ketiga Kendaraan. Teks-teks Mahāyāna mengistilahinya dengan ‘perbekalan’ (saṃbhāra). Di jilid 8 Candrapradīpa Samādhi 《月燈三昧經》 (T. vol. 15, № 639 hlm. 603a), atau lebih dikenal dengan judul Samādhirāja Sūtra, Guru Dharma Supuṣpacandra 善花月法師 mengucapkan gāthā bagi para bodhisattva:

「為求菩提修勝因  積集福德及智慧
 習學彼故常修行  為欲救濟眾生故」

 “Demi mencari Bodhi, [para Tathāgata masa lampau] mengembangkan sebab yang unggul,
 menumpuk himpunan kebajikan-jasa dan kebijaksanaan-menuju-pemahaman.
 Belajar [meneladani] mereka, karenanya senantiasalah berlatih praktik
 demi menghendaki tertolongnya makhluk-makhluk hidup.”

Pengarang risalah (śāstra) berbeda-beda memiliki pertimbangan berbeda-beda untuk mengelompokkan pāramitā-pāramitā mana yang tergolong perbekalan jasa (puṇya saṃbhāra) dan mana yang tergolong perbekalan pemahaman (jñāna saṃbhāra) dalam penyempurnaannya. Yang sederhana adalah membagi berurutan tiga-tiga seperti dalam karya Upāsaka Asvabhāva 無性菩薩 yang menjelaskan Mahāyāna Saṅgraha di atas. Pembagian demikian juga dapat dijumpaï di bab I-26 Mahāprajñāpāramitā Upadeśa 《大智度論》 (T. vol. 25, № 1509 hlm. 172b):

欲成佛道,凡有二門:
Hendak mencapai Pencerahan Buddha, ada dua pintunya:
一者、福德, 1. Pintu kebajikan-jasa,
二者、智慧。 2. Pintu kebijaksanaan-menuju-pemahaman.

行施、戒、忍是為福德門;知一切諸法實相,摩訶般若波羅蜜,是為智慧門。
Melaksanakan derma, moralitas, kesabaran merupakan pintu kebajikan-jasa; mengetahui karakteristik sejati segala dharma, MAHĀPRAJÑĀPĀRAMITĀ, merupakan pintu kebijaksanaan-menuju-pemahaman.

菩薩入福德門,除一切罪,所願皆得;若不得願者,以罪垢遮故。
Seorang bodhisattva yang memasuki pintu kebajikan-jasa akan melenyapkan segala dosa, akan mendapatkan segala yang diharapnya; jikalau apa yang diharap tidak didapat, ialah dikarenaï terhambat kekotoran dosa.

入智慧門,則不厭生死、不樂涅槃,二事一故。今欲出生摩訶般若波羅蜜,般若波羅蜜要因禪定門,禪定門必須大精進力。
Saat memasuki pintu kebijaksanaan-menuju-pemahaman, maka takkanlah ia enggan akan saṃsāra, takkanlah ia bergemar akan Nirvāṇa, sebab keduanya adalah satu. Kini jikalau dikehendakinya MAHĀPRAJÑĀPĀRAMITĀ terbit, Prājñā Pāramitā mestilah disebabi oleh pintu semedi (Dhyāna), pintu semedi itu tentulah memerlukan kekuatan pemajuan semangat (Vīrya).

Baik dalam pengelompokan pāramitā secara di atas ataupun secara lain, penyempurnaan Śīla Pāramitā biasanya digolongkan sebagai pengumpulan perbekalan jasa. Oleh karena itu, mustahillah pāramitā-pāramitā lain dapat sempurna jikalau kita tidak memiliki Śīla dan, dengan demikian, kekurangan jasa.


Dalam Mahāyāna Śīla Sūtra 《佛說大乘戒經》 (juga disebut Śīla Saṃyukta Sūtra, T. vol. 24, № 1497 hlm. 1104a–b), Śīla diibaratkan sebagai sebuah vas kebajikan (bhadra ghaṭa), yaïtu vas ajaib yang mampu mengeluarkan permata. Jikalau vas itu tiada, bukan saja takkan muncul permata-permata baru, permata-permata yang sudah ada juga akan berantakan. Selengkapnya:

若持戒人成就一切法寶,譬如賢瓶,圓滿堅固,能盛一切珍寶;如是破損,珍寶散失。若破律儀,則捨一切善法。
Jikalau seseorang memegang Śīla, akan berhasillah ia dalam segala permata Dharma ibarat vas kebajikan yang penuh kukuh mampu menampung segala permata berharga; jikalau pecah dan rusak, permata-permata berharga itu akan hilang terserak. Jikalau seseorang memecah disiplin (saṃvara), maka terlepaslah segala dharma yang baik darinya.

Nᴀᴍᴏ Bʜᴀɢᴀᴠᴀᴛʏᴀɪ Āʀʏᴀśɪ̄ʟᴀᴘᴀ̄ʀᴀᴍɪᴛᴀ̄ʏᴀɪ!

