Ⓥ:但發四支。 Hanya terbentuk atas empat anggota (dari kesepuluh jalan karma). Ⓢ:皆發七支。 Dalam semua [tipe disiplin] terbentuk atas tujuh anggota. |
Disiplin Prātimokṣa, seperti yang sudah sering kita bahas, hanya mengatur penghindaran kejahatan jasmani dan ucapan. Dari sepuluh tindakan yang menjadi jalan bagi terciptanya karma buruk (daśa akuśala karmapatha), tiga di antaranya dilakukan melalui jasmani (pembunuhan, pencurian, perzinahan) dan empat melalui ucapan (kedustaan, adu-domba, perkataan kasar, omong kosong). Untuk empat kejahatan ucapan, sejauh manakah berbagai tipe disiplin Prātimokṣa mengaturnya?
Kaum Vaibhāṣika menafsirkan “aku mengambil langkah latihan untuk menghindari ucapan dusta” secara harfiah. Menurut mereka hanya kedustaanlah yang merupakan pelanggaran atas langkah latihan ini, ketiga kejahatan ucapan lainnya bukan. Upāsaka yang mengomong kosong, misalnya, jelas menciptakan karma buruk, namun tidak disebut melanggar Śīla. Pendapat mereka tercatat pada penjelasan antara bait 33–34 bab IV Abhidharmakośa Bhāṣya 《阿毘達磨俱舍論》 (T. vol. 29, hlm. 77a–b):
何緣但制離虛誑語,非離間語等為近事律儀?
Apakah alasannya penghindaran ucapan dusta saja, dan bukan penghindaran ucapan mengadu-domba dll., yang ditetapkan dalam disiplin upāsaka?
亦由前說三種因故,謂:虛誑語最可訶故、諸在家者易遠離故、一切聖者得不作故。
Hal ini juga dikarenakan oleh tiga jenis sebab seperti yang disebutkan sebelumnya, yakni:
① karena ucapan dusta merupakan hal yang paling dicela [di dunia];
② karena umat awam lebih mudah menghindarinya;
③ karena para suci (ārya) semua tidak pernah melakukannya.
復有別因,
Ada lagi sebab lainnya,
頌曰:
kārikā (bait 34a–b):
以開虛誑語 便越諸學處
Mr̥ṣāvādaprasaṅgāc ca
sarvaśikṣāvyatikrame
論曰:越諸學處被檢問時,若開虛誑語,便言:「我不作。」因斯於戒多所違越,故佛為欲令彼堅持於一切律儀,制離虛誑語:云何令彼,若犯戒時,便自發露能防後犯。
Bhāṣya: Ketika seorang pelanggar berbagai langkah latihan diinterogasi (dalam ritus pengakuan), — seandainya ucapan dusta ditolerir — tentu ia akan berkata: “Aku tidak melakukannya.” Oleh karena di dalam Śīla akan banyak yang dilanggar, maka Buddha, yang menghendaki si pelanggar memegang teguh segala disiplin, menetapkan penghindaran ucapan dusta: bagaimana supaya ia, saat melanggar Śīla, dengan sendirinya akan mengaku sehingga pelanggaran serupa di kemudian hari mampu dicegah.
Alasan ② barangkali paling menjelaskan kaitan antara kejahatan ucapan lain dengan kedustaan. Karena dianggap lebih sérius, orang cenderung tidak berdusta. Menghindari omong kosong, misalnya, justru lebih sulit bagi umat awam ketimbang menghindari kedustaan. Oleh sebab itu, penghindaran omong kosong tidak ditetapkan sebagai bagian disiplin upāsaka, dan hanya penghindaran kedustaan yang dijadikan langkah latihan.
Vinayācārya Yüan-chao dari Dinasti Sung, dalam jilid 1 karyanya Chih-yüan i-pien 《芝苑遺編》 (Zokuzōkyō vol. 59, № 1104 hlm. 627b) mengatakan:
彼五、八、十,唯發四支;比丘方具。此宗七眾,七支齊禁。
Menurut sistem mereka, dalam Lima, Delapan, dan Sepuluh [Śīla, pantangan] hanya terbentuk atas empat anggota; [dalam disiplin] bhikṣu-lah baru terbentuk lengkap. Sekolah kita, dalam [disiplin] ketujuh kelompok, akan tetapi memantangkan tujuh anggota seutuhnya.