Śīlapāramitā Devī 戒波羅蜜菩薩 merupakan personifikasi Kesempurnaan Moralitas yang digambarkan berwujud seorang deitas wanita. Ia tidak memiliki kultus independen — berbeda dengan Prajñāpāramitā yang terlebih dahulu populer, sebagai personifikasi atas sūtra-sūtra Prajñā Pāramitā — dan hanya muncul bersama dalam grup sepuluh pāramitā yang masing-masing dipersonifikasikan di Serambi Ākāśagarbha dari Garbhakośa Maṇḍala 胎藏界曼荼羅・虛空藏院.


Silaparamita Sila Paramita


Berdasarkan Vairocanābhisaṃbodhi Tantra, Garbhakośa Maṇḍala mendeskripsikan Śīlapāramitā sbb.:

身呈肉色,著羯磨衣。
Tubuhnya berwarna daging (seperti warna tubuh manusia biasa), mengenakan jubah karman.

豎右掌,食·中二指彎曲,持一短杖;杖頭有三枚寶珠,具光炎。
Menegakkan telapak kanan, ditekuknya kedua jarinya: telunjuk dan tengah, memegang sebatang tongkat pendek; di kepala tongkat tersebut ada tiga set mutiara pusaka yang semarak cahayanya.

左掌覆於膝上,目視右下方,交腳坐於蓮花上。
Telapak kirinya menyelubungi atas lututnya, matanya mengerling ke sudut kanan bawah, dengan kaki bersila ia duduk di atas bunga seroja.

Mantramnya:

OṂ ŚĪLADHĀRIṆI BHAGAVATI HŪṂ HAḤ
唵 試攞馱哩抳 婆誐嚩底 吽 郝

Rabu, 23 Februari 2022

Kaitan Pengembangan Kasih–Sayang dengan Membalas Budi Buddha


佛告阿難:「菩薩勤求精進,欲莊嚴菩提,欲報佛恩,常當憶念一切眾生,如一子想。」
Buddha memberitahu Ānanda: “Seorang bodhisattva yang dengan tekun mencari semangat, yang hendak menghiasi Bodhi, yang hendak membalas budi Buddha, haruslah senantiasa mengingat dan merenungkan semua makhluk dengan persepsi sebagai putra tunggalnya.”

—— Mahopāya-kauśalya Buddha Pratyupakāraka Sūtra
《大方便佛報恩經・親近品第九》
(T. vol. 3, № 156 hlm. 162a)


Kasih–sayang haruslah menjadi dasar segala tindakan kita dalam membalas budi Sang Buddha. Balas budi yang terbesar adalah dengan menjadi Buddha juga, sama seperti diri-Nya, dan menyelamatkan semua makhluk secara ekstensif. Yang lebih rendah adalah dengan mengakhiri kebocoran batin sebagai seorang arhat. Jikalau masih belum dapat, mencapai Keyakinan yang Tak Terhancurkan dan menjadi seorang srotāpanna merupakan yang berikutnya. Atau, paling minimal, kita berusaha agar Prātimokṣa Saṃvara terbentuk dalam diri kita. Namun, apabila pelaksanaannya tidak dilandasi kasih–sayang, Prātimokṣa Saṃvara tersebut hanya akan menghasilkan jasa yang sedikit sehingga kecil pengaruhnya bagi penyempurnaan pāramitā menuju Kebebasan (dan, dengan demikian, belum cukup membalas budi Sang Buddha).

Dalam bab XIV Bhadrakalpika Sūtra 《賢劫經・寂度品第十四》 (T. vol. 14, № 425 hlm. 35c–36a), Buddha memberitahu Bodhisattva Prāmodyarāja 喜王菩薩:

「何謂戒度無極有六事?
“Apakah maksud ‘keseberangan menuju ketakterhinggaan’ (pāramitā) lewat moralitas ada enam hal?

所奉禁戒,慈心為本;常以無畏加於一切——是曰布施。
Disiplin moralitas yang dijunjung [seorang bodhisattva] didasari oleh kesayangan (maitracitta); senantiasa ketidaktakutan (abhaya) dipancarkannya kepada semua — itulah yang disebut menebarkan derma (dāna).

無畏不懷瞋恨,護身口意,三事無犯——是曰持戒。
[Sambil memancarkan] ketidaktakutan tanpa menyimpan kebencian, ia menjaga ketiga hal: jasmani, ucapan, pikiran, tanpa pelanggaran — itulah yang disebut memegang moralitas (śīla).

常抱愍傷,心哀一切無傷害意,猶如慈母育其赤子——是曰忍辱。
Senantiasa memeluk keibaan, dalam remuk hati mengasihani semua tanpa berpikiran mencelakaï, bagaikan ibu yang penyayang merawat jabang bayinya — itulah yang disebut menahan sabar (kṣānti).

以設方便,擁護禁戒;寤因,慚恥無益一切——是曰精進。
Dengan menerapkan berbagai upaya, dijaganya disiplin moralitas; insaf akan [karma] penyebab, dan merasa segan & malu karena tidak menguntungi semua — itulah yang disebut memajukan semangat (vīrya).

慈加眾生,心學謹慎;以為無常,專其心志不為放逸——是曰一心。
Kesayangan dipancarkannya kepada makhluk hidup, batinnya dilatih dengan kewaspadaan cermat; mengira ketidakkekalan, dengan intens dipusatkannya pikirannya agar jangan lengah — itulah yang disebut penunggalan batin (samādhi).

以是慈愍,所奉禁戒常行精進,發起一切諸不達者,勸助佛道——是曰智慧。
Dengan [dilandasi] kasih–sayang sedemikian, disiplin moralitas yang dijunjungnya senantiasa bersemangat ia praktikkan; didedikasikannya [jasa-jasanya] bagi semua yang belum memahami, agar terbantu menuju Jalan Kebuddhaan — itulah yang disebut kebijaksanaan (prajñā).

是為六。」
Itulah keenamnya.”

Dari kutipan ini bisa kita lihat bahwa dengan melaksanakan Prātimokṣa Saṃvara saja (yang dilandasi kasih–sayang) pun keenam pāramitā dapat tersempurnakan.

Sabtu, 19 Februari 2022

Tentang 𝘗𝘳𝘢̄𝘯̣𝘰𝘱𝘦𝘵𝘢

Kali ini kita hanya meninjau-ulang posting yang sangat lama.

Di akhir banyak sūtra seringkali terjumpaï orang awam yang, setelah mendengar khotbah Buddha, yakin kepada Triratna dan biasanya menyerahkan diri sebagai upāsaka dengan mengucapkan rumusan pergi berlindung (śaraṇa gamana). Rumusan klisé itu — dengan kukuh oleh kaum Vaibhāṣika, yang tampaknya salah mengutip, dikatakan bersumber dari Mahānāma Sūtra — umumnya berbunyi:

“Eṣo ’haṃ bhagavantam buddhaṃ śaraṇaṃ gacchāmi, dharmaṃ ca bhikṣusaṃghaṃ ca. Upāsakaṃ ca māṃ dhāraya adyāgreṇa yāvajjīvaṃ prāṇopetaṃ śaraṇaṃ gatam abhiprasannam.”
(“Aku berlindung kepada Bhagavan, sang Buddha; serta kepada Dharma dan Bhikṣu-saṅgha. Peganglah [pernyataan ini] bahwa aku adalah upāsaka yang, mulaï saat ini hingga akhir hayatku, seumur hidup pergi berlindung dengan penuh keyakinan.”)

Variasi pada sūtra-sūtra lainnya kadang-kadang menambahkan lima langkah latihan dan mengganti klausa terakhir menjadi: “… yang, mulaï saat ini hingga akhir hayatku tidak membunuh, tidak mencuri, … tidak meminum minuman-keras, memegang Śīla dengan penuh kemurnian.” Dengan demikian nyatalah bahwa sejak awal terdapat upāsaka yang hanya mengambil Tiga Perlindungan dan upāsaka yang menambah dengan disiplin Lima Śīla. Kaum Vaibhāṣika, yang berpendapat bahwa tiada upāsaka yang tanpa disiplin lengkap, akan tetapi dengan tegas menolaknya.

Sebagaimana kata abhiprasanna yang dapat diterjemahkan ‘penuh keyakinan’ atau ‘penuh kemurnian’, kata prāṇopeta juga memiliki nuansa dalam penafsiran. Prāṇopeta berarti ‘menjaga kehidupan’. Maka klausa terakhir rumusan pertama di atas biasanya dimengerti sebagai: “… yang, mulaï saat ini hingga akhir hayatku, selama aku menjaga kehidupan (selama kehidupanku terjaga/seumur hidupku) pergi berlindung dengan penuh keyakinan.” Namun, kaum Vaibhāṣika menafsirkannya: “… yang, mulaï saat ini hingga akhir hayatku, selama itu aku akan menjaga kehidupan dan pergi berlindung dengan penuh kemurnian.”

“Aku akan menjaga kehidupan” dimengerti sebagai “aku akan berpantang membunuh”. Hal ini membuka kemungkinan lagi bahwa terdapat upāsaka yang, di samping mengambil Tiga Perlindungan, hanya mengambil satu langkah latihan saja, yakni: pantang membunuh. Ketika (Proto-)Sautrāntika menjebak dengan menanyakan kemungkinan ini, Vaibhāṣika berkelit kembali menolaknya — akan kita lihat alasannya di bawah.


Bias juga timbul ketika rumusan klisé prāṇopeta dialihbahasakan. Entah sengaja atau tidak, sebagian penerjemah Tionghoa mengikuti pandangan Vaibhāṣika, yang tampaknya sudah mengakar dan populer. Ini bisa kita lihat berulang-ulang dalam Pi-nai-yeh 《鼻奈耶》 (T. № 1464), terjemahan tertua (tidak selesai, hanya dalam 10 jilid) Vinaya Piṭaka milik mazhab yang tidak kita ketahui, di mana rumusan tersebut selalu berbunyi:

「……歸佛、歸法、歸比丘僧。聽為優婆塞,從今日始,盡命不殺生(歸命/受三自歸)。」
“[Aku] berlindung kepada Buddha, berlindung kepada Dharma, berlindung kepada Bhikṣu-saṅgha. Izinkanlah [aku] menjadi upāsaka yang, mulai hari ini hingga akhir hayatku, tidak membunuh kehidupan (dan pergi berlindung/menerima Tiga Perlindungan).”