Jadi, menurut Vaibhāṣika penghindaran kejahatan ucapan selain kedustaan hanya tercakup lengkap dalam disiplin bhikṣu/bhikṣuṇī sebab diatur secara jelas pada langkah-langkah latihannya. Misalnya: tiga pelanggaran pācittika/pāyantika pertama dalam Bhikṣu Prātimokṣasūtra berturut-turut adalah kebohongan yang disengaja, berkata-kata kasar, dan mengadu-domba sesama bhikṣu lain.
Lalu seperti apakah pendapat Bhadanta Harivarman yang diikuti oleh Sekolah Vinaya di Tiongkok? Dalam bab CIX Satyasiddhi Śāstra, “Tentang Lima Śīla” 〈五戒品〉 (T. vol. 32, hlm. 300b), ia menjawab:
問曰:離兩舌等何故不名為戒?
Tanya: Penghindaran lidah bercabang dll. mengapa tidak disebutkan sebagai langkah latihan?
答曰:是事細微,難可守護。又兩舌等是妄語分;若說妄語,則已總說。
Jawab: Sebab hal-hal tersebut amat halus dan sukar dijaga (sama seperti alasan ② Vaibhāṣika di atas). Namun, lidah bercabang dll. adalah bagian dari ucapan dusta; apabila menyebutkan “[aku menghindari] ucapan dusta”, maka [penghindaran kejahatan ucapan lainnya] sudah tercakup secara umum.
Mahāprajñāpāramitā Upadeśa 《大智度論》 bab I-22-1 (T. vol. 25, № 1509 hlm. 158c) juga mengatakan hal yang senada:
復次!四種口業中,妄語最重。
Selanjutnya lagi, di antara empat jenis karma ucapan, kedustaan merupakan yang terberat.
復次!妄語心生故作;餘者或故作,或不故作。
Selanjutnya lagi, kedustaan dilakukan dengan sengaja karena buah-pikir yang timbul; [karma ucapan] lainnya bisa dilakukan dengan sengaja, bisa juga dilakukan tanpa sengaja.
復次!但說妄語,已攝三事。
Selanjutnya lagi, hanya mengatakan “[aku menghindari] ucapan dusta”, sudah mencakup tiga hal lainnya.
復次!諸善法中,實為最大;若說實語,四種正語皆已攝得。
Selanjutnya lagi, di antara segala dharma yang bersifat baik, kebenaran merupakan yang terbesar; apabila mengatakan ucapan kebenaran, empat jenis ucapan yang tepat telah dapat tercakup semuanya.
復次!白衣處世,當官理務,家業作使。是故!難持不惡口法。妄語故作重事,故不應作。
Selanjutnya lagi, umat awam berjubah putih yang hidup di dunia harus mengurusi berbagai perkara dan menjalankan pekerjaan rumah-tangga. Oleh sebab itu, sangat sukar [bagi mereka] untuk memegang dharma tidak bermulut jahat (yang seringkali dilakukan tanpa sengaja)! Ucapan dusta merupakan hal yang sérius yang [pasti] dilakukan dengan sengaja, maka tidak semestinya mereka melakukannya.
Interpretasi atas ucapan dusta¹ (mr̥ṣāvāda) sesungguhnya bersifat supel. Arti kata mr̥ṣā adalah ‘salah; sia-sia, hampa; tak masuk akal; ironis’. Maka dapat kita lihat mr̥ṣāvāda ‘ucapan salah’ tidak selalu bermakna ‘ucapan bohong’. Demikian pula dalam terjemahan lama ke bahasa Tionghoa, mr̥ṣāvāda diartikan sebagai 妄語 ‘ucapan tak masuk akal; ucapan lancang, gegabah; bualan’. Dalam terjemahan belakangan, seperti pada kutipan Abhidharmakośa di atas, barulah Hsüan-tsang menggunakan translasi dobel 虛誑語 ‘ucapan hampa dan bohong’.
CATATAN:
¹ Dalam bahasa Indonesia sendiri kata dusta mengalami penyempitan makna. Ucapan dusta kini semata-mata merupakan sinonim ucapan bohong. Kata Sanskerta aslinya, duṣṭa, sebenarnya berarti ‘salah, cacat, korup, lancang, jahat’.⤴
¹ Dalam bahasa Indonesia sendiri kata dusta mengalami penyempitan makna. Ucapan dusta kini semata-mata merupakan sinonim ucapan bohong. Kata Sanskerta aslinya, duṣṭa, sebenarnya berarti ‘salah, cacat, korup, lancang, jahat’.⤴
Tidak ada komentar:
Posting Komentar