Di akhir Sūtra tentang Sang Penghitung 《佛說數經》 (T. № 70, berpadanan dengan Gaṇaka Moggallāna Sutta [MN 107]), sang Penghitung mengucapkan:

「我今自歸佛、法、及比丘僧。唯!世尊。我今持優婆塞,從今日始,盡命離殺生,今自歸。」
“Aku kini berlindung kepada Buddha, Dharma, dan Bhikṣu-saṅgha. Ya! Bhagavan, Aku kini berpegang sebagai upāsaka yang, mulai hari ini hingga akhir hayatku, meninggalkan pembunuhan kehidupan dan kini pergi berlindung.”

Brāhmaṇa Kebocoran Kelahiran 生漏 (tampaknya menerjemahkan suatu bentuk Prakerta dari *Jāna√sru), di akhir sūtra ke-9 dari varga XXXVII Ekottara Āgama (berpadanan dengan Methuna Sutta [AN VII.5: 7]), juga mengucapkan:

「我今自歸佛、法、眾,自今之後不復殺生。唯願受為優婆塞!」
“Aku kini berlindung kepada Buddha, Dharma, dan Bhikṣu-saṅgha, mulai saat ini dan seterusnya tidak lagi membunuh kehidupan. Berkenanlah kiranya menerimaku sebagai upāsaka!”

Terhadap semua ini, Vaibhāṣika, yang berpendapat bahwa tiada upāsaka yang tanpa disiplin, tidak terjebak. Sebab menurut mereka rumusan Tiga Perlindungan menjadi verba consecrationis, maka saat seseorang selesai mengulangi Tiga Perlindungan, saat itulah disiplin lengkap Lima Śīla diperoleh. Dalam Sarvāstivāda-vinaya Vibhāṣā  (lihat di sini) ditandaskan: baik mengucapkan lima atau hanya mengucapkan satu (atau, bahkan, tidak mengucapkan sama sekali) langkah latihan, semuanya memperoleh disiplin lengkap Lima Śīla karena niat awalnya adalah hendak mengambil Lima Śīla. Juga karena bagian kekuatan masing-masing langkah latihan saling melekat satu sama lain sehingga, meski mengucapkan satu, kelima langkah latihan diperoleh.

Akhirnya, kendati menolak keberadaan upāsaka tanpa disiplin yang hanya pergi berlindung dan upāsaka dengan disiplin tidak lengkap yang mengambil langkah-langkah latihan sebagian saja, Vaibhāṣika menggaungkan bahwa hakikat disiplin Buddhis sesungguhnya adalah meninggalkan tindakan menyakiti makhluk lain (dengan semangat bertolak dari saṃsāra, lihat di sini). Menurut mereka menjaga kehidupan (prāṇopeta) bukan hanya berarti meninggalkan pembunuhan, tetapi juga tidak menyebabkan gangguan pada semua makhluk. Ketika seseorang cuma mengucapkan “aku akan menjaga kehidupan”, ia sebenarnya berkomitmen: “Mulaï saat ini, hingga akhir hayatku, terhadap semua makhluk, aku tidak akan mencelakaï hidupnya, tidak akan mencuri miliknya, tidak akan berzinah dengan istrinya, tidak akan mendustaïnya. Demi menjaga keempat hal ini, aku juga tidak akan meminum minuman keras.”

Sabtu, 05 Februari 2022

Mengembangkan Kasih–Sayang Lebih Tinggi Jasanya dibandingkan Melaksanakan Lima Śīla?

Berikut adalah terjemahan tertua sebuah versi Velāma Sūtra. Sūtra yang begitu populer sehingga diterjemahkan sampai enam kali — dari kanon mazhab yang berbeda-beda tentu saja — ke bahasa Tionghoa ini memerikan perbandingan jasa-jasa berbagai perbuatan sesuai urut-urutan puṇyakriyāvastu: derma (dāna), moralitas (śīla), dan meditasi (bhāvana). Terjemahan tertua berikut termuat di jilid 3 koleksi jātaka terjemahan K’ang Sêng-hui (aktif 247–280), *Ṣaṭ-pāramitā saṅgraha 六度集經 (T. vol. 3, № 152 hlm. 12a–b). Di sana ia menjadi setengah-bagian kedua (cerita ke-17 menurut penomoran Taishō) dari ① Sūtra tentang si Kasta Keempat 《佛說四姓經》. Edisi Tripiṭaka tertentu memecah sūtra ini dan menempatkan setengah-bagian pertamanya (cerita ke-16) setelah Sarvaṃdada Sūtra (cerita ke-13). Akan tetapi, di bawah ini kita akan mengalihbahasakannya mengikuti urutan yang lebih umum.

Alih-alih ‘empat kasta’, 四姓 di sini lebih berarti ‘kasta keempat’, yakni: śūdra. Julukan Anāthapiṇḍada sebagai si Kasta Keempat (śūdraka) sepertinya berasal dari kekeliruan membaca teks sumber, yang berbahasa Prakerta. Śūdraka akan berpadanan dengan *suddaka, *suddaya, atau bentuk yang mirip dalam dialek-dialek Prakerta lainnya. Kita tidak tahu teks sumber tersebut tertulis dalam dialek mana, namun pastinya memiliki penulisan yang mudah terancukan dengan nama kecil Anāthapiṇḍada: Sudatta (‘yang diberikan dengan baik’) atau Sudāya (‘pemberian yang baik’).

Baik dalam terjemahan tertua ini maupun terjemahan termuda, ② Sūtra tentang Akibat Derma Seorang Perumahtangga 《長者施報經》 (T. № 74, oleh Trepiṭaka Dharmadeva [aktif 973–981]), pemeriannya terhenti hingga pengembangan kasih–sayang saja. Versi begini barangkali mencerminkan bentuk yang lebih primitif dari sūtra ini. Pemerian sebuah perbandingan jasa lagi tampaknya hanyalah tambahan belakangan, sebagaimana bisa kita lihat versi-versi milik mazhab yang berbeda menambahkan hal yang berbeda sebagai penutup:
  • Dibandingkan jasa mengembangkan kasih–sayang (maitracitta), lebih tinggi lagi jasa membangkitkan persepsi bahwa “seisi dunia tidak boleh digemari” (saṃvega) karena persepsi tersebut mampu membawa praktisi kepada pemadaman penderitaan kelahiran & kematian, hingga akhirnya mencapai Jalan Kebuddhaan (能令行者滅生死苦,終成佛道) — demikian menurut ③ Sūtra tentang Jasa-Jasa Tiga Perlindungan, Lima Śīla, Batin Kasih–Sayang, dan Keceraian karena Enggan 《佛說三歸五戒慈心厭離功德經》 (T. № 72). ④ Sūtra ke-3 dari varga XXVII Ekottara Āgama juga melakukan pembandingan yang sama.

  • Versi Pāli (AN IX.2: 10), sebaliknya, mengatakan bahwa yang lebih tinggi jasanya adalah mengembangkan persepsi ketidakkekalan (anicca saññā).

  • Dan akhirnya ⑤ sūtra ke-155 Madhyāma Āgama 《須達哆經》 serta ⑥ T. № 73 《須達經》, yang sama-sama menggunakan judul Sudatta Sūtra dan tampaknya berasal dari mazhab yang sama (Sarvāstivāda), mengatakan bahwa yang lebih tinggi jasanya adalah mengembangkan persepsi ketidakkekalan, penderitaan, kekosongan, dan tanpa-aku.

Lima Śīla yang disebutkan dalam sūtra ini jelas merupakan disiplin Buddhis sebab pelaksanaannya dikatakan menghasilkan jasa yang lebih tinggi daripada hanya mengambil Tiga Perlindungan. Lima Śīla di sini diambil sebagai Prātimokṣa Saṃvara atau disiplin pengarah Pembebasan (dan bukan sekadar menjadi panduan berperilaku seperti yang dipedomani orang-orang duniawi yang bahkan tidak memahami jelas siapa Triratna yang kepada-Nya mereka pergi berlindung). Akan tetapi, pelaksanaannya tidak disertaï kasih–sayang sehingga menghasilkan jasa yang kurang. Mereka yang mengambilnya sungguh bercita-cita meraih Pembebasan dan memperoleh Prātimokṣa Saṃvara, namun mereka tampaknya melaksanakan Lima Śīla secara mekanis, cuma seperti pemeo klisé “menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan”.







(一六)

《佛說四姓經》
Sūtra tentang si Kasta Keempat






聞如是。
Demikianlah yang telah kudengar:



一時,佛在舍衛國,祇樹給孤獨園。
Pada suatu ketika Buddha berada di Śrāvastī, di Hutan Jeta di Taman Anāthapiṇḍada.



是時,孤獨家遭宿命殃,貧窶尤困;草衣茅席,菜糜自供。
Tatkala itu keluarga Anātha menjumpaï petaka [akibat karma] kehidupan lampaunya sehingga kemiskinan dan kemelaratan mengungkungnya hebat; mereka berbajukan rumput dan beralaskan ilalang, dengan bubur sayur menyaji dirinya sendiri.

雖為極困,足不蹈無道之宅,手不執無道之惠。志行清淨,眾邪不能染其心。朝稟暮講,經戒不釋於口;世尊所歎,眾智所敬。
Meskipun sedemikian terkungkung, tidaklah kaki mereka memijak rumah yang tanpa Jalan (Dharma), tidaklah tangan mereka menggenggam amal yang tanpa Jalan (Dharma). Laku pikirannya murni, aneka kesesatan tidak mampu melunturi batinnya. Apa yang mereka terima pada pagi, akan mereka ceramahkan pada petang; Dharma dan Vinaya tidak pernah lepas dari mulutnya. Bhagavan memujinya, para bijak menghormatinya.

雖衣食不供於身口,奉養聖眾,隨家所有菜糜草席,不忽一日。
Meskipun sandang dan pangan tidak tersaji pada tubuh dan mulutnya [sendiri], namun mereka menjunjung dan menyokong saṅgha para suci sesuai apa yang tersedia pada rumahtangganya — bubur sayur dan alas rumput — tanpa abai sehari pun.



諸沙門曰:「四姓貧困,常有飢色;吾等不可受彼常食。經說:沙門一心守真,戒具行高,志如天金,不珍財色,唯經是寶。絕滅六飢故誓除饉,何耻分衛而不行乎?」
Para śramaṇa berujar: “Si Kasta Keempat terkungkung kemiskinan dan seringkali berparas kelaparan; tidak bolehlah kita menerima makanan selalu darinya. Namun, sūtra menyatakan: śramaṇa harus sepenuh hati menjaga kebenaran, Śīlanya lengkap, perilakunya tinggi, pikirannya bagaikan emas surgawi; tidak menghargakan kekayaan dan rupa, hanya Dharmalah pusakanya. Demi memutus dan memadamkan enam kelaparan kita berkomitmen menjadi ‘penyingkir kebuluran’ (bhikṣu); apakah yang mencanggungkan kita berpiṇḍapāta sehingga tidak menjalaninya (lewat depan rumahnya)?”

共詣佛所,本末陳之。
Sama-sama mereka menghampiri tempat Buddha dan menguraikan ujung–pangkalnya (masalah itu).

世尊默然。
Bhagavan pun terdiam.



後日四姓身詣精舍。稽首畢,一面坐。
Pada lusa harinya si Kasta Keempat menghampiri sendiri ārāma. Selesai bersujud, duduklah ia di satu sisi.

佛念諸沙門前所啟事,問四姓曰:「寧日慈施供養比丘不?」
Merenungkan masalah yang dilaporkan sebelumnya oleh para śramaṇa, Buddha bertanya kepada si Kasta Keempat: “Lebih sayangkah engkau setiap hari mendermakan persembahan kepada para bhikṣu?”

對曰:「唯然!舉門日供。但恨居貧,菜糜草席,枉屈聖賢以為默默。」
Sahutnya: “Kiranya begitulah! Kami sekeluarga menyaji setiap hari. Hanya saja kesalnya kami bermukim dalam kemiskinan, berbubur sayur dan beralas rumput, sehingga disalahpahami para suci karena dikira bersungut-sungut (terpaksa membagi).



眾祐曰:「布施之行,惟在四意:慈心向彼、悲心追愍、喜彼成度、護濟眾生。雖施微薄,其後所生天上、人中,二道為常。所願自然;眼色、耳聽、鼻香、口味,身服上衣,心皆欣懌,不懼之無也。
Bhagavan berujar: “Terlaksananya derma terletak pada empat buah-pikir: rasa sayang terhadap yang lain, rasa kasihan bersilih keibaan, simpati atas berhasilnya yang lain terselamatkan, menjaga [keseimbangan dalam] pembantuan makhluk hidup. Meskipun yang didermakannya halus dan tipis, terkemudian seseorang akan terlahir di alam dewa atau di antara manusia, di dua jalur ini sebagai hal yang biasa. Apa yang diharapnya akan jadi dengan sendirinya; rupa bagi matanya, pendengaran bagi telinganya, keharuman bagi hidungnya, rasa bagi mulutnya, pakaian terbaik yang dikenakan tubuhnya, kesenangan bagi batinnya semua — tidak ditakutkannya hal-hal ini akan tiada.

若施葌薄,心又不悅;後得其福,福中之薄。官位七寶,得不足榮。處在薄中,心又慳儉不敢衣食,惴惴恰恰未嘗歡喜,腹飢身寒有似乞人,徒生徒死,無善以自祐也。
Jikalau seseorang mendermakan yang leceh dan tipis, batinnya juga tidak senang; maka terkemudian akan didapatinya jasanya yang tertipis di antara jasa. Kendati berkedudukan sebagai pejabat, tujuh permatanya akan didapatinya kurang kemuliaan. Bertempat dalam ketipisan, batinnya pun akan kikir terhadap yang remeh, takkan berani memakai atau mengonsumsi sandang dan pangan; was-was pas-pasan, belum pernah ia bersukacita; perutnya kelaparan, tubuhnya kedinginan, adalah ia seperti pengemis; hidupnya sia-sia, matinya sia-sia; tiada kebaikan menjadi pelindung dirinya.

若施以好,心不懇誠,憍慠自恃,身不恭恪,綺求華名,欲遠揚己;後有少財,世人空稱以為巨億,內懼劫奪。衣常葌薄,食未甞甘,亦為空生空死。比丘未甞履其門,遠離三尊,恒近惡道。
Jikalau seseorang mendermakan yang baik, namun batinnya tidak tulus ikhlas, dengan kesombongan dan keangkuhan [hanya] mengandalkan dirinya sendiri, tidak mempersembahkan dengan takzim dan khidmat, muluk-muluk mencari nama ketenaran, menghendaki tersiar sejauh-jauhnya baginya; maka terkemudian [hanya] akan sedikit kekayaannya. Orang-orang di dunia akan menyanjungnya secara kosong karena mengiranya berkoti-koti; secara internal ketakutan ia akan dirampas [orang lain]. Pakaiannya akan selalu leceh dan tipis, makanannya belum pernah yang manis. Juga bisa dikatakan hidupnya kosong, matinya kosong. Seorang bhikṣu pun belum pernah menginjak muka pintunya; ia tercerai sejauhnya dari Tiga Yang Mulia (Triratna) dan senantiasa mendekati jalur kelahiran rendah.

惠以好物,四等敬奉,手自斟酌,存憶三尊,誓令眾生逢佛、昇天、苦毒消滅;後世所生願無不得。值佛、生天必如志願也。
Jikalau seseorang mengamalkan barang yang baik, dengan Empat Kesetaraan (catvāri apramāṇāni) menghaturkannya secara hormat, dengan tangannya menyendokkannya sendiri, mempertahankan ingatan akan Tiga Yang Mulia, berkomitmen menyebabkan makhluk hidup [dapat] berjumpa dengan Buddha atau naik ke surga, hingga terpadamkan racun penderitaannya; maka terkemudian, terlahir dalam kehidupan mana pun, apa yang diharapnya tiada yang tidak didapat. Bertemu Buddha atau terlahir di surga pastilah akan [terjadi] sesuai harapan pikirannya.



(一七)

「昔有梵志,名曰維藍,榮尊位高。為飛行皇帝,財難籌算,體好布施:
“Dahulu adalah seorang brāhmaṇa yang bernama Velāma, yang mulia dan berstatus tinggi. Dibandingkan seorang ‘kaisar yang berjalan terbang’ (cakravartīśvara), kekayaannya [bahkan] sukarlah dihitung, tetapi pembawaannya suka berderma:

名女上色,服飾光世,以施與人;
gadis-gadis terkenal beparas cantik, dengan perhiasan yang dikenakan menyilaukan dunia, didermakannya kepada orang-orang;

金鉢盛銀粟,銀鉢盛金粟;
mangkuk-mangkuk emas yang menampung butir-butir perak dan mangkuk-mangkuk perak yang menampung butir-butir emas …;

澡甕盥槃,四寶交錯;
guci-guci pembasuhan dan waskom-waskom penadahnya [yang berhiaskan] empat permata jalin-menjalin …;

金銀食鼎,中有百味;
dulang-dulang makan dari emas dan perak, yang dalamnya berisi [santapan] ratusan rasa, …;

𤚩水名牛,皆以黃金韜衣其角,一牛者日出四升湩;
sapi-sapi ternama, kerbau-kerbau air dan melukut, yang semuanya berselongsong emas menyarungi tanduknya, yang masing-masing setiap hari menghasilkan empat liter susu, …;

皆從犢子,織成寶服,明珠綻綴;
pedet-pedet yang mengikuti semua, yang bertenun pakaian permata, dengan mutiara cemerlang yang menyembul terjahit, …;

床榻帷帳,寶絡光目;
ranjang-ranjang, dipan-dipan, tirai-tirai, dan kelambu-kelambu dengan jaringan permata menyilaukan mata …;

名象良馬,金銀鞍勒,絡以眾寶;
gajah-gajah masyhur, kuda-kuda harawan, yang pelana dan kekangnya dari emas dan perak, terbungkus jaringan aneka permata, …;

諸車華蓋,虎皮為座,彫文刻鏤無好不有。
segala kereta kencana berkanopi bunga, bertempat duduk dari kulit harimau, bersuratkan ukir-ukiran dengan aneka citra yang tiada tidak terpahat, ….

自名女以下至于寶車,事事各有千,八十四枚以施與人。
Dari gadis-gadis terkenal hingga kereta-kereta kencana, masing-masing objek ada seribu, [total] delapan puluh empat set didermakannya kepada orang-orang.

維藍慈惠,八方上下,天、龍、善神無不助喜。
Demikianlah amal kasih Velāma; di kedelapan penjuru, atas, dan bawah, para dewa, naga, dan roh-roh baik tiada yang tidak turut bergembira.



「如維藍惠,以濟凡庶,畢其壽命無日廢懈,不如一日飯一清信具戒之女——其福倍彼不可籌算。
“Amal seperti Velāma yang, demi membantu rakyat biasa, sampai akhir usianya tiada sehari pun abai atau lalai, tidaklah sebanding dengan sehari saja memberi makan kepada seorang ‘wanita berkeyakinan jernih’ (upāsikā) yang Śīlanya lengkap — jasa ini akan melebihinya berlipat-lipat tak bisa dihitung.

又為前施并清信女百,不如清信具戒男一飯。
Pun derma seperti di atas, kepada ‘wanita berkeyakinan jernih’, seratus, tidaklah sebanding kepada ‘pria berkeyakinan jernih’ (upāsaka) yang Śīlanya lengkap, memberinya makan satu saja.

具戒男百,不如具戒女除饉一飯。
Kepada pria yang Śīlanya lengkap seratus, tidaklah sebanding kepada ‘penyingkir kebuluran’ wanita (bhikṣuṇī) yang Śīlanya lengkap, memberinya makan satu saja.

女除饉百,不如高行沙彌一人飯。
Kepada ‘penyingkir kebuluran’ wanita seratus, tidaklah sebanding kepada śramaṇera yang praktiknya tinggi, memberinya makan satu orang saja.

沙彌百,不如具戒沙門一人。
Kepada śramaṇera seratus, tidaklah sebanding kepada śramaṇa (bhikṣu) yang Śīlanya lengkap satu orang saja.

具戒行者,心無穢濁,內外清潔;凡人猶瓦石。具戒高行者,若明月珠也;瓦石滿四天下,猶不如真珠一矣。
Praktisi yang Śīlanya lengkap, batinnya tiada terkeruhkan kotoran, bersih jernih secara internal dan eksternal; sedangkan orang biasa ibarat pecahan genting atau batu. Ia yang Śīlanya lengkap dan praktiknya tinggi adalah serupa mutiara candrakānta yang cemerlang; pecahan genting atau batu yang memenuhi keempat kolong langit tidaklah sebanding dengan mutiara sejati sebutir saja.



「又如維藍布施之多,逮于具戒眾多之施,不如飯溝巷一。
“Pun banyaknya derma Velāma, hingga derma kepada banyak orang dari berbagai kelompok yang Śīlanya lengkap, tidaklah sebanding dengan memberi makan kepada ‘[pemasuk] saluran gang’ (śrotāpanna) satu.

溝巷百,不如頻來一。
Kepada ‘[pemasuk] saluran gang’ seratus, tidaklah sebanding kepada ‘pendatang lagi’ (sakr̥dāgāmin) satu.

頻來百,不如不還一。
Kepada ‘pendatang lagi’ seratus, tidaklah sebanding kepada ‘tidak kembali’ (anāgāmin) satu.

不還百,不如飯應真一人。
Kepada ‘tidak kembali’ seratus, tidaklah sebanding dengan memberi makan kepada ‘yang sejati dan layak’ (arhat) satu orang saja.



「又如維藍前施 及 飯諸賢聖,不如孝事其親。
“Pun derma seperti Velāma di atas dan memberi makan kepada para suci, tidaklah sebanding dengan berbakti melayani orangtua.

孝者,盡真心無外私。百世孝親,不如飯一辟支佛。
Seorang pembakti, dengan segenap kesungguhan hati, tiada [memikirkan perkara] pribadi di luar itu. Seratus kehidupan berbakti kepada orangtua, tidaklah sebanding dengan memberi makan kepada seorang pratyekabuddha.

辟支佛百,不如飯一佛。
Kepada pratyekabuddha seratus, tidaklah sebanding dengan memberi makan seorang Buddha.

佛百,不如立一剎;守三自歸,歸佛、歸法、歸比丘僧;盡仁不殺,守清不盜,執貞不犯他妻,奉信不欺,孝順不醉。
Kepada Buddha seratus, tidaklah sebanding dengan:
  • mendirikan satu [saṅgha]kṣetra (biara saṅgha);
  • menjaga Tiga Perlindungan: berlindung kepada Buddha, berlindung kepada Dharma, berlindung kepada Bhikṣu-saṅgha;
  • segenap kasih–sayang tidak membunuh, menjaga kejujuran tidak mencuri, menggenggam kemurnian tidak menzinahi istri orang lain, menjunjung kredibilitas tidak menipu, bakti dan taat tidak bermabuk-mabukan.

持五戒、月六齋,其福巍巍,勝維藍布施萬種名物 及 飯賢聖——甚為難算矣。
Memegang Lima Śīla dan berpuasa enam kali sebulan, jasanya berjulang-julang mengungguli derma aneka jenis objek masyhur Velāma dan memberi makan kepada para suci — teramat sukarlah dihitung.



「持戒,不如等心慈育眾生——其福無盡也。
“Memegang Śīla, tidaklah sebanding dengan batin setara mengasih–sayangi semua makhluk hidup — jasa ini tiada akhirnya.

雖為菜糜草席,執三自歸,懷四等心,具持五戒,山海可秤量,斯福難籌算也!」
Meskipun berbubur sayur dan beralas rumput, [tetapi jikalau] menggenggam Tiga Perlindungan, menyimpan Empat Kesetaraan dalam batin, lengkap memegang Lima Śīla; maka gunung dan laut boleh tertimbang dan terukur, namun jasa ini sukarlah dihitung!”



佛告四姓:「欲知維藍者,我身是。」
Buddha memberitahu si Kasta Keempat: “Apabila hendak kauketahui siapakah Velāma, ialah diri-Ku sendiri.”



四姓聞經,心大歡喜,作禮而去。
Si Kasta Keempat, demi mendengar sūtra ini, batinnya amat bersukacita, lalu diberinya hormat dan pergi.